Liputan6.com, Jakarta - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berencana mengubah status kontrak karya yang akan habis pada Desember 2025, menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Syaratnya, Indonesia harus memiliki 51 persen saham Vale, baik oleh pemerintah maupun investor domestik.
Melansir laman Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau MIND ID memiliki 20 persen saham INCO, dan publik 21,18 persen. Sehingga total kepemilikan dalam negeri masih sekitar 41,18 persen.
Baca Juga
Sementara kepemilikan mayoritas sebesar 43,79 persen oleh Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. sebesar 15,03 persen.
Advertisement
"Jadi sudah sekitar 40 persen. Jadi tinggal 11 persen (untuk penuhi 51 persen). Sumitomo ini sudah siap, mau kalau 11 persen ini diambil, silakan. Ini tergantung dari pemerintah mau ambilnya kapan. Tapi dari Vale sama Sumitomo sudah siap,” Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Berdasarkan UU No 3 Tahun 2020 Pasal 112, badan usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51 persen secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, dan atau Badan Usaha swasta nasional.
“Ini bukan divestasi biasa, ini divestasi yang dimandatkan jadi harus mengikuti peraturan pemerintah. Pertama harus ditawarkan ke pemerintah dulu.Dari Vale sudah siap,” imbuh Bernard.
Garap Proyek Bahodopi
Diberitakan sebelumnya, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menandatangani perjanjian investasi proyek blok Bahodopi senilai USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 31,3 triliun (kurs Rp 14.903 per USD).
Penandatanganan perjanjian dilakukan perseroan bersama Taiyuan Iron & Steel (Group) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai) pada Selasa 6 September 2022.
Nantinya tiga entitas itu akan membentuk usaha patungan (joint venture) untuk mengembangkan fasilitas pengolahan nikel di Xinhai Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah. Rencananya, perusahaan patungan disiapkan membangun fasilitas dengan delapan lini kapasitas pemrosesan feronikel tanur putar-listrik dan perkiraan produksi tahunan 73.000 metrik ton nikel, bersama dengan fasilitas pendukung.
“Estimasi biaya capex untuk investasi sekitar USD 2,1 miliar untuk pembangunan pabrik di mana di dalamnya termasuk USD 300 juta tambahan fasilitas LNG untuk kurangi emisi karbon,” ungkap CEO PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto menargetkan 70 persen pembiayaan berasal dari pinjaman bank, sisanya 30 persen dari ekuitas masing-masing perusahaan. Adapun semua pihak setuju bahwa perseroan akan memiliki 49 persen dari ekuitas perusahaan patungan, sementara TISCO dan Xinhai melalui JV yang lain, akan genggam sisanya yakni 51 persen.
“Secara kepemilikan saham, Vale akan pegang 49 persen sementara partner kami 51 persen… Proses financing sekarang berjalan tapi kami targetkan 70:30. Di mana 70 persen dari pinjaman bank dan 30 persen dari masing-masing shareholder,” kata Bernard.
Advertisement
Kinerja Semester I 2022
Sebelumnya, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatat kinerja positif sepanjang semester I 2022. Perseroan mencatat pertumbuhan penjualan dan laba selama enam bulan pertama 2022.
Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Minggu (31/7/2022), PT Vale Indonesia Tbk meraup pendapatan USD 564,53 juta atau sekitar Rp 8,42 triliun (asumsi kurs Rp 14.931 per dolar AS)pada semester I 2022. Pendapatan perseroan naik 36,05 persen dari periode sama tahun sebelumnya USD 414,94 juta atau sekitar Rp 6,19 triliun.
Beban pokok pendapatan naik 8,25 persen menjadi USD 356,31 juta pada semester I 2022 jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya USD 329,13 juta. Dengan demikian, laba bruto bertambah 142,65 persen menjadi USD 208,22 juta pada semester I 2022 jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya USD 85,80 juta.
Beban usaha naik menjadi USD 8,77 juta pada semester I 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 2,05 juta. Pendapatan lainnya turun menjadi USD 1,19 juta dari periode sama tahun sebelumnya USD 1,97 juta. Beban lainnya susut menjadi USD 5,12 juta pada semester I 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 5,25 juta.
Perseroan mencatat laba usaha USD 195,51 juta pada semester I 2022. Laba usaha tersebut naik 142,98 persen jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya USD 80,46 juta. Dengan melihat kondisi itu, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 150,45 juta atau sekitar Rp 2,24 triliun.
Kinerja Laba
Laba tersebut naik 155,93 persen jika dibandingkan periode semester I 2021 sebesar USD 58,78 juta atau sekitar Rp 877,74 miliar.
Melihat kondisi itu, laba per saham dan dilusi naik menjadi USD 0,0151 pada semester I 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 0,0059.
Total ekuitas naik menjadi USD 2,30 miliar pada Juni 2022 dari Desember 2021 sebesar USD 2,15 miliar. Total liabilitas perseroan susut menjadi USD 312,29 juta hingga Juni 2022 dari Desember 2021 sebesar USD 318,36 juta.
Perseroan mencatat aset naik menjadi USD 2,61 miliar pada 30 Juni 2022 dari Desember 2021 sebesar USD 2,47 miliar. Perseroan kantongi kas dan setara kas USD 585,92 juta hingga Juni 2022 dari Desember 2021 sebesar USD 508,32 juta.
Pada penutupan perdagangan Jumat, 29 Juli 2022, saham INCO melemah 1,21 persen ke posisi Rp 6.100 per saham. Saham INCO dibuka naik 75 poin ke posisi Rp 6.250 per saham.
Saham INCO berada di level tertinggi Rp 6.300 dan terendah Rp 6.025 per saham. Total frekuensi perdagangan 7.900 kali dengan volume perdagangan 249.316 saham. Nilai transaksi Rp 152,4 miliar.
Advertisement