Bank DBS: Risiko Resesi Indonesia Cukup Rendah

Bank DBS menyebutkan ekonomi Indonesia ini cukup berorientasi pada domestik. Dengan demikian, potensi risiko resesi ini cukup rendah.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 13 Okt 2022, 14:41 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2022, 14:41 WIB
Bank DBS (Foto: DBS)
Bank DBS (Foto: DBS)

Liputan6.com, Jakarta - Bank DBS melihat risiko resesi  terhadap pasar ekuitas Indonesia cukup rendah. Bahkan, Regional Equity Strategist Bank DBS  Joanne Goh mengatakan, permintaan komoditas Indonesia masih sangat kuat. 

"Jadi kami melihat bahwa risiko resesi sebenarnya cukup rendah, dan saat ini kami berpikir bahwa permintaan struktural untuk komoditas masih sangat kuat,” kata Joanne dalam konferensi pers, Kamis (12/10/2022).

Joanne mengatakan, ekonomi Indonesia ini cukup berorientasi pada domestik. Dengan demikian, ia melihat potensi risiko resesi ini cukup rendah.

“Jadi untuk Indonesia, karena ekonominya cukup berorientasi domestik. Jadi kami melihat bahwa resesi dibandingkan dengan beberapa pasar ekspor eksternal lainnya akan cukup rendah,” kata dia.

Selain itu, saat ini juga perekonomian juga sedang dihadapkan dengan inflasi dan suku bunga yang tinggi. 

"Jadi saat ini, perekonomian juga menghadapi inflasi yang lebih tinggi dan juga suku bunga yang tinggi. Tapi kami berpikir bahwa, bank sentral memiliki pegangan yang sangat kuat dalam semua masalah ini,” kata dia. 

Dengan demikian, risiko resesi untuk Indonesia dinilai tidak terlalu tinggi. 

"Jadi risiko resesi untuk Indonesia, menurut saya tidak terlalu tinggi. Maksudku, ya, bisa dibilang pelan-pelan,” ujar dia.

Joanne menyebutkan, Indonesia merupakan penghasil komoditas yang sangat kuat. Hal itu akan menopang perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. 

"Dan bagi Indonesia, yang masih merupakan penghasil komoditas yang sangat kuat. Itu harus menjadi penarik yang sangat kuat untuk mendukung perekonomian dalam beberapa tahun ke depan,” pungkasnya. 

Jangan Terlalu Pede, Pemerintah Harus Bangun Tameng Hadapi Resesi

IHSG Menguat
Seorang pria mengambil gambar layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Seiring berjalannya perdangan, penguatan IHSG terus bertambah tebal hingga nyaris mencapai 1,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, ekonom sekaligus Kepala Pusat Makroekonomi ean Keuangan INDEF Rizal Taufikurahman, mengatakan bahwa Indonesia harus bersiap diri dalam menghadapi ancaman resesi global.

“Resesi dunia sebagai ancaman ekonomi Indonesia tentu saja akan berdampak terhadap kondisi perekonomian. Tentu saja Indonesia harus menyiapkan tameng untuk menahan serangan ancaman resesi global,” kata Rizal kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

Meskipun sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva, menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Kendati begitu, menurut Rizal Pemerintah Indonesia jangan terlena dengan pernyataan tersebut. Diperlukan kebijakan yang sesuai, tepat dan efektif yang untuk menghadapi ancaman resesi global.

“Apalagi kondisi kinerja ekonomi nasional per Triwulan II kondisi membaik. Namun masih sangat rentan oleh guncangan harga yang mendorong terjadinya inflasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia pun menyarankan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam menghadapi ancaman resesi global. Pertama, melaksanakan mix policy yang efektif. Kebijakan ini saling menopang dan menguatkan berbagai indikator makro, baik untuk sisi fiskal maupun sisi moneter.

Kedua, melakukan koordinasi secara intensif antar otoritas fiskal dan moneter dalam stabilisasi harga akibat guncangan (shock).

“Hal ini merupakan strategi konsolidasi pelaksana otorita kebijakan fiskal dan moneter yang tidak hanya di level atau antar lembaga K/L namun juga dilibatkan pemerintah daerah. Terutama dalam pengendalian inflasi,” ujarnya.

Ketiga, konsolidasi yang efektif terhadap Kementerian dan Lembaga terutama dalam menginisiasi lebih mengefektifkan belanja fiskal yang direct ber-impact terhadap ekonomi secara langsung.

Bos IMF Unggah soal Ekonomi Indonesia: Tetap Jadi Titik Terang saat Ekonomi Global Memburuk

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung bertingkat dan pemukiman padat penduduk di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Untuk diketahui, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva ikut menyoroti kondisi ekonomi Indonesia.

Tersirat jika dari unggahannya, dia menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Seperti diketahui ekonomi global tengah memburuk antata lain disebabkan berbagai hal seperti lonjakan harga pangan/energi, perang Rusia Ukraina dan lainnya.

Hal tersebut disampaikan Georgieva setelah menghadiri pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sela-sela IMF Annual Meetings 2022 di Washington DC, Amerika Serikat pada Selasa (11/10/2022).

Ekonomi “"#Indonesia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang memburuk! Diskusi yang sangat baik dengan Menteri Keuangan @smindrawati selama Pertemuan Tahunan, menjelang KTT #G20 pada bulan November," tulis Georgieva dalam unggahannya di laman Instagram resmi @rkristalina.georgieva seperti dikutip Rabu, (12/11/2022).

 

 

Mulai 2023

Logo IMF
(Foto: aim.org)

Sebelumnya, IMF mengeluarkan prediksi terbaru pertumbuhan ekonomi global, yang diperkirakan akan melambat menjadi 2,7 persen tahun depan, 0,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan IMF sebelumnya pada Juli 2022.

IMF juga memperkirakan resesi akan mulai terasa pada ekonomi global di 2023 mendatang.

Sementara itu, perkiraan IMF untuk PDB global tahun ini tetap stabil di angka 3,2 persen, namun turun dari 6 persen yang terlihat pada 2021.

Adapun ekonomi tiga negara besar, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa dan China - yang diprediksi akan terus melambat.

“Selain krisis keuangan global dan puncak pandemi Covid-19, ini adalah "profil pertumbuhan terlemah sejak 2001," kata IMF dalam laporan World Economic Outlook, dikutip dari CNBC International.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya