Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat Fitch menurunkan prospek peringkat kredit untuk utang pemerintah Inggris menjadi “negatif” dari “stabil” pada Rabu, 5 Oktober 2022.
Langkah ini dilakukan beberapa hari setelah lembaga pemeringkat lainnya Standard and Poor’s melakukan hal sama setelah pernyataan pemerintah mengenai fiskal pada 23 September 2022.
Baca Juga
"Paket fiskal besar dan tidak didanai yang diumumkan sebagai bagian dari rencana pertumbuhan pemerintah baru dapat menyebabkan peningkatan defisit fiskal yang signifikan dalam jangka menengah,” kata Fitch dikutip dari CNN, Kamis (6/10/2022).
Advertisement
Fitch mempertahankan peringkat kredit AA-untuk Inggris, yang satu tingkat lebih rendah dari S&P. Menteri Keuangan Inggris Kwasi Kwarteng mengumumkan 45 miliar pound atau USD 51 miliar atau sekitar Rp 775,23 triliun (asumsi kurs 15.203 per dolar AS)pemangkasan pajak yang tidak didanai dalam pernyataan 23 September disamping subsidi energi yang besar dan langkah-langkah lain yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan, tetapi pasar keuangan menolak pinjaman ekstra.
Sterling jatuh ke rekor terendah terhadap dolar AS dan beberapa obligasi pemerintah Inggris anjlok dalam beberapa dekade. Hal ini memaksa Bank of England untuk masuk menstabilkan pasar.
Fitch menuturkan, kurangnya perkiraan anggaran independent serta bentrokan yang jelas dengan strategi perangi inflasi, Bank of England telah berdampak negatif pada kepercayaan pasar keuangan dan kredibilitas kerangka kebijakan, kekuatan peringkat utama yang sudah berlangsung lama.
Pada Senin, 3 Oktober 2022, Kwarteng mengatakan tidak akan melanjutkan bagian dari pemotongan pajak, menurunkan pajak penghasilan untuk 1 persen penerima terbatas yang diperkirakan Kementerian Keuangan menelan biaya 2 miliar pound per tahun.
Fitch menuturkan, ini tidak cukup untuk mengubah valuasi yang lebih luas. “Meskipun pemerintah membalikkan penghapusan pajak tarif tertinggi, modal politik pemerintah yang melemah dapat semakin merusak kredibilitas dan dukungan untuk strategi fiskal pemerintah,” kata Fitch.
Lembaga pemeringkat ini memperkirakan defisit pemerintah Inggris akan mencapai 7,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2022 dan 8,8 persen pada 2023. Sementara utang pemerintah akan naik menjadi 109 persen dari PDB pada 2024.
Inggris Batalkan Rencana Pemangkasan Pajak Penghasilan Orang Kaya
Sebelumnya, Pemerintah Inggris membatalkan rencana untuk memangkas tarif tertinggi pada pajak penghasilan, menyusul reaksi publik dan turbulensi pasar terkait langkah tersebut.
Dilansir dari CNBC International, Senin (3/10/2022) Menteri Keuangan Inggris Kwasi Kwarteng mengatakan bahwa pemerintah akan membatalkan rencananya untuk memotong pajak pada masyarakat berpenghasilan tertinggi.
"Jelas bahwa penghapusan tarif pajak sebesar 45 persen telah menjadi gangguan dari misi utama kami untuk mengatasi tantangan yang dihadapi ekonomi kita," kata Kwarteng dalam sebuah pernyataan.
"Dengan demikian, saya mengumumkan bahwa kami tidak melanjutkan penghapusan tarif pajak 45 persen. Kami mengerti, dan kami telah mendengarkan," tuturnya.
Sebelumnya, pengumuman pemangkasan pajak penghasilan di Inggris disusul dengan menurunnya nilai pound sterling.
Hari ini, nilai pound sterling kembali naik dengan tajam di tengah laporan terkait pembatalan pemangkasan pajak. Nilai pound sterling naik 0,8 persen terhadap dolar pada Senin (3/10) waktu setempat, tetapi kembali merosot ke USD 1,1212 pada pukul 7.30 pagi waktu London setelah berita itu dikonfirmasi.
"Meskipun aset Inggris bereaksi dengan baik terhadap pembatalan, mereka masih jauh dari penyelesaian masalah," sebut Jane Foley, ahli strategi senior FX di bank Rabobank.
Sebelumnya, Amerika Serikat sempat dilaporkan turut khawatir atas gejolak ekonomi di Inggris, dan sedang mencari cara untuk mendorong tim Perdana Menteri Liz Truss membatalkan rencana pemotongan pajak.
Mengutip The Straits Times, seorang sumber menyebutkan bahwa pejabat di Departemen Keuangan AS khawatir tentang volatilitas di pasar keuangan dan dampak ekonomi secara luas dari situasi ekonomi di Inggris.
Selain itu, Departemen Keuangan AS juga dikabarkan tengah membahas masalah tersebut dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membujuk PM Truss.
Advertisement
Dikritik IMF
Dana Moneter Internasional (IMF) secara terbuka mengkritik rencana pemotongan pajak di Inggris, memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat memperburuk krisis biaya hidup. Inggris kini tengah dibayangi resesi.
Dilansir dari laman BBC, Rabu (28/9/2022) Kanselir Kwasi Kwarteng beberapa waktu lalu mengungkapkan pengusulan pemotongan pajak terbesar dalam 50 tahun, saat ia memuji "era baru" bagi ekonomi Inggris.
Dalam pemotongan itu, pajak penghasilan dan bea materai atas pembelian rumah akan dipotong.
Tetapi Partai Buruh Inggris mengatakan pemotongan pajak itu tidak akan menyelesaikan krisis biaya hidup dan menyebutnya sebagai rencana untuk memberi keuntungan kepada masyarakat kaya.
Pengumuman rencana pemotongan pajak Inggris oleh Kwarteng pun dibarengi dengan anjloknya nilai pound sterling.
Selanjutnya
IMF dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka memahami bahwa paket fiskal yang besar bertujuan untuk mendorong pertumbuhan melalui pemotongan pajak, tetapi memperingatkan bahwa langkah-langkah tersebut dapat mempercepat laju kenaikan harga, yang diupakan untuk turun oleh bank sentral Inggris.
"Sifat dari kebijakan-kebijakan Inggris kemungkinan akan menambah ketidaksetaraan," kata pihak IMF.
"Namun, mengingat tekanan inflasi yang meningkat di banyak negara, termasuk Inggris, kami tidak merekomendasikan paket fiskal besar dan tidak bertarget pada saat ini, karena penting bahwa kebijakan fiskal tidak bekerja dengan tujuan yang bertentangan dengan kebijakan moneter," jelas IMF.
IMF selanjutnya mengatakan, Inggris masih punya kesempatan untuk melakuan re-evaluasi terhadap rencana pajak tersebut, yang sebagian besar menguntungkan orang berpendapatan tinggi.
Advertisement