Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah saham emiten bank mencatatkan lonjakan sepanjang tahun 2021. Bahkan kenaikan harga saham emiten bank tersebut ada yang mencapai ribuan persen. Analis sentimen isu bank digital mewarnai harga saham emiten bank.
Mengutip data RTI, sepanjang tahun berjalan 2021, saham emiten PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) naik 2.793,20 persen ke posisi Rp 2.980 per saham. Saham BANK berada di posisi tertinggi Rp 3.900 dan terendah Rp 139 per saham. Total frekuensi perdagangan mencapai 1.076.950 kali dengan nilai transaksi Rp 13,8 triliun.
Disusul saham PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) yang menguat 544 persen ke posisi Rp 322 per saham. Saham BABP berada di posisi tertinggi Rp 450 dan terendah Rp 50 per saham. Total frekuensi perdagangan 2.293.588 kali dengan nilai transaksi Rp 7,3 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Selanjutnya ada saham PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA). Saham BINA melambung 346,38 persen ke posisi Rp 3.080 per saham. Saham BINA berada di posisi tertinggi Rp 3.080 dan terendah Rp 685 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 96.363 kali dengan nilai transaksi Rp 750,9 miliar.
Kenaikan harga saham emiten bank di atas kinerja IHSG. Sementara itu, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,47 persen secara year to date (ytd). IHSG berada di posisi 6.007 pada penutupan perdagangan Jumat, 18 Juni 2021.
Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Maximilianus Nico Demus menuturkan, isu bank digital menjadi salah satu pendorong kenaikan harga saham sejumlah bank. Apalagi kabar sejumlah bank yang akan mengembangkan bank digital seperti BCA.
"Bank-bank kecil yang digosipkan jadi bank digital membuat saham bank alami kenaikan. Tetapi apakah bank itu mempunyai ekosistem yang dimiliki ARTO (Bank Jago), tokopedia dan gojek,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (20/6/2021).
Oleh karena itu, Nico mengingatkan investor hati-hati masuk ke saham emiten bank. Hal ini terutama melihat faktor fundamental dan kapasitas bank untuk mengembangkan bank digital.
"Pelaku pasar harus pintar memilah. Perhatikan kebenaran beritanya. (Pelaku pasar-red) seperti sell on rumor,” kata dia.
Ia menambahkan, pelaku pasar juga perlu memperhatikan fundamental bank untuk mampu menjadi bank digital. Menurut dia, membangun ekosistem untuk bank digital tidak mudah. Ia menilai tidak semua perbankan memiliki kapasitas untuk mengembangkan bank digital karena mempertimbangkan ekosistem.
"Potensi dan kapasitas. Apakah bisa semudah itu tanpa ada ekosistem. Membangun sistem secara digital untuk bank itu tidak mudah,” kata dia.
Nico memprediksi, isu bank digital masih akan mempengaruhi pergerakan harga saham emiten bank terutama bank mini hingga akhir tahun. Apalagi dengan perkembangan infrastruktur teknologi, menurut Nico akan mendukung sektor perbankan. Meski demikian, ia memilih saham bank untuk dicermati pelaku pasar. Salah satunya saham PT Bank Jago Tbk (ARTO).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Imbas Reaksi Pasar
Sementara itu, Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada menilai pasar bereaksi berlebihan terhadap rencana para bank mini untuk bertransformasi ke digital.
"Karena mungkin sekarang eranya era digital, jadi ketika ada embel-embel digital langsung direspons, yang responnya berlebihan,” kata dia kepada Liputan6.com.
Reza menyoroti konsep digital yang ditawarkan bank-bank mini itu. Sebab, beberapa bank konvensional lainnya diproyeksikan juga akan bergerak ke arah layanan yang berbasis digital. Seperti dapat melakukan berbagai transaksi perbankan secara mobile atau digital.
"Kalau yang dimaksud digital adalah buka rekening bisa via handphone, transaksi tidak perlu ke bank dan hanya bisa via handphone, dan sejenisnya, itu sudah biasa. Dan akan menjadi biasa ke depannya,” kata Reza.
Advertisement