Penjelasan BEI Terkait Dual Class Shares, Upaya Tarik Perusahaan Unicorn IPO

BEI mengkaji penerapan dual class share dengan multiple voting shares di Indonesia untuk menarik perusahaan unicorn IPO.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Feb 2021, 21:53 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2021, 21:53 WIB
IHSG Merosot hingga Diberhentikan Sementara
Pergerakan saham pada layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/7/2020). IHSG pada perdagangan di BEI turun pada Kamis (10/9/2020) pada pukul 10.36 WIB IHSG turun tajam sebesar 5 persen pada level 4.892,87 atau turun 257,49 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) berupaya menarik perusahaan unicorn dapat menawarkan saham perdana publik atau initial public offering (IPO) di pasar modal Indonesia. Salah satunya dengan peluang penerapan Dual Class Shares dengan Multiple Voting Shares (MVS) di Indonesia.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, kajian yang dilakukan BEI terkait hal itu tentu selain melihat permintaan dari industri, regulator juga melihat "best practice” beberapa bursa efek dan perusahaan yang tercatat di luar negeri yang dapat menerapkan MVS dalam struktur saham mereka sebagai bentuk perlindungan atas ide dan visi perusahaan secara jangka panjang.

"Tentunya dalam kajian kami apabila dapat diterapkan di Indonesia, maka kami senantiasa terus melakukan benchmark dengan best practice dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan investor publik,” ujar dia dilansir dari Antara, Selasa (16/2/2021).

Nyoman menambahkan, dual-class shares berbeda dengan dual listing. Hal itu juga berbeda dengan Special Purpose Acquitisition Company (SPAC).

Dual class shares (DCS) merupakan suatu struktur permodalan saham kelas ganda yang melibatkan paling sedikit dua klasifikasi saham berbeda. Saat ini kajian yang BEI lakukan adalah untuk melihat potensi penerapan DCS dengan struktur Multiple Voting Share di Indonesia.

Multiple Voting Share (MVS) adalah suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap lembar sahamnya. Penerapan MVS di beberapa negara rata-rata mengatur maksimal rasio antara saham dengan hak suara adalah 1:10 (1 saham memiliki 10 hak suara). Berbeda dengan saham biasa yang hanya memiliki satu hak suara untuk tiap lembar saham atau disebut Ordinary Share.

"Secara best practice di beberapa bursa global, penerapan DCS dengan klasifikasi MVS biasanya hanya akan dipegang oleh para founder yang bertindak sekaligus menjadi manajemen perusahaan atau pihak kunci yang dapat memastikan keberlangsungan visi atau inovasi perusahaan dalam jangka panjang,” kata dia.

Nyoman menuturkan, selain itu, dalam penerapan MVS di beberapa bursa global, akhir – akhir ini didominasi untuk digunakan oleh perusahaan di sektor teknologi yang berbasis inovasi dan dapat memberikan multiplier effect terhadap perekonomian nasional.

Contoh perusahaan yang sudah tercatat di luar negeri yang telah menerapkan MVS adalah Google, SEA Group (Parent entity dari Shopee), dan Alibaba.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Dual Listing

Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di dekat papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Pada penutupan perdagangan saham, Jumat (29/12/2017), IHSG menguat 41,60 poin atau 0,66 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, dual listing, praktik perusahaan dapat memperjualbelikan sahamnya tidak hanya di satu bursa. Contoh saat ini adalah PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) yang tercatat sahamnya di Indonesia dan juga mencatatkan American Depositary Receipt (ADR) di Bursa Saham New York.


Skema SPAC

IHSG Merosot hingga Diberhentikan Sementara
Pergerakan saham pada layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/7/2020). IHSG pada perdagangan di BEI turun tajam karena pengumuman Gubernur DKI Anies Baswedan terkait dengan rencana penerapan PSBB secara ketat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lalu ada special purpose acquisition company (SPAC). Secara garis besar merupakan sebuah perusahaan yang didirikan secara khusus untuk menggalang dana melalui IPO dengan tujuan melakukan merger, akuisisi, atau pembelian saham perusahaan terhadap satu atau lebih perusahaan.

Pasca aksi merger atau akuisisi selesai, maka perusahaan target akan menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa tempat SPAC tercatat.

"Untuk saat ini praktik SPAC sudah umum dilaksanakan di beberapa bursa utama dunia, salah satunya di Amerika Serikat,” ujar dia.

Salah satu contoh transaksi IPO SPAC di Amerika Serikat adalah Social Capital Hedosophia (IPOA) yang telah melakukan IPO pada 2017 dan melakukan merger dengan perusahaan targetnya (yang merupakan perusahaan tertutup) yaitu Virgin Galactic pada 2019.  Saat ini Virgin Galactic telah menjadi perusahaan tercatat di NYSE dengan kode saham SPCE.

Ia menambahkan, terkait latar belakang kajian pemberlakuan DCS dengan multiple voting shares (MVS) di Indonesia yang BEI lakukan, tentu selain melihat permintaan dari industri, juga melihat best practice beberapa bursa efek dan perusahaan yang tercatat di luar negeri dapat menerapkan MVS dalam struktur saham mereka. Hal ini sebagai bentuk perlindungan atas ide maupun visi perusahaan secara jangka panjang.

"Tentunya dalam kajian kami apabila dapat diterapkan di Indonesia, maka kami senantiasa terus melakukan benchmark dengan best practice dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan investor publik,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya