Laba Bersih Mandiri Sekuritas Melonjak 137 Persen pada 2021

Pada 2021, Mandiri Sekuritas mempertahankan posisi di pasar modal sebagai penghasil equity underwriting nomor satu.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mar 2022, 15:03 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2022, 15:03 WIB
Paparan kinerja 2021 PT Mandiri Sekuritas, Rabu (9/3/2022) (Dok: PT Mandiri Sekuritas)
Paparan kinerja 2021 PT Mandiri Sekuritas, Rabu (9/3/2022) (Dok: PT Mandiri Sekuritas)

Liputan6.com, Jakarta - Laba bersih PT Mandiri Sekuritas (Mansek) melonjak 137 persen menjadi Rp 321 miliar pada 2021. Laba bersih PT Mandiri Sekuritas sebesar Rp 135 miliar pada 2020.

Hal tersebut disampaikan Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas Oki Ramadhana dalam paparan persnya Rabu, (9/3/2022).

Kenaikan laba bersih tersebut dihasilkan dari pertumbuhan pendapatan perseroan 55 persen menjadi Rp 1,23 triliun pada 2021 dari sebelumnya sebesar Rp 794 miliar pada 2020.

"Ini pencapaian yang sangat baik sekali. Ini membuktikan kita sangat resilience meski berada di era pandemi," kata Oki.

Pertumbuhan bisnis investment banking (IB) Mansek tercatat 68 persen. Sementara pertumbuhan bisnis pasar modal (capital market) institusi Mandiri Sekuritas mencapai 58 persen. Sedangkan pertumbuhan bisnis investment banking Mandiri Securities Singapore tercatat sebesar 10 persen dan pertumbuhan bisnis retail Mansek mencapai sebesar 56 persen.

Pada 2021, Mandiri Sekuritas mempertahankan posisi di pasar modal sebagai penghasil equity underwriting nomor satu Rp 25 triliun, dengan penguasaan pangsa pasar sebesar 35 persen, sedangkan untuk equity trading, Mansek ada di urutan ke dua dengan jumlah sebesar Rp 441 triliun, dan pangsa pasar 7 persen.

Sementara untuk underwriting obligasi, Mansek ada di urutan ke dua dengan nilai sebesar Rp 15 triliun, dan pangsa pasar sebesar 15 persen.

Namun, untuk perdagangan Surat Utang Negara (SUN), Mansek ada di posisi ke 3, dengan jumlah perdangan sebesar Rp 242 triliun dan pangsa pasar sebesar 13 persen. Selanjutnya untuk global bond, Mansek ada di urutan ke empat dengan nilai penjaminan emisi global bond mencapai sebesar USD 1,7 miliar dan pangsa pasar 8 persen.

Per 31 Desember 2021, ada sebanyak 82 transaksi strategis yang dihasilkan Mansek, yang terdiri dari 41 bond underwriting, 6 initial public offering (IPO), 18 advisory, 11 global bond underwriting dan 6 rights issues.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Ini Prediksi Mandiri Sekuritas untuk Pasar Obligasi pada 2022

FOTO: PPKM, IHSG Ditutup Menguat
Pialang memeriksa kacamata saat tengah mengecek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (9/9/2021). IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat 42,2 poin atau 0,7 persen ke posisi 6.068,22 dipicu aksi beli oleh investor asing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Mandiri Sekuritas memprediksi pasar obligasi akan diuji lagi resiliensinya pada 2022. Sentimen suku bunga the Fed hingga COVID-19 bayangi pasar obligasi.

Hal tersebut disampaikan Head of Fixed Income Research  PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto dalam jumpa persnya bersama para wartawan secara virtual, Rabu, 23 Februari 2022.

Handy berpendapat meskipun pasar obligasi sudah mencatatkan imbal hasil hampir 30 persen pada 2019 dan 2020, pasar obligasi Indonesia masih memberikan kinerja yang positif pada 2021, ada pertumbuhan sebesar 5,4 persen.

Berdasarkan perhitungan indeks return obligasi pemerintah oleh Bloomberg, obligasi masih memiliki ketahanan di tengah gejolak pengurangan kebijakan stimulus moneter oleh the Fed yang dikenal dengan istilah tapering dan munculnya varian COVID-19 baru yang turut menekan pemulihan ekonomi global, serta terjadinya kenaikan inflasi karena supply disruption dan kenaikan harga-harga komoditas.

Ada tiga risiko yang menurut Mandiri Sekuritas masih membayangi pasar obligasi pada awal  2022, tiga risiko besar di pasar modal masih akan menghantui, yaitu:

1. Normalisasi suku bunga oleh the Fed,

2. Ekspektasi outlook pelemahan ekonomi di China, dan

3. Perkembangan varian baru COVID-19.

Jika dibandingkan dengan negara-negara Emerging  Market (EM), posisi Indonesia relatif baik, dalam arti tidak yang paling jelek, meskipun bukan yang paling bagus.

Hal ini tercermin dari vulnerability index yang disusun oleh Mandiri Sekuritas, yang dihitung berdasarkan beberapa indikator makro variables seperti Currrent Account Balance, FX reserve, Inflasi, Public Debt dan External Public Debt, persentase ekspor ke China dan vaksinasi.

"Semakin besar skor negatif berarti semakin vulnerable negaranya, sementara jika skornya semakin tinggi berarti semakin aman. Indonesia ada di peringkat 10 yang terbaik dari 25 negara EM," kata dia.

 

Reporter: Elizabeth Brahmana

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya