Imbal Hasil Obligasi AS Naik Picu Dana Investor Asing Keluar dari Pasar Modal

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro menuturkan, aliran dana investor asing keluar dari pasar modal Indonesia pada Maret 2021.

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Apr 2021, 19:56 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2021, 19:56 WIB
20151102-IHSG-Masih-Berkutat-di-Zona-Merah-Jakarta
Suasana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/11/2015). Pelemahan indeks BEI ini seiring dengan melemahnya laju bursa saham di kawasan Asia serta laporan kinerja emiten triwulan III yang melambat. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Analis memperkirakan dana investor asing kembali ke Amerika Serikat (AS) seiring kenaikan yield atau imbal hasil surat berharga AS (yield US treasury). Pada 26 Februari 2021, tercatat imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun naik menjadi 1,74 persen.

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro menuturkan, aliran dana investor asing keluar dari pasar modal Indonesia pada Maret 2021.

"Pada Maret, dana asing keluar dari pasar saham Rp2,4 triliun, asing juga keluar dari pasar obligasi Rp20 triliun dalam sebulan. Memang ada indikasi sedang ada peralihan aliran dana asing kembali ke Amerika dikarenakan ada potensi gain tambahan akibat tingginya kenaikan yield US treasury," tutur Nico, dilansir dari Antara, Senin (5/4/2021).

Nico menuturkan, dalam sebulan terakhir, imbal hasil (yield) obligasi AS dan imbal hasil surat berharga negara (SBN) sama-sama naik.

Imbal hasil obligasi AS 10 tahun naik 34 basis poin (bps) dari 1,4 persen pada 26 Februari 2021 menjadi 1,74 persen dalam sebulan.

Sedangkan imbal hasil SBN 10 tahun naik 14 bps dari 6,77 persen pada 26 Februari 2021 menjadi 6,92 persen dalam sebulan. "Tapi, karena yield US treasury naik begitu cepat, makanya spread jadi mengecil," kata Nico.

Dalam sebulan, selisih (spread) antara imbal hasil (yield) obligasi AS dan imbal hasil SBN menyempit 20 bps, dari sekitar 537 bps pada akhir Februari menjadi 518 bps pada akhir Maret.

Nico menilai, tren kenaikan imbal hasil yeld yang tengah naik ini tentu memberatkan pemerintah untuk membayar beban bunga.

"Makanya, selama sebulan ini pemerintah selalu tidak maksimal menyerap dana lelang karena memang pemerintah harus selektif dalam menyerap dana dari pelaksanaan lelang tersebut agar tidak terkena risiko beban bunga yang terlalu besar," tutur dia.

Ia menambahkan sebagian besar defisit APBN memang dominan akan dibiayai oleh penerbitan SBN, sedangkan sisanya dalam porsi yang lebih sedikit dibiayai oleh pinjaman utang dalam dan luar negeri.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Berat Terbitkan Obligasi dengan Imbal Hasil Lebih Tinggi

Sementara itu, Analis Bina Artha Sekuritas Nafan Aji menuturkan, jika imbal hasil obligasi RI naik, kewajiban untuk membayar bunga juga naik. Dalam kondisi tersebut, memang berat bagi Kementerian Keuangan untuk menerbitkan obligasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi.

"Mau tidak mau untuk menarik minat asing masuk ke obligasi RI, pemerintah mesti menerbitkan SUN dengan yield yang lebih tinggi. Supaya menjadi menarik," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya