Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat peningkatan investasi berkelanjutan di pasar modal Indonesia. Hingga akhir 2020, BEI mencatat total dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) mencapai Rp 3,06 triliun. Sementara hingga semester I 2021, total dana kelolaan sudah mencapai Rp 2,54 triliun.
Pada saat bersamaan, peningkatan juga terjadi pada aset yang underline-nya adalah emiten dengan praktik ESG yang baik. Jumlah reksa dana dan ETF yang underline nya adalah indeks berbasis emiten ESG, juga meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir.
"Saat ini tidak kurang ada 15 pilihan reksa dana dan ETF dengan asset under management yang bahkan di akhir tahun lalu sempat melampaui angka Rp 3 triliun," kata Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi dalam Emiten Expose 2021 - Prospek Cerah Emiten Peduli ESG, Selasa (27/7/2021).
Advertisement
Hasan menuturkan, hal itu merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 51/2017 tentang pelaksanaan kewajiban laporan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik (POJK Keuangan Berkelanjutan).
"Indonesia cukup beruntung karena OJK kita menjadi salah satu otoritas dari sedikit otoritas yang memilih untuk mewajibkan pengungkapan laporan berkelanjutan kepada para pelaku di industri jasa keuangan," kata dia.
Dengan ada beleid itu, semakin banyak emiten yang akan mengungkapkan laporan keberlanjutan. Untuk kewajiban pada 2019 yang dilaporkan pada 2020, ada sebanyak 54 emiten. Namun, pada 2021, bertambah signifikan menjadi 135 emiten telah mengungkapkan laporan keberlanjutannya.
"Di 2019 yang laporannya di 2020, itu ada 54 saja emiten yang baru menerbitkan laporan berkelanjutan. Tapi tahun ini kita mencatat kenaikan lebih dari 150 persen di mana sudah 135 emiten yang sudah memenuhi kewajiban pelaporan berkelanjutan ini,” ungkap Hasan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Delapan Prinsip
Adapun laporan ini memiliki delapan prinsip. Pertama, investasi bertanggung jawab, strategi dan praktik bisnis berkelanjutan, pengelolaan risiko sosial dan lingkungan hidup, tata kelola. Kemudian komunikasi yang informatif, inklusif, pengembangan sektor unggulan prioritas, serta koordinasi dan kolaborasi.
"Laporan ini memiliki guidance yang cukup baik dengan 8 prinsip yang di ke depankan. Sehingga masing-masing tentu harus melakukan pengungkapan atas 8 prinsip dan faktor-faktor yang terkait di dalamnya,” kata Hasan.
Penerapan laporan berkelanjutan untuk perusahaan tercatat di Bursa dilakukan secara bertahap. Hasan menuturkan, untuk bank besar, BUKU 4, BUKU 4 dan Bank Asing kewajibannya sudah dilakukan di 2019. Sehingga laporannya sudah terbit 2020.
"Berikutnya BUKU 1 dan BUKU 2 serta emiten besar dengan aset di atas Rp 250 miliar, pengungkapannya harus dilakukan untuk tahun fiskal 2020. Jadi di tahun ini harus dilakukan,” ujar Hasan.
Selanjutnya pada 2022, yang akan dilaporkan pada 2023 yakni untuk emiten sedang dengan aset antara Rp 50 sampai Rp 250 miliar. Pada 2024 yang dilaporkan pada 2025 itu untuk emiten-emiten kecil. "Jadi pada saatnya pengungkapan ini tentu menjadi mandatory,” pungkas dia.
Advertisement