Catatan Fitch Solutions untuk Pasar Farmasi dan Sektor Kesehatan di RI

Dalam laporan Fitch Solutions bertajuk Indonesia Pharmaceutial & Healthcare Report Include 10-year forecasts to 2030, penyakit tidak menular meningkat di Indonesia.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Jun 2021, 12:15 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2021, 12:15 WIB
Ilustrasi obat kanker/dok. Unsplash Myriam
Ilustrasi obat kanker/dok. Unsplash Myriam

Liputan6.com, Jakarta - Fitch Solutions menyatakan, perusahaan farmasi multinasional mendominasi sektor obat paten di Indonesia dengan perusahaan seperti Merck and Co, Sanofi dan Novartis berperan aktif melalui anak perusahaan mereka.

Perubahan aturan kepemilikan asing di Indonesia meningkat dari 75 persen menjadi 100 persen, berarti perusahaan farmasi internasional mencari mitra regional dan target akuisisi untuk basis manufaktur lokal.

Hal ini telah meningkatkan akses modal bagi produsen di seluruh wilayah sebagai investor melihat "masuk lebih awal" di antara fasilitas terbaik sebelum putaran konsolidasi potensial dan peningkatan minat dari perusahaan farmasi multinasional.

Pasar farmasi Indonesia termasuk yang terbesar di Asia Tenggara hanya mencapai Rp 110,6 triliun pada 2020. Farmasi saat ini menyumbang 21,1 persen dari total pengeluaran perawatan kesehatan. Diperkirakan farmasi menyumbang 24,3 persen hingga 2030.

Setelah menyumbang 87 persen untuk pasar resep dan 66,6 persen di sektor farmasi yang lebih luas pada 2020, obat generik akan tetap menjadi primadona di dalam negeri mengingat daya beli rendah.

Pengeluaran untuk perawatan kesehatan mencapai Rp 524,7 triliun pada 2020, mewakili 3,4 persen dari produk domestick bruto (PDB) dan USD 132 per kapita. Pengeluaran pemerintah telah menjadi pendorong sektor secara keseluruhan karena peluncuran layanan kesehatan universal yang berkelanjutan.

Akibat dari pertumbuhan pesat, belanja publik untuk perawatan kesehatan akan mengambil alih sebagai sumber pembiayaan yang dominan mencapai 59,5 persen pada 2025. Fitch Solutions memandang, Indonesia telah membuat kemajuan di bidang kesehatan sejak 1990, meningkatkan harapan hidup hingga delapan tahun dan menurunkan tingkat beban kesehatan dan penyakit menular seperti diare dan TBC.

"Namun, negara ini menghadapi pertumbuhan dan mahal dari gelombang ancaman kesehatan dari penyakit jantung, diabetes dan penyakit tidak menular lainnya, berdasarkan studi baru," tulis Fitch Solutions, Jumat (25/6/2021).

Dalam laporan Fitch Solutions bertajuk Indonesia Pharmaceutial & Healthcare Report Include 10-year forecasts to 2030, penyakit tidak menular meningkat di Indonesia. Tingkat penyakit kardiovaskular dan diabetes naik dalam 25 tahun terakhir.

“Peningkatan ini telah didorong oleh pola makan yang buruk, tekanan darah tinggi, gula darah tinggi dan penggunaan tembakau sekarang menjadi faktor risiko utama di Indonesia,” tulis Fitch Solutions.

Berikut sejumlah rangkuman terkait sektor kesehatan di Indonesia yang dilansir dari laporan Fitch Solutions.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Sektor Perawatan Kesehatan

FOTO: Puskesmas Cinere Tes PCR Warga yang Pernah Berhubungan dengan Pasien COVID-19
Paramedis melakukan kegiatan testing PCR kepada warga yang pernah berhubungan dengan pasien positif COVID-19 di Puskesmas Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/6/2021). Testing setelah tracing dilakukan kepada puluhan warga untuk meminimalisir penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sistem kesehatan Indonesia terdesentralisasi dan terorganisir di beberapa tingkatan, termasuk provinsi, kabupaten yang sebagian besar bertanggung atas penyediaan layanan primer, distribusi obat dan pengendalian penyakit, serta kecamatan.

Setiap kecamatan dilayani oleh setidaknya satu puskesmas dijalankan oleh dokter dan beberapa sub pusat, biasanya dikelola oleh perawat. Sebagian besar pusat memiliki unit layanan bergerak.

Di tingkat desa, pelayanan pencegahan diberikan oleh Posyandu. Bidan yang dipekerjakan oleh layanan tersebut terutama difokuskan pada peningkatan kesehatan ibu dan anak.

Kementerian Kesehatan tetap memegang kendali pusat atas ketentuan tersebut sekaligus menentukan kebijakan kesehatan nasional dan mengawasi program kesehatan nasional. Hal itu dilaksanakan bertujuan untuk mengatur layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah daerah, provinsi dan pusat menjadi tiga tingkat utama.

Penelitian dan Pengembangan

Ilustrasi riset, penelitian, peneliti, ilmuwan
Ilustrasi riset, penelitian, peneliti, ilmuwan. Kredit: Michal Jarmoluk via Pixabay

Kegiatan riset dan pengembangan di Indonesia terbatas biasanya untuk proses produksi baru, kontrol kualitas dan penambahan produk baru lini obat generik. Menurut UNESCO, hanya ada 93 peneliti per 1 juta penduduk, dan pemerintah menghabiskan hanya 0,08 persen dari PDB negara itu untuk penelitian.

“Kurangnya basis penelitian di negara ini sebagian disebabkan oleh kelangkaan sumber daya keuangan, sebagian besar perusahaan lokal tetapi juga karena lingkungan kekayaan intelektual di bawah standar yang memungkinkan berkembangnya aktivitas obat palsu,” tulis Fitch Solutions.

Namun, beberapa perusahaan asing ingin ekspansi ke negara tersebut, fokus pada kolaborasi lokal.

Uji Klinis

Ilustrasi Ilmuwan, Peneliti, Penelitian, Laboratorium
Ilustrasi Ilmuwan, Peneliti, Penelitian, Laboratorium - Kredit: Freepik

Jumlah uji klinis di Indonesia sangat kecil meskipun ukuran dan pasar dan populasi besar. Perusahaan farmasi multinasional yang saat ini aktif melakukan uji coba di negara tersebut termasuk Boehringer Ingelheim dan Janssen.

Rendahnya uji coba berasal dari sektor penelitian klinis yang kurang berkembang, sebagian karena faktor geografis dan budaya. Ini mengurangi mitigasi yang ada di Indonesia termasuk populasi pasien besar dan penyakit terus bertambah.

Selain itu, semua uji klinis yang dilakukan di dalam negeri harus mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Epideomiologi

Ilustrasi kanker darah
Ilustrasi kanker darah (Sumber: PIxabay)

Indonesia terus mengalami transisi epidemiologi karena beban penyakit menular menurun, sementara beban penyakit tidak menular meningkat. Transisi epidemiologi ini telah mengakibatkan kontribusi penyakit tidak menular sebagian besar terhadap beban keuangan. Penyakit itu seperti diabetes, kanker dan kardiovaskular.

Diabetes juga disumbang dari adopsi gaya hidup modern oleh kelas menengah Indonesia dan populasi yang menua. Hal itu menjadi faktor utama kenaikan penyakit diabetes. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), prevalensi diabetes pada orang dewasa 6,2 persen pada 2020 yang merupakan salah satu tertinggi di Asia Tenggara dan terus meningkat. Peningkatan ini sebagian disumbangkan karena lebih banyak duduk.

Gaya hidup dan juga konsumsi nasi putih yang dikaitkan dengan risiko diabetes yang tinggi. Selain itu, jumlah pasien diabetes yang tidak terdiagnosis tetap menjadi tantangan penting di Indonesia dengan perkiraan IDF ada hampir 10,7 juta orang dewasa pada 2020. Indonesia memiliki beberapa program manajemen diabetes.

"Namun, kurangnya kerangka kerja manajemen kinerja secara keseluruhan untuk pelacakan dan pemantauan kemajuan inisiatif ini mempersulit pemerintah untuk menilai dampak dari program dan intervensi yang sedang berlangsung,” tulis Fitch.

Kanker juga turut menyumbang terhadap sektor kesehatan di Indonesia. Jumlah kasus kanker baru di Indonesia akan meningkat paling signifikan di antara mereka berusia di bawah 65 tahun, dan didominasi perempuan.

Di antara pria, kanker utama adalah kanker paru-paru, kanker prostat dan hati. Bagi Wanita, kanker paling umum adalah kanker payudara, disusul kanker serviks, kanker colorectal dan ovarium.

Selain kanker, penyakit jantung juga menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Seiring dengan diabetes, penyakit kardiovaskular mewakili hampir 50 persen dari jumlah kematian tahunan di Indonesia.

"Yang menarik adalah fakta orang Indonesia menderita penyakit kardiovaskular, kondisinya cenderung relatif lebih muda, dibandingkan penderita penyakit jantung di Eropa,” kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya