Saham Didi Anjlok 22,17 Persen Setelah Berencana Delisting di Bursa Saham AS

Didi bakal delisting dari Bursa Efek New York meningkatkan ketidakpastian di saham perusahaan China yang terdaftar di Amerika Serikat

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Des 2021, 09:36 WIB
Diterbitkan 05 Des 2021, 09:36 WIB
Aplikasi Didi Chuxing
Aplikasi Didi Chuxing. Dok: Didi Chuxing

Liputan6.com, Hong Kong - Hanya lima bulan setelah debut di Bursa Efek New York, raksasa ride-hailing Didi Global mengatakan, pihaknya berencana delisting atau hapuskan saham dan pindah ke Hong Kong.

Langkah ini dilakukan seiring tunduk pada regulator China yang kecewa dengan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di Amerika Serikat.

Hal itu mendapatkan respons negatif dari pelaku pasar. Saham Didi turun 22,17 persen sehingga akibatkan kapitalisasi pasar susut USD 8,4 miliar atau sekitar Rp 121,15 triliun (asumsi kurs Rp 14.423 per dolar AS). Pada Jumat, 3 Desember 2021, saham Didi ditutup ke posisi USD 6,07. Saham Didi telah turun 57 persen sejak IPO 30 Juni 2021.

"Setelah riset yang cermat, perusahaan akan segera mulai delisting di bursa New York dan mulai persiapan untuk listing di Hong Kong,” tulis Didi dalam akun Weibo-nya, dilansir dari Channel News Asia, ditulis Minggu (5/12/2021).

Didi tidak merinci tetapi dalam pernyataan terpisah mengatakan, pihaknya akan mengatur pemungutan suara dalam rapat umum pemegang saham dan memastikan sahamnya yang terdaftar di New York akan dapat dikonversi menjadi saham yang dapat diperdagangkan secara bebas di bursa lain yang diakui secara global.

Pelaku pasar mengatakan, keputusan itu meningkatkan ketidakpastian di saham perusahaan China yang terdaftar di Amerika Serikat (AS). Saham Alibaba, Baidu dan perusahaan China lainnya yang terdaftar di Amerika Serikat turun pada Jumat pekan ini.

"Jika Anda seorang money manager dan tidak mengerti apa aturannya, lebih mudah menjual dan memindahkan uang Anda ke tempat yang lebih pahami aturan mainnya,” ujar Market Strategist Baird, Michael Antonelli.

Kepada Reuters, sumber menuturkan, kalau regulator China telah menekan eksekutif puncak Didi untuk susun rencana delisting dari New York Stock Exchange atau Bursa Efek New York karena kekhawatiran tentang keamanan data.

Sumber menyebutkan direksi Didi akan bersidang pada Kamis pekan ini dan menyetujui rencana delisting Amerika Serikat dan pindah ke Hong Kong.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Timbulkan Ketidakpastian

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Didi gelar IPO USD 4,4 miliar atau sekitar Rp 63,46 triliun (asumsi kurs Rp 14.423 per dolar AS) pada Juni 2021 meski diminta untuk menunda sementara karena pejabat China meninjau praktik datanya.

Administrasi Cyberspace China (CAC) yang kuat kemudian dengan cepat memerintahkan toko aplikasi untuk hapus 25 aplikasi seluler Didi. Selain itu, CAC meminta perusahaan berhenti daftarkan pengguna baru dengan alasan keamanan nasional dan kepentingan publik.

Selain ride-hailing, Didi menawarkan produk antara lain pengiriman dan layanan keuangan masih dalam penyelidikan. Analis Redex Kirk Boodry menuturkan, Didi mungkin perlu membeli saham harga IPO USD 14 untuk hindari masalah hulum dan setidaknya membayar lebih dari harga saham saat ini.

Namun, ketidakpastian tetap ada atas delisting bagi investor. “Mungkin juga ada harapan dengan melakukan ini, manajemen Didi akan perbaiki hubungan regulasinya, tapi saya kurang yakin akan hal itu,” ujar dia.

Penghapusan saham Didi di New York akan menjadi proses sulit, dan ini menekankan pengaruh besar yang dimiliki regulator China dan pendekatan beraninya untuk menggunakannya.

Miliarder Jack Ma bertabrakan dengan otoritas China setelah mengecak sistem regulasi negara tersebut. Hal ini menyebabkan gagalnya mega-IPO secara dramatis untuk grup Ant pada 2020.

Langkah Didi akan semakin mencegah listing di Amerika Serikat oleh perusahaan China. Hal ini juga dapat mendorong sejumlah pertimbangan kembali statusnya sebagai perusahaan publik di AS.

“ADR China hadapi tantangan regulasi yang semakin meningkat dari otoritas Amerika Serikat dan China. Bagi sebagian besar perusahaan itu akan seperti berjalan di atas cangkang telur, mencoba untuk menyenangkan kedua belah pihak. Delisting hanya akan membuat segalanya lebih sederhana,” ujar Chief Executive Fund Manager MegaTrust Investment, Wang Qi.


Catatkan Saham di Hong Kong

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang wanita berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Akibat peluncuran rudal Korea Utara yang mendarat di perairan Pasifik saham Asia menglami penurunan. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Didi berencana segera lanjutkan pencatatan di Hong Kong dan tidak berencana go private, berdasarkan sumber yang mengetahui masalah tersebut. Sumber itu juga menyebutkan kalau penyelesaian listing di Hong Kong selesai dalam tiga bulan ke depan dan delisting dari New York pada Juni 2022.

Didi tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Demikian juga CAC. “Tidak lama setelah IPO, investor Amerika Serikat mencoba menuntut Didi karena gagal mengungkapkan pembicaraan yang sedang berlangsung dengan pihak berwenang China. Ini tidak mungkin diambil lebih baik,” ujar Analis Mirabaud, William Mileham.

“Tampaknya Didi tidak menunggu untuk menjadi dual listed, tapi bisa saja delisting dari Amerika Serikat sebelum mulai diperdagangkan di bursa Hong Kong,” kata dia.


Catatkan Saham di Hong Kong Bakal Rumit

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang pria berjalan melewati indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Rudal tersebut menuju wilayah Tohoku dekat negara Jepang. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Namun, mencatatkan saham di Hong Kong bagaimana pun terbukti rumit, terutama dalam jangka waktu tiga bulan mengingat masalah kepatuhan dan pengawasan sejarah Didi atas kendaraan tidak berlisensi dan pengemudi paruh waktu.

Hanya 20-30 persen dari inti bisnis ride-hailing di China yang sepenuhnya mematuhi peraturan yang mewajibkan tiga izin terkait dengan penyediaan layanan ride-hailing, lisensi kendaran dan SIM. Prospektus IPO Didi mengatakan telah peroleh izin ride-hailing untuk kota-kota yang bersama-sama menyumbang sebagian besar perjalanannya itu. Namun, perseroan belum tanggapi pertanyaan lebih lanjut tentang izin.

Masalah-masalah itu yang menjadi kendala utama Didi untuk IPO di Hong Kong sebelumnya. Sumber juga mengatakan tidak jelas apakah bursa akan menyetujui.

"Saya tidak berpikir Didi memenuhi syarta untuk terdaftar di mana pun sebelum itu. Menetapkan protokol yang efektif untuk mengelola dan memastikan tanggung jawab dan manfaat pengemudi,” kata Profesor Nan Li dari Universitas Shanghai Jiao Tong.

Bursa Hong Kong belum komentari mengenai hal ini. Didi sediakan 25 juta perjalanan sehari di China pada kuartal I 2021. Pemegang saham utamanya antara lain Vision Fund SoftBank 21,5 persen, Uber Technologies 12,8 persen berdasarkan pengajuan pada Juni 2021.

Sumber juga menuturkan, kepada Reuters Didi sedang bersiap untuk meluncurkan kembali aplikasinya di China pada akhir tahun. Hal ini sebagai antisipasi penyelidikan keamanan siber Beijing terhadap perusahaan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya