Analis Sebut BNI Layak Akuisisi untuk Bikin Bank Digital

Analis menilai akuisisi berpotensi dilakukan BNI sebagai upaya untuk bisnis bank digital.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Okt 2021, 08:19 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2021, 21:02 WIB
BNI Dorong UMKM Go Global lewat Kantor Cabnag di Berbagai Negara
(Foto:@BNI)

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan bank digital di tengah tren digitalisasi berhasil menarik minat sejumlah investor perbankan. Beberapa bank besar pada 2021 bahkan sudah mendeklarasikan tertarik masuk ke layanan bank digital karena potensi yang besar.

Salah satu bank BUMN yang disebut tertarik untuk akuisisi bank BUKU I dan BUKU II untuk mendukung transformasi digital yang dilakukan yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI).

Meski demikian, manajemen bank pelat merah ini menyatakan perlu ada pertimbangan untuk mengakuisisi bank yang mampu melengkapi bisnis perusahaan.

Namun, kalangan analis melihat ekspansi anorganik yang dilakukan bank-bank BUMN termasuk BNI dalam mengakuisisi BUKU I dan BUKU II perlu memperhitungkan sejumlah faktor.

Head of Investment Avrist Asset Management Tubagus Farash Akbar Farich menuturkan, BNI memang memiliki potensi besar untuk memiliki bisnis baru seperti bank digital. Apalagi BNI akan menjadi bank utama dari Indonesia untuk pasar luar Indonesia.

Dia mengatakan, emiten berkode BBNI perlu memperkuat infrastrukturnya, yang kemungkinan bisa dicapai dengan langkah akuisisi. Dia menilai, akuisisi BUKU I dan BUKU II bisa menjadi langkah strategis BNI.

Akan tetapi, dia menuturkan, kriteria bank yang ‘pantas’ diakuisisi BNI adalah yang memiliki lisensi valas (valuta asing), serta transaksi internasional lainnya. Dengan begitu BBNI bisa berkembang sesuai dengan penugasan yang telah ditetapkan.

"BNI saya rasa perlu BUKU I dan BUKU II tapi yang memiliki lisensi untuk transaksi valas dan yang lainnya, transaksi internasional yang penting. Jadi sesuai core competence yang telah ditetapkan, saya lihat sepertinya strategi di BUMN seperti itu ya,” kata Farash.

"Yang penting lisensi bank-nya pas,” ia menambahkan.

Sebelumnya pada saat paparan kinerja kuartal II beberapa waktu yang lalu, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, memperkuat permodalan guna menopang ekspansi bisnis baik secara organik maupun anorganik.

Dia mengatakan, BNI  memiliki image digital seiring transformasi digital yang dilakukan, sehingga strategi yang  berjalan salah satunya menjadi digital bank.

Meski belum merinci secara lengkap, Royke melakukan sudah melakukan kajian dan mempersiapkan kriteria tertentu untuk memuluskan langkah perusahan menjadi bank digital.

Adapun kriteria penting untuk langkah tersebut yaitu pemanfaatan teknologi yang cepat dan agile untuk mengembangkan produk dan layanan yang customer centric. Perubahan customer behavior saat ini menjadi semakin dinamis dibandingkan dengan beberapa tahun lalu.

Bank digital membutuhkan sumber daya manusia yang inovatif dan memiliki digital mindset yang kuat serta cost yang murah guna memberikan produk dan layanan yang kompetitif.

Selain memperhatikan kriteria tersebut, perseroan juga akan melihat kondisi permodalan. Perseroan tentu ingin mendapatkan potensi return yang bagus dan modal yang dialokasikan untuk akusisi.

Sehingga, dibutuhkan pengkajian dan pertimbangan yang matang sebelum perseroan memutuskan untuk melakukan akuisisi tersebut.

"Kami sudah punya semua kajiannya, cuma kriteria menjadi digital bank harus dipersiapkan dengan baik bukan sekadar ikut-ikutan,” kata Royke, Juli lalu.

Sementara itu, Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menuturkan, sebenarnya tidak ada kriteria khusus yang harus dimiliki oleh bank yang diakuisisi BNI nantinya. Meski demikian, dia menilai BUKU I dan BUKU II yang diambil harus bersih dan tidak bermasalah.

"Tentunya kalau bisa yang bersih, tidak ada karakteristik khusus, karena tentunya BBNI akan mengembangkan sendiri bank digital yang sesuai dengan BBNI,” ujar Suria.

BNI diberi penugasan oleh pemerintah untuk menggarap bisnis perbankan internasional. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah penambahan jaringan kantor di luar negeri baik dalam bentuk kantor cabang, sub-branch atau representative office.

Sebelumnya, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan  mengatakan  untuk menentukan lokasi baru, BNI menggunakan strategi capture the flow, baik untuk transaksi trade finance, investasi, serta diaspora Indonesia.

Perusahaan pihaknya akan melakukan kajian feasibility study di beberapa nagara seperti Amerika Serikat, Eropa dan Timur Tengah. Saat ini BNI tengah mempersiapkan pembukaan representative office di Amsterdam, Belanda,untuk menggarap pasar di Eropa dan Los Angeles, Amerika Serikat.

“Dengan kehadiran representative office tersebut diharapkan bisa menggarap potensi pasar di pantai barat Amerika dan Kanada,” kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Konsolidasi Bank Umum Jadi Upaya Penguatan

Gedung BNI (Dok: BNI)
Gedung BNI (Dok: BNI)

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menuturkan, konsolidasi Bank Umum merupakan suatu upaya penguatan struktur, ketahanan dan daya saing industri perbankan. Dengan begitu bisa   mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Konsolidasi juga bisa menjadi upaya untuk mendorong industri perbankan mencapai level yang lebih efisien menuju skala ekonomi yang lebih tinggi.

"Sehingga bank tidak hanya tangguh di lingkup domestik, namun juga kompetitif di lingkup regional dan global," kata Anto.

Kabar dan berita rencana BNI melakukan akuisisi bank sudah pernah terdengar di kalangan para pelaku pasar. Adapun kandidat bank yang diincar ialah bank yang bisa melengkapi bisnis BNI ke depan.

BNI Jadi Akuisisi Bank?

Memasuki Usia Berlian, BNI Menuju Bank Internasionalnya Indonesia
(Foto:@BNI)

Pada 2021, menjadi momentum yang menjanjikan bagi bank digital, karena menjadi pusat perhatian. Bukan hanya  perbankan, tapi juga korporasi, konglomerat hingga perusahaan rintisan alias startup berlomba-lomba masuk.

Tren ini pun sejalan dengan  rencana dari regulator soal mengkonsolidasikan industri perbankan agar lebih kuat dari sisi permodalan. Konsekuensinya banyak bank kategori BUKU I, dijual dan dibeli oleh pemodal besar dan konglomerasi.

Kini banyak BUKU I dan BUKU II yang berubah menjadi bank digital, seperti yang dilakukan  PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang secara gamblang telah mempersiapkan bisnisnya menuju bank digital setelah diakuisisi oleh Akulaku.

Lalu ada PT Bank Harda Internasional yang kini menjadi PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang baru saja diakuisisi Mega Corpora akan menjadi sebuah bank digital. Rencana ini akan dilakukan setelah proses akuisisi oleh Mega Corpora selesai.

Bank lainnya juga akan melakukan hal yang sama adalah PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW) saat ini tengah fokus dalam pengembangan inovasi digital, mulai dari pembukaan rekening hingga deposito berjangka online.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga akuisisi Bank Royal yang kemudian bertransformasi menjadi bank digital.

Kabar terbaru yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang dikabarkan akan melakukan akuisisi bank lain sebagai langkah transformasi digital.

Sebelumnya pada saat paparan kinerja kuartal II beberapa waktu yang lalu, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, pihaknya memiliki image digital seiring transformasi digital yang dilakukan, sehingga strategi yang  berjalan salah satunya menjadi digital bank.

"Masih lihat subjeknya apakah modalnya ada, kemampuan ada, tapi kajiannya sudah ada. Kami semua sudah punya kajiannya, cuma kriteria untuk menjadi digital bank harus dipersiapkan dengan baik bukan sekedar ikut-ikutan,” kata Royke pada Juli.

Dia menambahkan, pihaknya memiliki kriteria untuk menajdi bank digital, harus memiliki kriteria dan tidak asal ambil. Royke menegaskan teknologi menjadi penting yang menjadi pertimbangan.

"Kalau teknologi tidak punya, kita tidak akan bisa jadi bank digital. Kuncinya di teknologi,” ujar dia.

Head of Investment Avrist Asset Management Tubagus Farash Akbar Farich menuturkan,ke depan tren akuisisi masih akan relevan ke depannya, dan konsolidasi masih akan berlangsung.

Hal ini dilakuan terutama untuk menggalang kekuatan dalam menghadapi  situasi sulit pada 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19.

"Jadi saya rasa tren akuisisi masih akan relevan kedepannya, karena konsolidasi ini bisa untuk strategi untuk menghadapi masa sulit ini,” kata dia.

Untuk BNI, dia menilai akuisisi berpotensi dilakukan sebagai upaya untuk bisnis bank digital. Apalagi BNI akan menjadi bank utama dari Indonesia di pasar luar negeri.

Pada awal tahun, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso berharap, pada 2021, lebih banyak lembaga jasa keuangan yang melakukan penggabungan usaha atau merger maupun akuisisi.

Wimboh menilai, dengan mempertimbangkan persaingan industri jasa keuangan ke depan yang akan semakin ketat dengan era digitalisasi. Dengan demikian, kebutuhan modal juga harus semakin kuat, terutama di sektor perbankan.

"Trennya [di 2021] akan lebih banyak lagi bank yang melakukan akuisisi dan merger," kata Wimboh saat itu.

 

Seberapa Kuat Modal BNI?

20151101-Penyimpanan Uang-Jakarta
Tumpukan uang di ruang penyimpanan uang BNI, Jakarta, Senin (2/11/2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening simpanan dengan nilai di atas Rp2 M pada bulan September mengalami peningkatan . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Emiten perbankan pelat merah KBMI (kelompok bank modal inti) 4 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dikabarkan bakal melakukan beberapa aksi korporasi pada 2021.

Salah satu rumor yang beredar dalam waktu dekat ini adalah BNI berencana untuk mencaplok bank BUKU I atau BUKU II. Sebenarnya tahun lalu BBNI sudah punya rencana aksi korporasi ini.

Sebelumnya manajemen BBNI sudah pernah mengatakan siap membidik bank yang masih berada di BUKU I atau II sebelum peraturan OJK terkait penggolongan bank berubah menjadi KBMI.

Lewat POJK nomor 12 dan 13 tahun 2021, OJK telah memberikan payung hukum yang jelas untuk industri perbankan. OJK mendorong bank untuk terus memperkuat permodalannya. Dampak ada aturan baru tersebut bank diminta untuk memiliki modal inti minimum Rp 3 triliun.

Hingga kini masih ada beberapa BUKU I atau BUKU II dengan modal yang cekak yang harus memenuhi ketentuan tersebut.

Apabila rencana BBNI tersebut akan dieksekusi maka sudah jelas bank-bank yang kekurangan modal inilah yang akan menjadi sasaran target akuisisi. Memang BBNI memiliki kapasitas yang cukup apabila ingin akuisisi bank.

Permodalan

BNI Mobile Banking
BNI Mobile Banking (dok: BNI)

Soal permodalan sebenarnya bukan jadi masalah untuk BNI. Rasio kecukupan modal BBNI hingga semester I 2021 masih terjaga dengan CAR 18 persen di atas ketentuan minimum 12 persen.

Artinya untuk akuisisi suatu bank dengan biaya Rp 1 triliun-Rp 2 triliun seharusnya bukan hal yang harus dikhawatirkan oleh BNI.

Ditambah lagi rencana BBNI untuk memperkuat permodalan lewat penerbitan global bond. Untuk itulah BBNI melakukan audit terhadap laporan keuangan interimnya untuk kuartal II 2021.

Tren penguatan nilai tukar rupiah dan appetite investor seharusnya menjadi katalis positif untuk penerbitan obligasi global BBNI. Pada 2021, BBNI telah menerbitkan global bond tepatnya Maret lalu.

Hasilnya permintaan dari investor membludak mencapai USD 2,2 miliar atau setara dengan Rp 31,2 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.200/USD. Padahal targetnya hanya Rp 7 triliun saja. Artinya global bond BBNI sampai oversubscribed hingga 4,4x.

 

Buyback Saham

Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung melintas di papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Aksi korporasi BNI lain yang patut dicermati adalah rencana untuk melakukan buyback saham. Rencana buyback ini telah mendapatkan izin untuk periode 21 Juli – 21 Oktober 2021.

BNI telah menganggarkan buyback sebesar Rp 1,7 triliun dengan target paling sedikit 7,5 persen dari modal disetor.

Ada aksi buyback memang dapat mendorong harga saham mengalami apresiasi karena berdampak pada penurunan suplai di pasar. Sepanjang Oktober 2021, harga saham BBNI telah naik lebih dari 20 persen. Tentu ini adalah return yang besar mengingat kapitalisasi pasar BBNI tidaklah kecil.

Di sisi lain kinerja keuangan BNI juga menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan laporan keuangan interim auditan perseroan per Juni 2021, laba bersih BBNI naik 12,8 persen year on year (yoy) menjadi Rp 5,03 triliun.

Kenaikan laba bersih tersebut didorong oleh kenaikan pendapatan bunga maupun non-bunga lebih dari 15% yoy. Total dana murah (CASA) BBNI konsolidasian juga meningkat dobel digit hingga 11,5 persen yoy. Di saat yang sama, deposito BBNI menurun drastis 8,7 persen yoy.

Tren kenaikan CASA di tengah penurunan deposito membuat biaya dana (Cost of Fund/CoF) yang dikeluarkan oleh BBNI menjadi turun 1,2 poin persentase. Hal inilah yang menyebabkan marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) perseroan mampu naik 0,4 poin persentase.

Apabila dilihat dari kualitas asetnya, memang ada peningkatan rasio kredit macet (NPL) sebesar 0,9 poin persentase menjadi 3,9 persen hingga semester I 2021.

Namun, demikian rasio Loan at Risk (LaR) BBNI mencatatkan penurunan sebesar 2,2 poin persentase. Dengan adanya pencadangan yang mencukupi dan NPL coverage ratio hingga 215 persen, NPL masih cenderung manageable.

Dari sisi aset penyaluran kredit BBNI juga mencatatkan pertumbuhan yang positif. Penyaluran kredit BBNI hingga paruh pertama tahun ini tumbuh 4,5 persen yoy di tengah pertumbuhan kredit industri perbankan yang cenderung terkontraksi hingga Juni 2021.

Ada rencana untuk mencaplok bank BUKU I atau BUKU II, upaya memperkuat permodalan dengan risiko yang terkalkukasi secara cermat, aksi korporasi buyback saham dan perbaikan kinerja keuangan menjadi katalis positif untuk harga saham BBNI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya