Delisting di Bursa Efek New York, DIDI Bakal Gelar RUPSLB

Didi Global juga mengatakan tidak akan mengajukan permohonan listing sahamnya di bursa saham lain.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 17 Apr 2022, 13:30 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2022, 13:30 WIB
Aplikasi Didi Chuxing
Aplikasi Didi Chuxing. Dok: Didi Chuxing

Liputan6.com, Jakarta - Didi Global akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 23 Mei 2022 untuk memilih rencana delisting atau penghapusan saham secara sukarela di Amerika Serikat (AS).

Hal itu diungkapkan oleh perusahaan tersebut melalui sebuah pernyataan pada Sabtu, 16 April 2022. Melansir Channel News Asia, perusahaan ride-hailing China itu juga mengatakan tidak akan mengajukan permohonan listing sahamnya di bursa saham lain sebelum menyelesaikan penghapusan pencatatan saham American Depositary Shares (ADS) dari New York Stock Exchange (NYSE).

Sementara itu, pihak berwenang China telah menjatuhkan hukuman keras terhadap Didi, setelah listing di NYSE pada Juni tahun lalu, serta menuntutnya untuk menghapus aplikasinya dari mobile apps store sementara, Administrasi Cyberspace China (CAC) menyelidiki penanganan data pelanggannya.

Kemudian, di bawah tekanan dari regulator China yang khawatir tentang keamanan data, Didi pada Desember 2021 memutuskan untuk delisting dari AS dan mengejar listing di Hong Kong.

Bahkan, Didi Global akan terus mengeksplorasi langkah-langkah yang tepat termasuk menjajaki daftar potensial di bursa lain yang diakui secara internasional.

Seperti yang diketahui, total pendapatan Didi untuk kuartal yang berakhir 31 Desember 2021 turun menjadi 40,8 miliar yuan (USD 6,40 miliar) dari 46,7 miliar yuan pada tahun sebelumnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saham Didi Anjlok 44 Persen, Softbank dan Uber Tekor

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang pria berdiri didepan indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Ketegangan politik yang terjadi karena Korut meluncurkan rudalnya mempengaruhi pasar saham Asia. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Sebelumnya, saham Didi amblas 44 persen pada perdagangan akhir pekan. Perseroan alami penurunan terbesar harga saham sejak perusahaan ride-hailing China itu go public di Amerika Serikat (AS) pada Juni 2021.

Saham Didi saat ini telah susut 87 persen di bawah harga IPO. Membuat dua pemegang saham utamanya, yakni SoftBank dan Uber menghadapi potensi kerugian yang besar.

Melansir CNBC, Sabtu, 12 Maret 2022, saham Didi terjun bebas di tengah tindakan keras pemerintah China terhadap perusahaan domestik yang terdaftar di AS. Didi mengatakan pada Desember lalu, mereka akan delisting dari New York Stock Exchange. Softbank memiliki sekitar 20 persen saham Didi.

Saham konglomerat Jepang itu sekarang bernilai sekitar USD 1,8 miliar atau sekitar Rp 25,79 triliun (asumsi kurs 14.332 per dolar AS), turun dari hampir USD 14 miliar atau sekitar Rp 200,64 triliun pada saat IPO. Sementara saham Uber turun sekitar 12 persen mendorong nilainya turun lebih dari USD 8 miliar atau sekitar Rp 114,65 triliun pada Juni, menjadi lebih dari USD 1 miliar atau sekitar Rp 14,33 triliun.

Uber bergabung pada 2016 setelah menjual bisnisnya di China kepada Didi. Dalam laporan tahunan terbarunya, Uber mengungkapkan kerugian USD 3 miliar atau Rp 42,99 triliun yang belum direalisasikan atas investasinya di Didi.

Sementara untuk SoftBank, Didi adalah salah satu dari 83 perusahaan yang didukungnya melalui Vision Fund pertama. Tahun lalu, SoftBank menjual sebagian dari kepemilikannya di Uber-nya untuk menutupi kerugian Didi.

"Sejak kami berinvestasi di Didi, kami telah melihat kehilangan nilai yang sangat besar," ujar CEO Softbank, Masayoshi Son.

 Saham SoftBank turun 6,6 persen pada saat penutupan, sementara Uber naik 1,2 persen.

 

Didi Global Larang Karyawan Jual Saham hingga Tercatat di Hong Kong

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya, raksasa ride-hailing China Didi Global melarang karyawan dan mantan karyawan menjual saham perusahaan tanpa batas waktu.

Hal itu menurut laporan Financial Times yang mengutip sumber tanpa menyebutkan identitas, Senin, 27 Desember 2021. Periode penguncian yang berlangsung selama 180 hari pasca initial public offering (IPO) baik staf aktif dan mantan karyawan pengembang tidak diizinkan menjual saham yang semestinya sudah berakhir pada Senin, 27 Desember 2021. Namun, Didi memperpanjang larangan tersebut tanpa batas waktu.

Menurut laporan, karyawan tidak dapat menjual saham tersebut sampai perusahaan terdaftar (listing) kembali di Hong Kong. Demikian mengutip Channel News Asia, ditulis Jumat, 31 Desember 2022.

Didi Global tidak memberikan tanggapan maupun komentar terkait laporan tersebut.

Perusahaan merupakan salah satu target operasi dari tindakan keras regulasi dari pemerintah China. Alhasil memaksa raksasa ride-hailing yang berpusat di Beijing mengumumkan rencana delisting atau penghapusan nama perusahaan di New York Stock Exchange. Didi pun berupaya mengejar listing di Hong Kong.

Administrasi Cyberspace China  mengatakan kepada perusahaan untuk berhenti mendaftarkan pengguna baru segera setelah debut NYSE pada Juni. Penawaran perusahaan masih dalam penyelidikan. 

 

Uber Bakal Lepas Saham Didi

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya, Uber Techologies Inc berniat menjual saham aset non-strategis termasuk kepemilikannya Didi Global Inc yang berbasis di Beijing, China terdorong faktor kurangnya transparasi di pasar China meskipun tergolong ekosistem yang tangguh.

Perusahaan Amerika Serikat (AS) menarik diri dari China pada 2016 setelah menghabiskan setidaknya USD 1 miliar atau Rp 14,34 triliun (asumsi kurs Rp 14.344 per dolar AS) dalam setahun akibat perang harga dengan Didi. Alhasil harus menjual operasinya di China ke tangan Didi dengan imbalan berupa saham.

Uber memiliki 12,8 persen saham Didi menurut pengajuan pada Juni.

"Perusahaan menyakini saham Didi kurang strategis. Didi merupakan rival dan China adalah tempat yang cukup sulit terkait akses transparansi, jika pun ada hanya sedikit,” ungkap Chief Executive Uber Dara Khosrowshahi, dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu, 15 Desember 2021.

Khosrowshahi menambahkan perusahan tidak akan terburu-buru menjual saham Didi. Pertaruhan itulah yang dicarai untuk dimonetisasi secara cerdas dari waktu ke waktu.

Dia pun mengatakan, kepemilikan Uber di banyak entitas yang go public baru-baru ini. Perusahan tersebut masih tunduk atas periode penguncian dimana investor tidak dapat menjual saham saat listing. Hal ini mengokohkan Uber dalam mempertahankan beberapa saham karena alasan strategis.

Didi tidak memberikan tanggapan atas rencana Uber.

Saham Uber naik 4,3 persen dan  menutup perdagangan USD 37,26 setelah pernyataan Khosrowshahi pada Selasa, 14 Desember 2021. Dia juga informasikan Uber memiliki periode terbaiknya dalam hal pemesanan kotor seluruh perusahaan pada operasi ride-hail dan pengiriman makanan di minggu lalu.

“Meskipun secara keseluruhan perjalanan ride-hail tetap sekitar 10 persen di bawah tingkat pra-pandemi,” tutur CEO Uber Khosrowshahi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya