Bermula dari Modal Rp 80 Ribu, Bukalapak Ingin Berdayakan UMKM Melalui Teknologi

Dengan modal minim, Pendiri Bukalapak ingin memberdayakan UMKM lewat teknologi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 09 Jul 2021, 12:34 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2021, 12:34 WIB
Ilustrasi belanja online, ecommerce, e-commerce, toko online
Ilustrasi belanja online, ecommerce, e-commerce, toko online. Kredit: athree23 via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - PT Bukalapak.com Tbk, atau umum dikenal dengan Bukalapak berkomitmen untuk mewujudkan keadilan ekonomi untuk seluruh masyarakat Indonesia. Utamanya untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). Sektor tersebut menjadi salah satu penggerak terbesar ekonomi dalam negeri.

Dengan modal minim, hanya Rp 80 ribu, Presiden Direktur Bukalapak, Muhammad Rachmat Kaimuddin mengatakan, pendiri Bukalapak bermimpi untuk berdayakan UMKM lewat teknologi.

“Modal Rp 80.000, kami bermimpi untuk memberdayakan UMKM lewat teknologi. kami mimpi setiap orang punya akses jual beli yang adil dan merata. Kami ingin bantu terciptanya ‘a fair economy for all’,” kenang Rachmat dalam paparan publik, Jumat (9/7/2021).

Namun begitu, Rachmat menyadari masalah yang dihadapi UMKM Indonesia itu sangatlah kompleks dan beragam. Banyak UMKM yang sulit untuk berkembang karena tidak memiliki akses terhadap permodalan dan layanan jasa keuangan.

Selain itu, terdapat kendala logistik dan infrastruktur yang sering dihadapi oleh UMKM, terutama di luar kota-kota besar yang membuat akses terhadap pasar pelanggan dan supply tidak merata.

UMKM juga masih banyak yang belum tersentuh teknologi dan sistem manajemen yang modern sehingga masih harus menjalankan usahanya secara tradisional.

"Inilah masalah yang ingin kami pecahkan dan tantangan yang ingin kami atasi. Bagaimana membuat teknologi yang dapat mendorong UMKM naik kelas dan membantu melayani masyarakat yang saat ini belum terlayani,” kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Solusi Belum Merata

Bukalapak.
Bukalapak.

Adapun solusi yang pertama kali dikembangkan adalah online marketplace atau pasar online. Layanan ini memungkinkan kegiatan transaksi jual beli dengan jangkauan yang lebih aman dan luas. Namun, dalam implementasinya, solusi ini juga belum bisa dilakukan secara merata. Transaksi hanya didominasi oleh kota-kota besar tanah air.

"Ternyata 70 persen nilai transaksi ecommerce datang dari 5 kota besar di Indonesia, atau tier-I cities. Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan Semarang. Padahal jumlah  penduduk di kota-kota tier-I tersebut 10 persen dari penduduk Indonesia. Berarti 90 persen penduduk Indonesia di luar kota tiruan ini hanya melakukan 30 dari nilai transaksi,” beber Rachmat.

Hal ini menjadi tantangan selanjutnya bagi Bukalapak untuk menjembatani antara online dan offline. Solusi kemudian mengerucut pada penggunaan salah satu kearifan lokal,Warung. Bagi sebagian besar masyarakat di luar kota besar, tempat ini dinilai aman untuk bertransaksi.

"Beberapa tahun yang lalu kami menciptakan Mitra Bukalapak, aplikasi yang kami buat untuk usaha ritel offline dengan tujuan supaya warung bisa naik kelas dan menjadi usaha ritel modern," tutur dia.

Menariknya, program pedagang yang bergabung sebagai mitra Bukalapak ini tidak hanya menyediakan barang fisik. Namun, hal itu juga bisa jual produk virtual, seperti pulsa, token listrik, game voucher, tagihan, serta pembayaran ecommerce seperti Bukalapak, dan sebagainya.

Program ini juga menerapkan sistem manajemen supply chain yang baik. Para mitra bisa mendapatkan suplai barang secara teratur mudah dan lancar.

Mitra Bukalapak  juga bisa mendapatkan harga yang baik karena pembelian dilakukan secara terpusat untuk ribuan gerai sekaligus ritel modern yang mengadopsi teknologi dengan  pencatatan transaksi dapat dilakukan secara digital.

"Dan modern sering membeli tempat penyediaan jasa lain selain jual beli Jasa Keuangan ATM tempat beli paket laundry, dan lain sebagainya,” pungkas Rachmat.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya