Bursa Saham Asia Tergelincir Usai Inflasi AS Sentuh Posisi Tertinggi dalam 40 Tahun

Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Kamis, 12 Mei 2022 ikuti wall street yang tertekan setelah rilis data inflasi AS pada April 2022.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 12 Mei 2022, 08:44 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2022, 08:44 WIB
Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Orang-orang berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Bursa saham Asia turun setelah Korea Utara (Korut) melepaskan rudalnya ke Samudera Pasifik. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Liputan6.com, Singapura - Bursa saham Asia Pasifik turun pada perdagangan Kamis pagi (12/4/2022), seiring koreksi pada Rabu malam di wall street setelah data menunjukkan indeks harga konsumen di Amerika Serikat (AS) pada April 2022 tetap mendekati level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun.

Indeks Nikkei 225 di Jepang turun 1,57 persen karena saham Fast Retailing merosot hampir 4 persen. Indeks Topix turun 1 persen.

Di Korea Selatan, indeks Kospi diperdagangkan lebih rendah 0,86 persen. Saham Australia juga turun karena indeks S&P/ASX 200 turun 0,22 persen. Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang diperdagangkan 0,44 persen lebih rendah.

Indeks harga konsumen AS melonjak 8,3 persen pada April dibandingkan dengan tahun lalu  mendekati level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun, data resmi ditunjukkan Rabu. Pembacaan April, yang mewakili sedikit kemudahan dari puncak Maret, juga di atas perkiraan Dow Jones untuk kenaikan 8,1 persen.

Saham di wall street turun setelah rilis data inflasi konsumen AS. Indeks Nasdaq Composite yang padat teknologi tertinggal karena turun 3,18 persen menjadi 11.364,24 sementara S&P 500 yang lebih luas turun 1,65 persen menjadi 3.935,18.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 326,63 poin, atau 1,02 persen, menjadi 31.834,11. Indeks USD berada di 104,015 karena terus bertahan di atas level 103,8 yang jatuh di bawah pada titik-titik tertentu awal pekan ini.

Yen Jepang diperdagangkan pada 129,70 per dolar, lebih kuat dibandingkan dengan level di atas 130,5 yang terlihat terhadap greenback awal pekan ini. Sedangkan, Dolar Australia berada di 0,6925 setelah penurunan baru-baru ini dari level di atas 0,70.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penutupan Perdagangan Wall Street pada 11 Mei 2022

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Rabu, 11 Mei 2022 menyusul investor terus mencerna data inflasi AS yang terbaru.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 326,63 poin menjadi 31.834,11 atau 1,02 persen. Indeks S&P 500 tergelincir 1,65 persen menjadi 3.935,18. Indeks Nasdaq susut 3,18 persen menjadi 11.364,24.

Selama sesi perdagangan, indeks S&P 500 menyentuh level terendah baru dalam 52 minggu pada posisi 3.928,82. Indeks acuan utama juga ditutup pada level terendah 2022. Indeks S&P 500 merosot lebih dari 18 persen dari level tertinggi dalam 52 minggu dan turun lebih dari 17 persen sejak awal 2022.

Pergerakan wall street pada Rabu pekan ini terjadi setelah Dow Jones melemah dalam empat hari berturut-turut.

“Semua orang ingin energi, makanan dan biaya tenaga kerja turun, tetapi pada saat yang sama, mekanisme kami untuk melakukannya adalah menaikkan suku bunga,” ujar Susan Schmidt dari Aviva Investors, mengutip dari CNBC, Kamis, 12 Mei 2022.

Saham teknologi berjuang pada Rabu pekan ini dan menahan kenaikan untuk indeks Nasdaq. Saham Meta Platforms, Apple, Salesforce dan Microsoft masing-masing turun sekitar 4,5 persen, 5,2 persen, 3,5 persen dan 3,3 persen.

Hal ini seiring investor kembali keluar dari sektor saham growth atau pertumbuhan. Sektor teknologi dan konsumsi turun lebih dari tiga persen sehingga menyeret turun indeks S&P 500.

Gerak Saham di Wall Street

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Sementara itu, Visa dan Merck menjadi saham dengan kinerja terbaik di Dow Jones. Sementara itu, sebagian besar sektor saham merosot ke wilayah negatif. Sektor saham energi naik 1,4 persen. Utilitas juga berjuang untuk tetap positif ditutup naik sekitar 0,8 persen. Sedangkan sektor saham material mendatar.

Indeks harga konsumen pada April menunjukkan lonjakan 8,3 persen lebih tinggi dari kenaikan 8,1 persen yang diharapkan oleh ekonom yang disurvei Dow Jones. Lonjakan harga tetap di dekat kecepatan tertinggi dalam 40 tahun di 8,5 persen pada Maret.

Inflasi inti yang tidak termasuk harga makanan dan energi naik 6,2 persen dibandingkan harapan 6 persen. Secara bulanan, indeks harga konsumen utama naik 0,3 persen dan inti bertambah 0,6 persen. Ini menunjukkan inflasi mungkin memuncak tetapi tekanan harga kemungkinan akan bertahan.

Tidak semua analis yakin data menunjukkan inflasi telah mencapai puncaknya.

“Dengan tingkat tahunan yang turun dari 8,5 persen menjadi 8,3 persen mungkin tergoda untuk mengatakan kami telah melihat puncaknya, tetapi kami juga telah melihat hal beda sebelumnya seperti yang terjadi Agustus lalu,” ujar Chief Financial Analyst Bankrate, Greg McBride.

Inflasi AS Jadi Perhatian

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Beberapa analis melihat data sebagai tanda the Federal Reserve atau bank sentral AS berada di belakang kurva dalam mengendalikan inflasi yang dapat memberi tekanan kepada bank sentral untuk bertindak lebih agresif dalam pengetatan kebijakan moneter.

Sementara itu, kenaikan harga telah menjadi perhatian utama terutama karena the Fed menaikkan suku bunga dan memangkas neraca untuk mengatasi inflasi. Setelah rilis data, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun kembali melonjak di atas angka 3 persen dan merosot menjadi 2,93 persen.

“Reaksi pasar negatif awal terhadap angka inflasi benar-benar dapat dimengeri, tetapi karena harga terus naik, AS berada di ambang krisis biaya hidup,” ujar Chief Economic Advisor Allianz, Mohamed El-Erian.

Ia menambahkan, hanya masalah waktu hingga berbicara tentang  krisis biaya hidup dan ini yang terjadi. “Semua orang fokus pada angka, itu bisa dimengerti tetapi lihat intinya 6,2 persen dan lihat komposisi inflasi yang menunjukkan ada banyak pendorong sekarang. Ini bukan lagi masalah hanya tentang perang Ukraina, ini adalah proses inflasi berbasis luas yang telah ditinggalkan oleh The Fed secara besar-besaran,” kata dia.

Dari sisi pendapatan, saham Coinbase merosot 26,4 persen setelah merilis hasil kuartalan terbaru. Investor menantikan laporan dari Walt Disney, Rivian dan Beyond Meat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya