Liputan6.com, Jakarta - Harga komoditas kian melejit. Hal itu salah satunya dipengaruhi sentimen geopolitik Rusia-Ukraina. Di sisi lain, kondisi itu menjadi potensi bagi Indonesia sebagai salah satu negara dengan komoditas yang melimpah.
Sejumlah sektor, utamanya batu bara disebut menjadi yang paling moncer. Hal ini lantas memunculkan pertanyaan mengenai sektor yang terkena dampak negatif dari tren kenaikan harga batu bara.
"Di Indonesia menurut saya hampir tidak ada emiten yang terdampak negatif dari kenaikan harga batu bara global, karena Pemerintah Indonesia sejak 2018 sudah melakukan kebijakan Price Cap DMO USD 70 per ton," ujar Pengamat pasar modal sekaligus Founder Bageur Stock, Andy Wibowo Gunawan kepada Liputan6.com, Jumat (4/3/2022).
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian, terdapat sektor yang berpotensi mencatatkan peningkatan beban operasional akibat naiknya harga batu bara, seperti industri semen. Meski sejauh ini hal itu belum terjadi lantaran pemerintah juga memberlakukan harga batu bara khusus untuk industri semen dan pupuk sebesar USD 90 per ton.
"Emiten semen tidak terdampak. Karena untuk semen juga ada price cap DMO-nya. Price cap DMO batu bara untuk ke sektor semen USD 90 per ton,” kata Andy.
Sayangnya, kebijakan harga batu bara khusus untuk industri semen itu akan segera berakhir. Informasi saja, kebijakan harga khusus batu bara USD 90 per ton ini ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 206.K/HK.02/MEM.B/2021.
Ketentuan harga ini berlaku hanya untuk jangka waktu 1 November 2021-31 Maret 2022. Sehubungan dengan itu, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso, yang mengharapkan adanya perpanjangan harga batu bara khusus untuk industri semen.
Pihak asosiasi mengusulkan harga DMO batu bara untuk industri semen dan pupuk bisa diperpanjang, setidaknya hingga 12 bulan. Usulan tersbeut nampaknya benar-benar dipertimbangkan oleh pemerintah.
"Mengingat harga ekspor batu bara masih tinggi, belum jelas kapan berakhir. Untuk itu perlu pengawasan yang lebih ketat dari Kementerian ESDM pada pelaksanaannya," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin sebelumnya.
Dia menuturkan,harga batu bara USD 90 per ton yang hanya sampai 31 Maret 2022 membuat perusahaan sulit melakukan kontrak jangka panjang.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harga Batu Bara Melonjak
Perang di Ukraina mendorong sebagian besar komoditas lebih tinggi termasuk batu bara. Harga batu bara mencapai rekor tertinggi baru dengan harga patokan Australia Newcastle mencapai USD 446 per ton pada Rabu, 3 Maret 2022.
Kenaikan harian untuk acuan sebesar USD 140,55 per ton yang mendorong ke harga level tertinggi sejak 2008, demikian mengutip oilprice.com, ditulis Jumat (4/3/2022).
Di Asia, harga batu bara acuan melonjak 46 persen. Wilayah ini merupakan konsumen terbesar bahan bakar fosil tersebut. Pembeli China, terutama mengalami kesulitan mengamankan pembiayaan untuk pembelian batu bara Rusia karena kewaspadaan bank-bank negara terhadap sanksi Amerika Serikat dan Eropa terhadap sektor keuangan Rusia.
Sementara itu, Rusia merupakan pengekspor batu bara terbesar ketiga di dunia. “Sebagian besar bank telah berhenti mengeluarkan letter of credit setelah sanksi SWIFT. Karena hampir semua kontrak berdenominasi dolar AS, kami tidak punya cara lain untuk melakukan pembayaran,” ujar salah satu dealder komoditas China kepada Reuters.
Laporan Reuters menyebutkan, sejumlah traders sedang dalam pembicaraan dengan eksportir batu bara Rusia untuk membayar kargo dalam yuan.”Kami sedang menunggu tanggapan mereka, tetapi perdagangan telah ditunda untuk saat ini,” ujar traders.
Batu bara Rusia sangat penting bagi China setelah efektif melarang impor dari Australia di tengah perselisihan perdagangan antara kedua negara. Eropa di sisi lain sedang mencari pemasok alternatif batu bara, sama seperti mencari pemasok alternatif minyak dan yang paling penting gas.
Australian Financial Review menulis kalau ini peluang besar bagi Australia. “Negara ini adalah salah satu pengekspor batu bara terbesar di dunia, dan dengan larangan China akan terlalu senang untuk memanfaatkan pasar baru untuk komoditasnya,”
Chief Executive Yancoal, David Moult memperkirakan, harga energi akan terus naik dengan konflik semacam itu. “Efek sampingnya bagi kami adalah fakta kalau ada negara-negara yang biasanya membeli batu bara Rusia yang tidak akan membeli batu bara Rusia,” ujar dia.
Advertisement