Jurus Kelola Investasi saat Pasar Global Bergejolak

Saat ini, tekanan dari global masih besar pengaruhnya ke pasar finansial domestik.

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Jun 2022, 21:01 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2022, 21:01 WIB
IHSG Menguat
Seorang pria mengambil gambar layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Seiring berjalannya perdangan, penguatan IHSG terus bertambah tebal hingga nyaris mencapai 1,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pasar keuangan global masih menunjukkan kondisi yang volatil. Namun, di sisi lain, sentimen dari dalam negeri menunjukkan optimisme atas proses pemulihan perekonomian Indonesia pada 2022. Dua kondisi yang berbeda ini mempengaruhi strategi investor agar tujuan finansial masa depan mereka dapat tetap tercapai.

Sentimen global yang masih kuat

Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Krizia Maulana menuturkan, saat ini, tekanan dari global masih besar pengaruhnya ke pasar keuangan domestik.

Ada tiga faktor utama yang masih mempengaruhi pasar global yaitu tekanan inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi. Risalah FOMC pada Mei mengindikasikan sikap Fed yang lebih fleksibel terhadap arah kebijakan moneter, dimana front loading kenaikan suku bunga memberi fleksibilitas untuk melakukan perubahan kebijakan tergantung kondisi yang ada.

Pasar keuangan menginterprestasikan hal ini sebagai indikasi the Fed dapat mengubah laju kenaikan suku bunga tergantung pada kondisi ekonomi setelah rencana kenaikan bunga sebesar 50 bps pada Juni dan Juli 2022.

Walaupun sejauh ini kondisi ekonomi AS masih tetap suportif, seperti yang ditunjukkan oleh tingkat konsumsi dan pendapatan, tetapi indeks keyakinan konsumen dan bisnis AS yang menjadi indikator tren aktivitas ekonomi mengalami penurunan.

"Kondisi ini mendukung pandangan the Fed yang lebih fleksibel, mengambil keputusan kebijakan berdasarkan perkembangan ekonomi ke depannya,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (12/6/2022).

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sinyal Positif dari Dalam Negeri

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ia menambahkan, sementara di Asia, perbaikan kasus COVID-19, pelonggaran pembatasan, dan stimulus yang digelontorkan oleh pemerintah China menjadi katalis penting untuk mendukung sentimen yang lebih positif di Asia.

Krizia menuturkan, kondisi makroekonomi Asia tertopang oleh kinerja ekspor yang kuat didukung oleh ekspor barang elektronik dan komoditas sumber daya alam, sehingga berdampak positif bagi stabilitas makroekonomi dari sisi transaksi berjalan dan nilai tukar.

Sinyal positif dari dalam negeri

Meski ada risiko dari pasar global, kabar positif datang dari dalam negeri. Krizia menyebutkan, ada enam faktor yang mendukung sinyal penguatan perekonomian Indonesia, yaitu inflasi yang relatif terkendali, posisi Indonesia sebagai net eksportir komoditas, ekspansi ekonomi Indonesia, peran penting new economy, valuasi aset finansial yang menarik, dan kepemilikan asing yang cenderung rendah.

Pertama, inflasi yang relatif terkendali dan suku bunga riil yang relatif tinggi dibandingkan negara lain memungkinkan pengetatan moneter domestik tidak seagresif pengetatan moneter The Fed atau bank sentral global lain.

 

 

Faktor Lainnya

Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung melintas di papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kedua, posisi Indonesia sebagai net eksportir komoditas memberikan dampak positif. Kontribusi ekspor komoditas yang cukup tinggi berhasil mendorong neraca perdagangan dan menjaga stabilitas Rupiah di tengah memburuknya sentimen dunia terkait inflasi, suku bunga dan harga komoditas yang tinggi.

Ketiga, ekspansi ekonomi menjadi daya tarik di tengah normalisasi global. Adapun katalis utamanya adalah percepatan pemulihan ekonomi ke depan. Di kuartal keempat 2021, pertumbuhan PDB tahunan Indonesia berhasil kembali ke level 5 persen.

Keempat, new economy mendukung pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan. Selama pandemi, new economy telah menunjukkan peran yang penting dan kontribusi pendapatan dari sektor ini diperkirakan akan mencapai 9 persen pada PDB pada 2023.

Saat ini, kontribusi utama datang dari e-commerce, tetapi ke depannya e-logistik, kendaraan listrik, energi terbarukan, dan kesehatan akan meningkat. 

Hal ini diperkirakan dengan dasar perhitungan penetrasi saat ini yang masih rendah. Kelima, valuasi aset finansial yang menarik setelah ketertinggalan kinerja pasar Indonesia di 2021. Keenam, kepemilikan asing yang cenderung rendah pada aset finansial membuat risiko outflow lebih rendah.

Atur Ulang Portofolio

Pembukaan-Saham
Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kondisi global yang volatil mengakibatkan perekonomian tidak pasti dan tentunya memiliki risiko tersendiri.  Di sisi lain, beragam faktor dari dalam negeri masih menjanjikan potensi pertumbuhan bagi aset investasi di pasar modal.

"Dalam jangka panjang, pasar saham masih memberikan potensi keuntungan yang menarik, terlebih kondisi pasar domestik juga mendukung. Walau demikian, portofolio investor sebaiknya tetap terdiversifikasi,” ujar dia.

Penambahan alokasi investasi pada aset dengan korelasi yang rendah dan risiko yang relatif rendah, seperti reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang, juga tetap perlu dilakukan untuk mengantisipasi kondisi pasar global yang volatil.

Investor yang ingin memanfaatkan peluang pertumbuhan pasar domestik dapat memanfaatkan reksa dana saham. 

Sebagai gambaran, dalam setahun terakhir, sejak akhir April 2021 hingga akhir April 2022, reksa dana Manulife Greater Indonesia Fund (MGIF) mencatatkan kinerja 22 persen. Sementara reksa dana Manulife Saham Andalan (MSA) mencatatkan kinerja 26,6 persen, dan reksa dana Manulife Dana Saham (MDS) mencatatkan kinerja 16,7 persen pada periode yang sama.

MGIF merupakan reksa dana saham dalam denominasi dolar AS, sedangkan MSA dan MDS merupakan reksa dana saham dalam denominasi rupiah.  MGIF cocok untuk investasi jangka panjang karena melakukan penempatan pada saham-saham yang dijual melalui penawaran umum dan atau diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

MSA menggunakan tolok ukur IDX 80, sehingga komposisi market cap lebih merata. Dengan menggunakan strategi high conviction, di mana deviasi terhadap tolok ukurnya yang lebih lebar, kinerja portofolio MSA pun cenderung lebih lebar.

Sementara itu, MDS menggunakan tolok ukur LQ45 dengan komposisi big cap yang lebih besar.  Dengan strategi core yang diterapkan, deviasi MDS terhadap tolok ukur lebih terbatas dan volatilitasnya pun cenderung lebih sempit dibandingkan strategi high conviction.

Krizia menuturkan, jumlah porsi penempatan investasi pada reksa dana saham, pasar uang, maupun pendapatan tetap tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing investor memperhatikan faktor seperti; tujuan investasi, jangka waktu investasi dan kebutuhan likuiditas yang berkaitan erat dengan toleransi risiko.

"Dengan mengetahui perkembangan pasar terkini dan melakukan penyesuaian pada komposisi portofolio, investor diharapkan dapat merealisasikan berbagai tujuan keuangannya di masa depan," ujar dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya