Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA tengah mempersiapkan bank digital BCA Blu untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Namun, hingga saat ini, perseroan selaku induk masih belum bisa memastikan kapan perusahaan anak itu siap debut, mengingat usianya yang baru sekitar satu tahun.
Baca Juga
"Sebetulnya ada banyak hal yang dipertimagkan waktu mau lakukan IPO. Salah satunya size dari bank itu sendiri, perkembangan bisnis, dan apakah sudah profit atau belum," ujar Sekretaris Perusahaan BCA, Raymon Yonarto dalam Public Expose Live 2022, Rabu (14/9/2022).
Advertisement
Meski begitu, BCA optimistis dengan prospek jangka panjang dari bank digital ini. Sehingga prioritas saat ini adalah fokus pada pertumbuhan bisnis dan beberapa pengembangan fitur.
“Kalau bisnis dan pertumbuhan bagus dna sudah profit, kita akan masuk pasar. Jadi belum ada target spesifiknya, dibesarkan dulu bank nya,” imbuh Raymon.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur BCA, Vera Eve Lim mengatakan BCA juga terbuka untuk memberi dukungan dari sisi pendanaan. Dalam catatannya, pada Desember lalu BCA juga telah suntikkan sejumlah modal kepada BCA Blu.
“Akhir tahun lalu kami baru suntikkan modal untuk BCA Blu. Jadi modalnya sekarang ada 4 triliun.Saat ini kami bersyukur jumlah nasabah yang sudah terkumpul cukup banyak dengan dana yang terkumpul Rp 5 triliun lebih,” ungkap Vera.
Vera sadar betul, sebagai perusahaan yang masih baru, BCA Blu perlu kerja keras lebih untuk menjaring banyak nasabah.
Tak hanya itu, BCA Blu juga masih punya pekerjaan rumah (PR) untuk memastikan transaksi tumbuh tinggi sejalan dengan pertumbuhan nasabah sehingga bisa berikan profitabilitas tinggi ke depannya. “Kalau melihat kinerja setahun, kami cukup senang dengan apa yang dicapai Blu karena jauh di atas target yang kami tentukan,” kata Vera.
Target Pertumbuhan Kredit hingga 10 Persen
Sebelumnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menargetkan pertumbuhan kredit menjadi 8-10 persen secara tahunan, dari 6-8 persen.
Direktur BCA Haryanto T. Budiman menuturkan, pada awal tahun BCA konservatif, tetapi saat ini menargetkan pertumbuhan kredit 8-10 persen.
"Awal tahun kita konservatif, kami targetkan 8-10 persen pertumbuhan kredit,” kata Haryanto dalam Press Conference BCA Expo 2022, ICE BSD, Hall 9, Tangerang, Jumat (9/9/2022).
Haryanto juga berharap, terjadi peningkatan kredit secara signifikan serta melampaui target.
"Kita tetap optimis, Expo untuk membantu pertumbuhan kredit di semester II. Semester I, kita sangat membantu, kita ingin juga akan membantu hingga akhir tahun. Mudah-mudahan ada peningkatan yang signifikan dan melebihi yang ditargetkan sebelumnya, ini kesempatan yang sangat baik,” ujar dia.
Hingga Juni 2022, BCA telah menyalurkan total kredit BCA naik 13,8 persen secara tahunan menjadi Rp675,36 triliun. Tren kredit konsumer juga terus membaik, dengan total kredit portofolio kredit konsumer naik 7,6 persen secara tahunan menjadi Rp160,51 triliun.
Kemudian untuk KPR BCA hingga Juni 2022, tumbuh 8,5 persen secara tahunan menjadi Rp101,6 triliun. Sedangkan KKB BCA hingga Juni 2022, bertumbuh 4,8 persen secara tahunan menjadi Rp43,2 triliun.
Advertisement
Bakal Revisi RBB
Sebelumnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau disebut BCA mengungkapkan akan merevisi rencana bisnis bank (RBB) dengan mengubah target pertumbuhan kredit pada 2022.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja mengatakan, BCA akan revisi target pertumbuhan kredit dari 8 persen menjadi 10 persen pada 2022.
"Kalau tadinya sekitar 8 persen sekarang mulai berkisar ke arah 10 persen, supaya kita memang lebih optimis,” kata Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja dalam konferensi pers, Rabu (27/7/2022).
Dia menambahkan, rencana untuk meningkatkan kredit itu potensinya memang cukup besar dan pihaknya berharap ini akan terus membantu pemulihan ekonomi Indonesia khususnya yang terkena pandemi COVID-19.
"Meskipun sekarang yang kita hadapi adalah kenaikan-kenaikan harga-harga bahan baku dari hampir semua perusahaan itu meningkat, sehingga kalau mereka tidak bisa menjual atau daya beli masyarakat belum bisa mengabsorb itu maka perusahaan ini untuk sementara mengalami profitabilitinya akan berkurang,” ujar dia.
Tantangan Baru
Jahja menilai dampak COVID-19 sudah mengalami pemulihan. Namun, karena masalah ekonomi global, terdapat tantangan baru yang harus dihadapi.
"Kita tahu harga minyak meningkat, harga minyak goreng sempat menjadi topik yang menarik karena kenaikan-kenaikan harga di luar negri luar biasa, kemudian kita lihat juga misalnya untuk bahan-bahan baku lain, karena apa transportasi dan namanya impor pasti menggunakan logistik-logistik company dengan kapal dan itu meningkat biaya kontainer semua meningkat,” ungkapnya.
Jahja menambahkan, saat ini eksportir menikmati masa keemasan seiring dolar AS yang menguat.
"Menyebabkan fokus terhadap perusahaan-perusahaan, kita tentu setiap perusahaan berbeda mungkin untuk eksportir mungkin ini masa keemasan mereka menikmati dolarnya lebih banyak rupiah yang didapat kemudian industri seperti CPO, pertambangan batu baru dan nikel tembaga alumina itu menikmati kenaikan komoditas buat mereka mendapatkan income lebih besar,” ujar dia.
Advertisement