Revisi Peraturan BEI Terkait Pencatatan Belum Selesai, Free Float 7,5 Persen Masih Berlaku

OJK sedang menyusun RPOJK terkait pelaksanaan penawaran umum dengan perusahaan yang menerapkan multiple voting shares (MVS) atau Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM)

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Jun 2021, 11:49 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2021, 11:48 WIB
FOTO: Jelang Tutup, Nilai Perdagangan Saham Lebih dari Rp 7,7 Triliun
Pialang memantau jalannya perdagangan saham di galeri Profindo Sekuritas, Jakarta, Rabu (8/7/2020). Sembilan sektor tercatat berkinerja baik dipimpin sektor finance yang melonjak 3,76 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) masih terus menggodok aturan baru untuk mengakomodir penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) perusahaan rintisan atau startup. Adapun aturan itu nantinya akan tertuang dalam Revisi Peraturan Bursa No I-A terkait pencatatan saham dan efek bersifat ekuitas.

Sementara menunggu finalisasi revisi Peraturan BEI No I-A, ketentuan sebelumnya, termasuk mengenai free float 7,5 persen masih berlaku.

"Pengaturan saat ini, bahwa minimum persentase saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dan pemegang saham utama ditentukan tergantung dari besaran nilai ekuitas suatu perusahaan,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada awak media, ditulis Jumat (18/6/2021).

Adapun hal itu diatur dengan nilai ekuitas secara berjenjang. Mulai kurang dari Rp 500 miliar, Rp 500 miliar hingga Rp 2 triliun, dan lebih dari Rp 2 triliun. Sehingga minimum persentase besaran yang harus dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama adalah sebesar 20 persen, 15 persen, dan 10 persen.

Nyoman menambahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun RPOJK terkait pelaksanaan penawaran umum dengan perusahaan yang menerapkan multiple voting shares (MVS) atau Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM). Terkait itu, Nyoman mengatakan BEI turut memberikan tanggapan dan masukan atas RPOJK SHSM.

"Seiring dengan proses penyusunan RPOJK SHSM, tentunya apabila diperlukan, BEI akan merancang pengaturan pelaksana untuk RPOJK tersebut terkait hal-hal teknis seperti pengaturan pencatatan dan perdagangan,” kata dia.

Mengacu pada RPOJK yang sudah dapat diakses oleh publik melalui situs OJK, pihak-pihak yang nantinya dapat memperoleh Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM) akan diatur lebih lanjut pada Anggaran Dasar perusahaan. Pada RPOJK tersebut juga diusulkan untuk para pemegang SHSM bertindak secara kolektif sebagai sesama pemegang SHSM selama penerapan masih berlangsung di Perseroan.

Hak suara efektif yang diperoleh oleh kelompok pemegang SHSM, nantinya diatur berdasarkan nilai persentase yang dimiliki sesuai dengan ketentuan pada Pasal 7 RPOJK tersebut dengan rancangan hak suara SHSM secara efektif berada diantara nilai 50 persen - 89,9 persen  dengan kepemilikan setara 2,5 persen - 47,3 persen.

Namun demikian, untuk tetap memperhatikan aspek good corporate governance berjalan dengan baik di Perseroan, RPOJK tersebut juga mengatur beberapa klausula terkait sunset provision. Serta aturan seperti beberapa agenda mata acara RUPS yang memerlukan pemungutan hak suara setara.

"Karena sifatnya masih berupa rancangan peraturan, maka klausula dan isi atas peraturan tersebut masih dimungkinkan untuk berubah. RPOJK terkait SHSM masih terbuka bagi masyarakat umum, khususnya stakeholder pasar modal untuk memberikan tanggapan dan masukan atas RPOJK tersebut sampai dengan tanggal 21 Juni 2021,” pungkas Nyoman.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

5 Syarat Alternatif Pencatatan di Papan Utama

Pembukaan-Saham
Pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mempersiapkan alternatif aturan baru untuk mengakomodir perusahaan rintisan (startup) unicorn untuk melantai di papan utama. Alternatif aturan tersebut akan termaktub dalam revisi Peraturan Bursa I-A.

Secara garis besar, aturan yang diubah yakni terkait  persyaratan yang mewajibkan calon perusahaan tercatat untuk sudah membukukan laba usaha, paling tidak dalam kurun satu tahun terakhir untuk dapat tercatat di papan utama. 

Sementara, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan aturan tersebut tidak fit dengan karakteristik perusahaan yang terus berkembang belakangan, termasuk namun tidak terbatas kepada tech companies. 

Misalnya, perusahaan yang karakteristiknya masih fokus meningkatkan market share atau pangsa pasar dan belum laba, tetapi valuasinya besar dan berpotensi untuk jadi salah satu biggest fund raiser di pasar modal Indonesia. 

"Melalui peraturan I-A revisian ini nantinya Bursa akan memperkenalkan 5 (lima) alternatif persyaratan sebagai pintu untuk tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan. Dengan demikian, kami berharap peraturan ini lebih akomodatif bagi berbagai jenis industri di tanah air,” ujar Nyoman kepada awak media, ditulis Rabu (16/6/2021).

Saat ini BEI mempersyaratkan antara nilai minimum Net Tangible Asset (NTA) sebesar Rp 100 miliar sebagai persyaratan pencatatan di papan utama.

"Dalam rancangan Peraturan Bursa I-A yang sedang dalam proses revisi, kami melakukan penyesuaian pengaturan sehingga Calon Perusahaan Tercatat, termasuk unicorn, dapat menggunakan 5 alternatif persyaratan,” kata Nyoman.

5 Persyaratan

IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Suasana di salah satu ruangan di kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Sebelumnya, Perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2017 ditutup pada level 6.355,65 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lima persyaratan tersebut yaitu:

1. Net Tangible Asset dan Laba Usaha

2. Agregat Laba Sebelum Pajak 2 tahun terakhir dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

3. Pendapatan dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

4. Total Aset dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

5. Operating Cashflow Kumulatif 2 tahun terakhir dan Nilai Kapitalisasi Pasar.

"Alternatif-alternatif persyaratan tersebut kita sesuaikan dengan best practice yang diterapkan di Bursa lain dan harapan kami tentunya dapat membuka kesempatan yang lebih lebar bagi perusahaan-perusahaan Indonesia untuk dapat tercatat di Bursa Efek Indonesia, dengan tetap mempertahankan kualitas perusahaan yang eligible untuk tercatat di Papan Utama,” pungkas Nyoman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya