Saham Chevron Melonjak, Indeks Dow Jones Cetak Rekor

Pada penutupan perdagangan saham, Rabu, 17 Februari 2021, indeks saham Dow Jones menguat 90,27 poin atau 0,3 persen ke posisi 31.613,02.

oleh Agustina Melani diperbarui 18 Feb 2021, 06:10 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2021, 06:10 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street beragam pada perdagangan saham Rabu waktu setempat. Indeks saham Dow Jones menguat hingga cetak rekor baru didorong saham Verizon dan Chevron.

Pada penutupan perdagangan saham, Rabu, 17 Februari 2021, indeks saham Dow Jones menguat 90,27 poin atau 0,3 persen ke posisi 31.613,02. Indeks saham S&P 500 turun 0,1 persen ke posisi 3.931,33 didorong sektor saham teknologi. Indeks saham Nasdaq tergelincir 0,6 persen ke posisi 13.965,49 yang dipicu saham Apple susut 1,8 persen.

Saham Verizon mencatat penguatan terbesar setelah  perusahaan investasi Warren Buffett mengambil posisi di saham Verizon menguat 5,2 persen setelah Berkshire membeli lebih dari USD 8 miliar saham Verizon pada kuartal IV 2020, dan menjadi salah satu pemegang saham terbesar Verizon.

Saham Chevron menguat tiga persen setelah Berskhire membeli saham tersebut pada kuartal IV 2020. Sementara itu, indeks saham  S&P 500 melemah setelah risalah pertemuan the Federal Reserve mengisyaratkan kebijakan moneter yang longgar akan berlaku lebih lama karena ekonomi tidak mendekati level sebelum pra pandemi.

“Para peserta mencatat kalau kondisi ekonomi saat ini jauh dari tujuan jangka panjang Komite dan kebijakan harus tetap akomodatif sampai tujuan tersebut tercapai,” bunyi notulen tersebut, dilansir dari CNBC, Kamis (18/2/2021).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Investor Pertimbangkan Data Ekonomi

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Trader khawatir tentang penurunan stimulus the Federal Reserve. Bank sentral mengatakan, program pembelian obligasi akan berlanjut setidaknya pada kecepatan saat ii hingga ada kemajuan yang berarti.

Selain itu, investor juga mempertimbangkan membaiknya data ekonomi seiring meningkatnya harapan inflasi. Penjualan ritel melonjak 5,3 persen pada Januari, melampaui perkiraan indeks saham Dow Jones yang naik 1,2 persen.

Lonjakan belanja konsumen dapat memicu harapan inflasi lebih lanjut yang telah mendorong imbal hasil obligasi lebih tinggi secara signifikan baru-baru ini.

Tanda-tanda peningkatan tekanan harga sudah muncul karena ekonomi pulih dari resesi yang dipicu pandemi di tengah stimulus fiskal dan moneter.

Departemen Tenaga Kerja mengatakan indeks harga produsen naik 1,3 persen pada Januari. Ini lompatan terbesar sejak indeks dimulai pada Desember 2009.

"Data penjualan ritel sangat cocok dengan narasi saat ini tentang pendapatan/pertumbuhan yang kuat dan akan menempatkan tekanan lebih lanjut pada imbal hasil surat utang,” tulis Pendiri Vital Knowledge Adam Crisafulli.

Imbal Hasil Obligasi

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun mencapai level tertinggi 1,33 persen pada Rabu. Sementara itu, imbal hasil 30 tahun turun sedikit dari level tertinggi sejak Februari tetapi masih bertahan di atas dua persen.

Sejumlah pelaku pasar percaya kalau suku bunga lebih tinggi pada akhirnya mendorong investor untuk beralih dari aset berisiko tinggi ke obligasi. Sementara itu, imbal hasil obligasi dan bunga tinggi dapat berdampak negatif ke perusahaan.

Sementara itu, indeks volatilitas CBOE naik di atas 21. Di sisi lain, bitcon sentuh posisi USD 52.000 untuk pertama kali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya