Bursa Saham Asia Bervariasi Setelah Rilis Data Aktivitas Pabrik China

Bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Kamis, 30 Juni 2022 meski China catat pertumbuhan aktivitas pabrik.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 30 Jun 2022, 09:30 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2022, 09:30 WIB
Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang pria berjalan melewati indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Rudal tersebut menuju wilayah Tohoku dekat negara Jepang. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Liputan6.com, Singapura - Bursa saham Asia Pasifik menguat  pada perdagangan Kamis, (30/6/2022), seiring China rilis data aktivitas pabrik yang menunjukkan pertumbuhan. Namun, sebagian besar indeks saham di Asia Pasifik melemah.

Di China, bursa saham cenderung menguat. Indeks Shanghai menguat 0,37 persen. Indeks Shenzhen bertambah 1 persen.

Indeks Hang Seng di Hong Kong menguat 0,13 persen. Indkes Nikkei 225 di Jepang turun 0,72 persen pada awal perdagangan, sedangkan Topix tergelincir 0,54 persen. Demikian mengutip dari laman CNBC, Kamis pekan ini.

Di Australia, S&P/ASX 200 turun 0,54 persen. Indeks Kospi Korea Selatan turun 0,91 persen, sedangkan Kosdaq turun 1,04 persen. Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik turun 0,44 persen

Dalam berita ekonomi, indeks manufaktur pembelian China berada di posisi 50,2, lebih rendah dari perkiraan 50,5. Menurut survei Reuters, analis memperkirakan angka 50,5, yang mewakili ekspansi aktivitas pabrik dari bulan sebelumnya. Tanda 50 poin memisahkan pertumbuhan dari kontraksi, dan indeks telah berada di bawah 50 sejak Maret.

Output pabrik Korea Selatan tumbuh ringan pada Mei, menurut data pemerintah. Produksi industri meningkat 0,1 persen dari posisi April. Output sektor jasa tumbuh 1,1 persen pada Mei. Produksi industri Jepang turun 7,2 persen pada Mei, menurut data pemerintah.

Dalam berita perusahaan, Toyota Motor meleset dari target produksi bulanannya pada Mei untuk bulan ketiga berturut-turut, lapor Reuters.

Sementara itu, Hyundai Motor telah memutuskan untuk menunda peluncuran mobil hidrogen yang ditingkatkan, SUV Nexo, Reuters melaporkan, mengutip sebuah surat kabar Korea Selatan.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Indeks Dolar AS

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Orang-orang berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Bursa saham Asia turun setelah Korea Utara (Korut) melepaskan rudalnya ke Samudera Pasifik. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Semalam di Amerika Serikat, bursa saham berfluktuasi pada Rabu setelah rata-rata utama melakukan upaya gagal pada pemantulan di sesi sebelumnya, dan karena pasar bersiap untuk menutup paruh pertama tahun terburuk sejak 1970.

Indeks Dow Jones Industrial Average mengakhiri sesi naik 82,32 poin, atau 0,27 persen, menjadi 31.029,31, sementara benchmark lainnya ditutup sedikit lebih rendah. Indeks S&P 500 turun 0,07 persen menjadi 3.818,83, dan indeks Nasdaq Composite yang padat teknologi turun tipis 0,03 persen menjadi 11.177,89.

Kenaikan suku bunga, ketakutan resesi dan kekhawatiran inflasi telah menjangkiti pasar. Dalam catatan riset ANZ mengatakan pasar telah berhati-hati dan kurang keyakinan kuat karena bank sentral akan prioritaskan penanganan inflasi.

"Intinya adalah sampai data inflasi menunjukkan moderasi yang berkelanjutan, tetap berisiko untuk melompat pada data ekonomi yang lebih lemah dan menyatakan puncak suku bunga bank sentral untuk siklus ini telah diperhitungkan,” kata catatan itu.

Indeks USD berada di 105,057, naik dari bawah 104 di awal minggu. Yen Jepang diperdagangkan pada 136,6 per dolar, setelah sempat menembus level 137. Dolar Australia berada di 0,6872. Harga minyak mentah berjangka AS turun 0,11 persen menjadi USD 109,66 per barel.

Penutupan Wall Street 29 Juni 2022

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan Rabu, 29 Juni 2022 usai rata-rata indeks utama gagal menguat pada perdagangan sesi sebelumnya.

Selain itu, pasar bersiap untuk menutup perdagangan pada semester I 2022 termasuk yang terburuk sejak 1970. Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones naik 82,32 poin atau 0,27 persen menjadi 31.029,31. Indeks S&P 500 tergelincir 0,07 persen ke posisi 3.818,83. Indeks Nasdaq susut 0,03 persen menjadi 11.177,89.

Investor memperkirakan posisi terendah seiring aksi jual yang terjadi pada kuartal II 2022. Kekhawatiran ekonomi yang melambat dan kenaikan suku bunga yang agresif menghabiskan sebagian besar semester I 2022. Kekhawatiran resesi pun meningkat.

“Kami memperkirakan volatilitas yang signifikan pada musim panas ini, dengan reli jangka pendek diikuti pasar yang tertekan didorong makro ekonomi,” ujar Analis Senior Wells Fargo, Christopher Harvey dikutip dari laman CNBC, Kamis (30/6/2022).

Harvey melihat pasar tidak akan pertahankan reli hingga the Fed akan beralih dari pengetatan kebijakan moneter dengan kenaikan suku bunga 50-75 basis poin menjadi 25 basis poin.

Indeks S&P 500 yang turun sekitar 20 persen pada 2022 berada pada laju paruh pertama yang terburuk pada 2022 sejak 1970. Saat itu, indeks acuan susut 21,01 persen. Sementara itu, secara kuartalan, baik Dow Jones dan S&P 500 berada di jalur untuk kinerja terburuk sejak 2020. Indeks Nasdaq juga membukukan kinerja buruk dalam tiga bulan ini sejak 2008.

Pada Rabu pekan ini, saham General Mills naik sekitar 6,4 persen setelah perusahaan melampaui perkirana pendapatan dan laba bersih untuk kuartal terakhir.

Gerak Saham di Wall Street

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Saham Goldman Sachs bertambah hampir 1,3 persen setelah Bank of America meningkatkan rekomendasi beli. Bank of America juga mengatakan bank akan berkembang bahkan dalam perlambatan ekonomi.

Saham Amazon naik 1,4 persen setelah JPMorgan mengulangi peringkat overweight pada saham dan Redburn memulainya dengan membeli. Saham MetaPlatforms naik 2 persen, sementara Apple dan Microsoft masing-masing naik lebih dari satu persen.

Sementara itu, produsen chip pimpin koreksi setelah Bank of America menurunkan peringkat beberapa saham chip karena meningkatnya persaingan. Teradyne turun 5,2 persen. Advanced Micro Devices dan Micron masing-masing susut lebih dari tiga persen.

Saham Carnival turun 14,1 persen setelah Morgan Stanley memangkas target harga. Saham kapal pesiar lainnya pun tertekan. Saham Royal Caribbean dan Norwegian Cruise Line Holdings masing-masing turun 10,3 persen dan 9,3 persne.

Saham Bed Bath and Beyond anjlok 23,6 persen setelah perusahaan membukukan kerugian besar pada pendapatan kuartalan harapan pendapatan. Perseroan juga mengumumkan pengunduran diri CEO.

Kekhawatiran Resesi

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Di sisi lain, Rabu pekan ini, Presiden Federal Reserve Bank of Cleveland Loretta Mester mengatakan akan advokasi kenaikan suku bunga 75 basis poin pada pertemuan bank sentral Juli jika kondisi ekonomi tetap sama pada saat itu.

“Saya belum melihat angka-angka di sisi inflasi yang perlu saya lihat untuk berpikir kita dapat kembali ke kenaikan 50,” kata dia.

Pergerakan pasar Rabu pekan ini juga ikuti koreksi tajam untuk rata-rata indeks utama sebelumnya. Semua acuan memulai sesi perdagangan dengan kenaikan yang kuat tetapi data kepercayaan konsumen mengecewakan menghentikan kenaikan tersebut dan menekan saham.

“Kebanyakan orang hanya berusaha hindari reli pasar bearish, yakin SPX memiliki beberapa ratus poin penurunan lebih lanjut selama beberapa bulan mendatang,” tulis Adam Crisafulli dari Vital Knowledge.

Meskipun investor mengharapkan volatilitas lanjutan dan revisi laba negatif, Jim Paulsen dari Leuthold Group mengatakan di bawah turbulensi, pasar keuangan telah pada dasarnya dipulihkan ke normal.

“Pertarungan melawan inflasi yang tak terkendali sangat intens, dan ketakutan akan resesi merajalela,” tulis Paulsen dalam sebuah catatan pada Rabu sore pekan ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya