Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) berharap perusahaan teknologi dapat memilih pasar modal Indonesia untuk mencatatkan saham perdana.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, pihaknya aktif diskusi dengan perusahaan teknologi di Indonesia dan mendengar kebutuhannya mengenai opsi menggalang dana di pasar modal Indonesia.
“Kami berkomitmen menjadikan Bursa Efek Indonesia sebagai house of growth bagi seluruh karakteristik perusahaan-perusahaan potensial di Indonesia dengan menjadi bursa yang adaptif dan kompetitif,” ujar kepada wartawan, Selasa (5/10/2021).
Advertisement
Baca Juga
Ia berharap para perusahaan teknologi buah karya anak bangsa itu memilih BEI sebagai home-listingnya. Oleh karena itu, Nyoman mengatakan regulator pasar modal menyiapkan sejumlah terobosan untuk menarik perusahaan termasuk perusahaan teknologi untuk mencatatkan saham perdana.
“Regulator pasar modal Indonesia, telah melakukan berbagai terobosan untuk mengakselerasi peningkatan jumlah perusahaan tercatat, mulai dari infrastruktur peraturan, pengembangan fitur-fitur tambahan notasi khusus, klasifikasi perusahaan tercatat dan kajian SPAC,” kata dia.
Adapun ada sejumlah upaya BEI yang dilakukan untuk dongkrak perusahaan tercatat termasuk perusahaan teknologi antara lain:
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1.Rancangan Peraturan OJK tentang saham hak suara multiple (RPOJK SHSM)
Ia menuturkan, OJK bersama dengan SRO Pasar Modal (BEI, KPEI, KSEI) terus membahas bersama dalam penyusunan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel Oleh Emiten Dengan Inovasi Dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas.
Pada 8 Juni 2021 lalu, OJK telah melakukan proses Rule Making Rule (RMR) untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari publik.
"Tentunya kita berharap bahwa RPOJK tersebut akan segera terbit di tahun ini, sehingga dapat menjawab kebutuhan dari para stakeholders di pasar modal dan tetap mengutamakan perlindungan investor publik,” kata dia.
Advertisement
2. Revisi Peraturan Bursa Nomor I-A
Nyoman mengatakan, saat ini BEI dalam proses memperbarui Peraturan I-A untuk membukakan "pintu-pintu" masuk baru yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai sektor industri, termasuk perusahaan teknologi yang valuasinya sudah mencapai Centaur, Unicorn, dan Decacorn, dengan tetap memperhatikan kualitas perusahaan tercatat.
Ia menambahkan, peraturan ini diharapkan dapat mengakomodasi perusahaan-perusahaan dengan karakteristik baru yang nilainya tidak terbatas pada Net Tangible Asset (NTA).
“Bisa dari NTA, laba (income), pendapatan (revenue), kapitalisasi pasar (market capitalization), dan/atau cashflow.,” kata dia.
BEI juga berharap RPOJK SHSM dan revisi Peraturan Bursa Nomor I-A dapat segera disahkan dan diterbitkan tahun ini, serta dapat segera digunakan oleh stakeholder pasar modal Indonesia.
3. Pengembangan notasi khusus
Dalam rangka mengakomodasi pencatatan saham perusahaan yang menerapkan Saham Dengan Hak Suara Multipel (multiple voting share/SHSM) dan juga sebagai bagian dari keterbukaan informasi dan perlindungan bagi para investor, BEI berinisiatif untuk memberikan notasi khusus kepada Perusahaan Tercatat, yang menerapkan SHSM.
“Tujuannya untuk meningkatkan awareness bagi investor mengingat pada SHSM terdapat perbedaan hak suara yang memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang SHSM, sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam RUPS,” kata dia.
Adapun kriteria emiten yang dapat menerapkan SHSM akan diatur dalam rancangan Peraturan OJK tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas.
Nyoman menuturkan, pemberian notasi khusus ini bukan merupakan suatu bentuk hukuman atau ketetapan, tetapi semata-mata menerangkan status suatu Perusahaan Tercatat berdasarkan kondisi aktualnya, atas hal-hal yang informasinya bersifat publik.
Advertisement
4. Implementasi IDX Industrial Classification (IDX IC)
Inisiatif lain yang dilakukan oleh Bursa adalah implementasi pengklasifikasian Perusahaan Tercatat di Bursa atau IDX Industrial Classification (IDX IC) yang berlaku sejak 25 Januari 2021 sebagai pengganti JASICA (Jakarta Stock Industrial Classification).
Ia menilai, klasifikasi ini penting dan lebih sesuai dengan common practice yang berlaku di bursa-bursa global dan dapat menjadi panduan untuk melakukan analisis perbandingan sektoral yang lebih relevan dalam keputusan investasi. Sebagai informasi, Perusahaan berbasis teknologi akan tergolong dalam sektor I111 - Aplikasi dan Jasa Internet.
5. Kajian penerapan Special Purpose Acquisition Company (SPAC)
Pada saat ini di Indonesia belum terdapat skema investasi melalui pendirian perusahaan dengan skema SPAC. Untuk itu, Bursa sedang melakukan studi terkait dengan SPAC termasuk pemetaan atas regulasi yang saat ini ada maupun regulasi baru yang sekiranya dapat mensupport pengembangan SPAC.
“Dengan demikian peningkatan jumlah Perusahaan Tercatat diakselerasi melalui pencatatan saham perusahaan yang dilakukan seperti IPO konvensional dan juga melalui skema-skema khusus lainnya seperti SPAC,” kata dia.
Advertisement