BNI Terbitkan Obligasi Global Setara Rp 8,56 Triliun

BNI menerbitkan obligasi global berbentuk perpetual bond akan digunakan untuk menambah modal inti tambahan bank.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Sep 2021, 07:58 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2021, 07:57 WIB
Gedung BNI (Dok: BNI)
Gedung BNI (Dok: BNI)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk (BBNI) menawarkan instrumen obligasi global yang memiliki karakteristik modal,bersifat subordinasi, tidak memiliki jangka waktu, dan pembayaran distribusi (imbal hasil) tidak dapat diakumulasikan (perpetual non-cumulative subordinateddebt) atau Efek Modal AT-1 sebesar USD 600 juta atau setara Rp 8,56 triliun. 

Utang tersebut telah ditawarkan di luar Indonesia, dan akan dicatatkan di Bursa Saham Singapura. BNI telah menyelesaikan roadshow untuk penawaran Efek Modal AT-1 ini pada 16 September 2021.

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom, melalui keterbukaan informasinya ke PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat, 17 September 2021.

Efek utang tersebut ditawarkan dengan imbal hasil 4,3 persen per tahun. Penerbitannya disesuaikan dengan ketentuan Peraturan S dari US Securities Act.

Adapun tujuan penerbitan instrumen utang ini adalah sebagai instrumen modal inti tambahan bank(Additional Tier 1) sesuai persyaratan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2016 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan OJKNomor 34/POJK.03/2016, yang salah satunya memiliki fitur mekanisme write down dalam hal bank berpotensi terganggu kelangsungan usahanya  

Untuk penerbitan Efek Modal AT-1 tersebut,  BNI telah menandatangani Perjanjian Pembelian Efek (Subcription Agreement)pada tanggal 16 September 2021. 

"Dana hasil rencana penerbitan Efek Modal AT-1 akan digunakan untuk menambah modal inti tambahan bank.  Tujuan umum nya yaitu untuk penguatan modal, meningkatkan pembiayaan serta untuk memperkuat komposisistruktur dana jangka panjang," kata Mucharom. 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Dampak untuk Kinerja Keuangan

FOTO: PPKM, IHSG Ditutup Menguat
Layar komputer menunjukkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (9/9/2021). IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat 42,2 poin atau 0,7 persen ke posisi 6.068,22 dipicu aksi beli oleh investor asing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perseroan berencana menyelesaikan penerbitan Efek Modal AT-1 pada 24 September 2021, atau tidak lebih lambat dari 8 Oktober 2021.

Mucharom menegaskan, penawaran Efek Modal AT-1 ini bukan merupakan penawaran umum di indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya dan bukan penerbitan efek bersifat utang dan/atau sukuk yangdilakukan tanpa melalui penawaran umum yang harusmengikuti prosedur sebagaimana diatur dalamPeraturan OJK No. 30/POJK.04/2019. 

Rencana penerbitan Efek Modal AT-1 memiliki nilai kurang dari 20 persen ekuitas Perseroan berdasarkan Laporan Keuangan BNI per tanggal 30 Juni2021 yang telah diaudit oleh KAP Tanudiredja,Wibisana, Rintis & Rekan (anggota dari jaringan global PwC) selaku auditor independen, dan karenanya bukan merupakan Transaksi Material sebagaimana Peraturan OJK No.17/POJK.04/2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.  

"Rencana penerbitan Efek Modal AT-1 akan memberikandampak positif terhadap kondisi keuangan BNI," kata dia.

Sebelumnya pada Juni 2021, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, perseroan berencana menambah modal melalui right issue dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI pada Kamis, 17 Juni 2021.

Adapun tujuan penambahan modal adalah untuk meningkatkan credit adequacy ratio (CAR) BNI dan modal inti ke kisaran 19 persen hingga 20 persen, yaitu kisaran CAR Himpunan Bank Negara (Himbara). Sementara saat itu, CAR Bank Negara Indonesia mencapai 18 persen dan modal intinya 15 persen. 

"Tanpa right issue, modal inti kami bisa mencapai kisaran modal inti Bank Himbara di tahun 2024. Namun kami juga masih membutuhkan tambahan modal untuk ekspansi kredit (organik), maupun anorganik di masa mendatang," kata Royke. 

 

Reporter: Elizabeth Brahmana

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya