BEI Gelar Studi IPO Memakai Skema SPAC

BEI juga memperhatikan untuk perbandingan penerapan SPAC di bursa lainnya.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 28 Jul 2021, 22:28 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2021, 22:27 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Pada hari ini, IHSG melemah pada penutupan sesi pertama menyusul perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana untuk mengakselerasi total perusahaan tercatat. Jika selama ini penambahan perusahaan tercatat dilakukan secara konvensional, yakni mengembangkan perusahaan terlebih dahulu baru dicatatkan di Bursa, ke depan tak menutup kemungkinan Bursa akan mengadopsi skema Special Purpose Acquisition Company (SPAC).

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, semakin banyak perusahaan yang tercatat di Bursa, semakin besar pula kontribusinya untuk pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

"Dalam rangka mempercepat itu, kita akan coba cara lain. Sehingga nanti bisa meningkatkan total perusahaan tercatat,” ujar Nyoman dalam Edukasi Wartawan terkait IPO Unicorn, Rabu (28/7/2021).

Saat ini, Bursa tengah melakukan kajian terkait opsi tersebut. Termasuk melakukan studi apakah SPAC ini nantinya berbadan hukum asing atau Indonesia. “Apakah akan berbadan hukum asing Indonesia tentu ini masih dalam studi,” kata Nyoman.

Dalam studi dimaksud, Bursa juga memperhatikan komparasi penerapan SPAC di Bursa lain di luar negeri. Selain itu, kajian juga dilakukan terkait infrastruktur SPAC, seperti peraturan untuk implementasinya.

“Infrastruktur berupa peraturan-peraturan apa yang kita petekan lagi. Mana saja yang berhubungan dengan SPAC ini perlu dirubah atau tidak. Baik itu dalam skala undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya,” imbuhnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Konsep SPAC

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG menguat 0,34 persen atau 21 poin ke level 6.296 pada penutupan perdagangan Senin (13/1) sore ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam kesempatan ini, Nyoman juga menjelaskan konsep dari SPAC. Secara garis besar, SPAC ini memungkinkan sejumlah stakeholder (sponsor) membentuk perusahaan kosong yang belum memiliki bisnis model. Perusahaan ini akan mengakuisisi perusahaan lain sesuai dengan prospektus IPO yang telah disetujui.

"Kalau SPAC ini bentuknya itu berupa shell (cangkang) saja dulu. Di dalamnya itu belum ada isinya, belum ada perusahaannya, bisnisnya belum ada. Perusahaan kosong tersebut kemudian menerbitkan prospektus yang berisi rencana akuisisi perusahaan lain, yang nantinya menjadi isi dari cangkang yang telah disiapkan tadi," ujar dia.

Dalam prospektus yang diajukan SPAC harus menyampaikan model bisnis yang akan diakuisisi. "Mereka akan jelaskan jenis atau model bisnis apa yang akan mereka akuisisi. Macam-macam tergantung keahlian sponsor, ada IT, e-commerce, perbankan, namun harus muncul di prospektus. Akhirnya prospektus diterbitkan dan disetujui, shell company itu sudah bisa mengumpulkan dana,” ia menambahkan.

Nyoman menekankan prospektus tersebut belum memiliki kegiatan operasional yang nyata. “Belum ada kegiatan operasi di dalamnya baru janji-janji saja,” imbuhnya.

Setelah disetujui, Perusahaan diberikan waktu 24 bulan atau 2 tahun untuk melakukan akuisisi sesuai prospektus, guna mengisi kekosongan tadi.

Sebagai gambaran, jika dalam prospektusnya disebutkan akan mengakuisisi perusahaan ecommerce, perusahaan kosong harus melakukan akuisisi ecommerce. Dari prospektus tersebut, investor memiliki bayangan mengenai perusahaan yang akan diakuisisi, meski tak tahu persis perusahaan ecommerce mana yang akan diakuisisi.

"Setelah dapatkan targetnya, perusahaan itu akan dimasukkan (dalam perusahaan kosong/cangkang tadi), dan ini yang akan tercatat… Kalau dalam 2 tahun nggak dapet perusahaannya, uangnya dari investor dibalikin,” terang Nyoman.

"Jadi itu menambah begitu menambah jumlah perusahaan tercatat dengan cara konvensional, buat dulu perusahaan ada bisnisnya baru IPO. Kalau ini boleh shell nya dibangun dulu,” imbuhnya.

Sebagai perbandingan, Nyoman mengatakan 70 persen dari total IPO di Bursa AS berasa dari SPAC. BEI juga tak menutup kemungkinan untuk mengadopsi skema ini untuk mengakselerasi jumlah perusahaan tercatat di dalam negeri.

"Jadi kalau mau investasi di SPAC, perhatikan sponsornya. Sponsor ini adalah orang-orang yang prominent di bidangnya… Inilah yang nanti mendirect keberhasilan SPAC," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya