Liputan6.com, Jakarta - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) kembali menyepakati kerjasama dengan Zhejiang Huayou Cobalt Company (Huayou) untuk mengembangkan smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Sorowako. Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kerja sama kedua pihak telah dimulai awal 2022.
Huayou juga telah melakukan studi kelayakan dengan hasil positif. Sehingga kedua pihak sepakat untuk meningkatkan kerjasama dengan menandatangani The Heads of Agreement pada Selasa, 13 September 2022.
Baca Juga
"Kerja sama proyek pengembangan ini adalah salah satu bentuk realisasi komitmen pertambangan berkelanjutan dan strategi PT Vale dalam menunjang program Pemerintah untuk membuat ekosistem mobil listrik di Indonesia,” kata CEO PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy di Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Advertisement
Presiden Komisaris PT Vale dan Wakil Presiden Eksekutif Vale Base Metals, Deshnee Naidoo, mengatakan, perjanjian kemitraan ini merupakan katalis lain untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan dari sumber daya nikel kelas dunia Indonesia.
"Bersama dengan kemajuan terbaru pada fasilitas HPAL Pomalaa dan Proyek Blok Bahodopi, ini menunjukkan bahwa kami berkomitmen untuk melaksanakan proyek pertumbuhan berkelanjutan generasi berikutnya dengan dampak lingkungan yang minimal untuk kepentingan pemangku kepentingan lokal dan nasional,” kata dia.
Pabrik HPAL bar ini akan mengolah bijih nikel limonit menjadi produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 60.000 ton produk nikel dalam MHP. MHP kemudian dapat diolah menjadi bahan untuk komponen baterai, misalnya untuk kendaraan listrik.
Olah Bijih Nikel
Salah satu poin terpenting dari kerjasama ini adalah komitmen para pihak untuk mencapai netralitas karbon pada 2050 dan kesepakatan untuk bekerja sama dalam meminimalkan emisi karbon. Huayou akan berdiskusi lebih lanjut dengan PT Vale untuk mempelajari alternatif energi rendah karbon.
Perwakilan Huayou, Chen Xuehua menilai kerja sama ini adalah kombinasi sempurna dari keunggulan sumber daya mineral Vale dan keunggulan teknologi High Pressure Acid Leaching Huayou Cobalt, untuk mencapai pengembangan sumber daya mineral rendah karbon, hijau, dan berkelanjutan.
"Kerja sama kami juga dapat memenangkan peluang pertumbuhan bagi kedua belah pihak, menambah kekuatan dan nilai bagi industri, serta memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia,” kata dia.
Advertisement
Vale Indonesia Bersama Taiyuan dan Shandong Resmi Garap Proyek Blok Bahodopi
Sebelumnya, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menandatangani perjanjian investasi proyek blok Bahodopi senilai USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 31,3 triliun (kurs Rp 14.903 per USD).
Penandatanganan perjanjian dilakukan perseroan bersama Taiyuan Iron & Steel (Group) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai) pada Selasa, 6 September 2022.
Nantinya tiga entitas itu akan membentuk usaha patungan (joint venture) untuk mengembangkan fasilitas pengolahan nikel di Xinhai Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah.
Rencananya, perusahaan patungan disiapkan membangun fasilitas dengan delapan lini kapasitas pemrosesan feronikel tanur putar-listrik dan perkiraan produksi tahunan 73.000 metrik ton nikel, bersama dengan fasilitas pendukung.
"Estimasi biaya capex untuk investasi sekitar USD 2,1 miliar untuk pembangunan pabrik di mana di dalamnya termasuk USD 300 juta tambahan fasilitas LNG untuk kurangi emisi karbon," ungkap CEO PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Pembiayaan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto menargetkan 70 persen pembiayaan berasal dari pinjaman bank, sisanya 30 persen dari ekuitas masing-masing perusahaan.
Adapun semua pihak setuju perseroan akan memiliki 49 persen dari ekuitas perusahaan patungan, sementara TISCO dan Xinhai melalui JV yang lain, akan genggam sisanya yakni 51 persen.
"Secara kepemilikan saham, Vale akan pegang 49 persen sementara partner kami 51 persen. Proses financing sekarang berjalan tapi kami targetkan 70:30. Di mana 70 persen dari pinjaman bank dan 30 persen dari masing-masing shareholder,” kata Bernard.
Advertisement