Liputan6.com, Jakarta - Saudi Aramco mengumpulkan dana USD 6 miliar atau sekitar Rp 85,13 triliun dari penjualan sukuk dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS).
Saudi Aramco tersebut mencari dana untuk memenuhi dividen tahunan sebesar USD 75 miliar dan mengurangi beban utang yang membengkak setelah akuisisi raksasa bahan kimia lokal Sabic dan jatuhnya harga minyak tahun lalu. Demikian dilansir dari OilPrice.com, Senin (14/6/2021).
Dalam penerbitan sukuk tersebut, Aramco menempatkan dana USD 1 miliar dalam tenor tiga tahun, USD 2 miliar dalam lima tahun, dan USD 3 miliar untuk tenor 10 tahun. Obligasi tersebut mendapatkan peringkat A1 dari lembaga pemeringkat Moody’s dengan prospek negatif.
Advertisement
Baca Juga
"Perusahaan telah menunjukkan komitmen kuat untuk membayar USD 75 miliar dalam bentuk dividen tahunan, yang menurut pandangan Moody’s tidak berkelanjutan jika harga minyak turun dan tetap secara signifikan harga minyak di bawah USD 60 per barel,” tulis Moody’s.
Saudi Aramco dilaporkan sangat aktif di pasar utang dalam beberapa bulan terakhir setelah krisis tahun lalu mengurangi keuntungannya. Aramco juga mencari pembiayaan kembali pinjaman sebanyak SUD 10 miliar yang diperoleh pada enam tahun lalu.
Pada saat yang sama, Saudi Aramco terus menjanjikan dividen tahunan sebesar USD 75 miliar kepada pemegang saham terbesar adalah Kerajaan Arab Saudi dengan lebih dari 98 persen.
Selama dua tahun terakhir, tingkat utang Saudi Aramco telah melonjak hampir empat kali lipat karena raksasa minyak itu membiayai kesepakatan Sabic. Kemudian harga minyak yang tertekan memukul pendapatan dan keuntungannya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Saudi Aramco Raih Kesepakatan Infrastruktur
Sebelumnya, Saudi Aramco menyetujui kesepakatan penyewaan kembali jaringan pipa senilai USD 12,4 miliar atau sekitar Rp 180,83 triliun (asumsi kurs Rp 14.583 per dolar AS) dengan konsorsium yang dipimpin oleh EIG Global Energy Partners. Kesepakatan itu termasuk menjual 49 persen saham dalam jaringan pipa konsorsium yang dipimpin oleh EIG Global Energy Partners.
Kesepakatan tersebut menjadi salah satu transaksi infrastruktur energi terbesar. Selain itu juga kesepakatan terbessar sejak Saudi Aramco gelar penawaran saham perdana senilai USD 29,4 miliar pada akhir 2019. Demikian mengutip Channel News Asia.
Dalam sebuah pernyataan, transaksi tersebut kelanjutan dari strategi Aramco untuk membuka potensi basis asetnya dan memaksimalkan nilai bagi pemegang saham.
Unit baru yang bernama Aramco Oil Pipelines Company akan menyewakan hak penggunaan di jaringan pipa minyak mentah Aramco untuk jangka waktu 25 tahun.
Sebagai imbalannya, Aramco Oil Pipelines Company akan menerima tarif yang harus dibayar oleh Aramco untuk minyak mentah melalui jaringan didukung oleh komitmen volume minimum.
Saudi Aramco akan memegang 51 persen saham mayoritas di perusahaan baru dan konsorsium yang dipimpin EIG akan memegang 49 persen saham.
Raksasa minyak Saudi itu mengatakan akan mempertahankan kepemilikan penuh dan kontrol operasional jaringan pipa minyak mentahnya yang stabil dan transaksi tersebut tidak akan memberlakukan pembatasan apa pun pada volume produksi minyak mentah Aramco yang sebenarnya.
“Transaksi penting ini menentukan jalan ke depan untuk program pengoptimalan portofolio kami,” ujar Presiden Aramco Amin Nasser, dilansir dari Arab Newas.
Ia menambahkan, pihaknya memanfaatkan peluang baru secara strategis sejalan dengan program Shareek. “Struktur permodalan yang kuat akan semakin ditingkatkan dengan transaksi ini, yang pada gilirannya akan membantu memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham kami,” ujar dia.
Bank HSBC Plc bertindak sebagai penasihat keuangan untuk EIG sehubungan dengan transaksi tersebut.
Adapun EIG adalah investor institusi terkemuka untuk sektor energi global dengan dana kelolaa USD 22 miliar per 31 Desember 2020. EIG memiliki spesialisasi dalam investasi swasta energi dan infrastruktur terkait energi secara global.
Advertisement
Saudi Aramco Bagi Dividen
Sebelumnya, Perusahaan raksasa minyak Saudi Aramco melaporkan penurunan laba 44,43 persen sepanjang 2020. Akan tetapi, perseroan menyebutkan tetap mempertahankan pembayaran dividen USD 75 miliar.
Saudi Aramco melaporkan laba bersih sebesar USD 49 miliar pada 2020, turun 44,43 persen dari periode saham tahun sebelumnya USD 88,19 miliar.
“Satu tahun paling menantang dalam sejarah baru-baru ini. Aramco menunjukkan proposisi nilai uniknya melalui kinerja keuangan dan operasionalnya cukup besar,” ujar Chief Executive Saudi Aramco, Amin Nasser dalam pernyataan dilansir dari CNBC, MInggu, 21 Maret 2021.
Aramco mengatakan, pendapatan dipengaruhi oleh penurunan harga minyak mentah dan volume penjualan serta melemahnya margin penyulingan dan bahan kimia.
Saudi Aramco juga memangkas belanja modal menjadi USD 35 miliar atau sekitar Rp 505,41 triliun (asumsi kurs Rp 14.440 per dolar AS) dari sebelumnya USD 40 miliar-USD 45 miliar.
Selain itu, perseroan kantongas kas menjadi USD 49 miliar atau turun hampir 40 persen. Meski demikian, Aramco juga tetap mengumumkan pembayaran dividen USD 75 miliar pada 2020 meski ada kekhawatiran akan menambah utang untuk mempertahankannya.
“Ke depan, strategi jangka panjang kami untuk mengoptimalkan portofolio minyak dan gas. Kami berada di jalur yang tepat dan seiring membaiknya kondisi makro kami melihat peningkatan permintaan di Asa dan tanda-tanda positif di tempat lain,” ujar dia.
Saham perusahaan minyak global cenderung tertekan imbas COVID-19. Saham Royal Dutch Shell dan BP turun ke posisi terendah pada 2020. Sementara itu, Exxon Mobile, perusahaan energi AS terbesar mencatat kerugian tahunan pertamanya.