Wall Street Perkasa Setelah Data Tenaga Kerja AS pada April 2021 Lesu

Penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 naik 0,7 persen menjadi 4.232,60, hingga sentuh rekor tertinggi.

oleh Agustina Melani diperbarui 08 Mei 2021, 06:10 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2021, 06:09 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melompat hingga menyentuh level rekor baru seiring data tenaga kerja yang mengecewakan. Dengan demikian, investor percaya kebijakan moneter yang longgar akan tetap dipertahankan dalam jangka panjang.

Beberapa investor juga menolak laporan tersebut sebagai gangguan yang tidak menandakan perlambatan dalam pemulihan ekonomi. Penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 naik 0,7 persen menjadi 4.232,60, hingga sentuh rekor tertinggi.

Indeks saham Dow Jones menguat 229,23 poin atau 0,7 persen ke posisi 34.777,76, dan sentuh rekor tertinggi. Demikian juga indeks saham Nasdaq yang melonjak 0,9 persen ke posisi 13.752,24.

Selama sepekan, indeks saham Dow Jones naik 2,7 persen. Indeks saham S&P 500 menguat 1,2 persen, sedangkan indeks saham Nasdaq turun 1,5 persen pada pekan ini.

Departemen tenaga kerja Amerika Serikat (AS) mengatakan data penggajian sektor non pertanian 266.000 pada April 2021. Angka ini di bawah prediksi ekonom sebanyak 1 juta.

Tingkat pengangguran meningkat 6,1 persen pada April 2021, angka ini lebih tinggi dari harapan 5,8 persen.

Sementara itu, investor bertaruh data tenaga kerja yang belum sesuai harapan dapat mendorong bank sentral AS atau the Federal Reserve tetap mempertahankan kebijakan moneter. Hal ini termasuk mempertahankan suku bunga dan program pembelian obligasi tetap dilakukan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Data Ekonomi yang Mengejutkan

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Saham emiten teknologi yang mendapat keuntungan dari suku bunga renda selama pandemi COVID-19 melonjak setelah rilis data. Saham Microsoft dan Tesla masing-masing naik lebih dari satu persen. Demikian juga Netflix, Alphabet dan Apple menguat.

Suku bunga yang tinggi paling banyak mempengaruhi pertumbuhan saham atau growth stock seiring mengurangi nilai pendapatan perusahana ke depan.

"The Fed akan merasakan beberapa pembenaran dalam keragu-raguan mereka untuk melakukan pengurangan," ujar Founder of Vital Knowledge, Adam Crisafulli seperti dilansir dari CNBC, Sabtu (8/5/2021).

Riset Bank of America baru-baru ini memperingatkan data ekonomi yang kuat dapat memukul saham, terutama saham teknologi, jika itu dapat menyebabkan bank sentral menarik kembali kebijakan moneter yang mudah.

Ada juga beberapa investor yang percaya kalau jumlah pekerjaan pada April tidak persis seperti yang terlihat.

"Itu adalah kejutan besar,” ujar Chief Economist Goldman Sachs, Jan Hatzius.

Ia melihat, setiap rilis data juga menyesuaikan dengan musiman sehingga berpotensi sumber kesalahan. Namun, angka pekerjaan yang mengecewakan memberikan kesegaran pada banyak ekonom yang memperkirakan lonjakan tajam dalam pertumbuhan pekerjaan. Ekonom Goldman Sachs memperkirakan total 1,3 juta pekerjaan telah ditambahkan pada April.

Prediksi Kuartal II

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Beberapa ekonom memperkirakan pertumbuhan dua digit pada kuartal saat ini setelah produk domestik bruto (PDB) naik 6,4 persen pada kuartal I 2021. Data yang lemah dapat menempatkan perkiraan tersebut pada risiko.

"Ini adalah pembacaan yang mengecewakan tentang penciptaan lapangan kerja dan mempertanyakan asumsi kuartal II 2021 akan meneruskan momentum positif yang ditetapkan pada awal tahun,” ujar Head of US Rate BMO Ian Lyngen.

Sementara itu, saham Roku menguat lebih dari 11 persen setelah perusahaan streaming tersebut mencatat kinerja melampaui harapan pada kuartal I 2021.

Roku membukukan laba yang disesuaikan sebesar 54 sen per saham dibandingkan perkiraan kerugian 13 sne per saham, berdasarkan data Refinitiv. Di sisi lain, pendapatan naik 79 persen dari tahun lalu dan melebihi harapan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya