Strategi Investasi di Tengah Volatilitas Pasar yang Tinggi

Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Krizia Maulana membagikan penjelasan mengenai strategi investasi di tengah volatilitas pasar yang masih tinggi.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 22 Okt 2022, 06:24 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2022, 06:24 WIB
Ilustrasi investasi (Foto: Unsplash/Austin Distel)
Ilustrasi investasi (Foto: Unsplash/Austin Distel)

Liputan6.com, Jakarta - Pasar keuangan global masih menunjukkan tren volatilitas tinggi. Di tengah kondisi ini, investor harus mencari strategi investasi yang tepat agar tujuan keuangannya dapat terealisasi.

Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Krizia Maulana pun membagikan penjelasan mengenai strategi investasi di tengah volatilitas pasar yang masih tinggi, dikutip Sabtu (22/10/2022):

1. Arah kebijakan global

Krizia menuturkan, Ketika pasar memperkirakan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (The Fed) lebih mengerem laju kebijakannya, yang terjadi justru sebaliknya. The Fed mengubah laju Fed Funds Rate menjadi semakin agresif dibandingkan sebelumnya.

Disamping itu, The Fed juga meningkatkan proyeksi pengangguran serta menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS).

Sisi positifnya, komunikasi yang cukup terbuka oleh The Fed menunjukkan kenaikan Fed Rate tinggi di depan (front loaded) terjadi di tahun ini dan perkiraan siklus tertinggi suku bunga tidak berubah, masih tetap pada awal 2023.

“Kondisi ini menyiratkan bahwa terbuka kemungkinan kebijakan The Fed yang lebih longgar, terutama ketika ekonomi mengalami kontraksi ekstrim dan/atau inflasi turun konsisten,” ujar dia.

Sementara itu, perubahan struktural ekonomi di China (dari semula berorientasi pada ekspor menjadi pasar domestik) membawa dampak perubahan dan/atau regulasi baru di berbagai sektor, antara lain teknologi, edukasi dan properti. Selain itu, China juga dianggap tidak peka terhadap penanganan COVID-19 (Zero Covid Policy).

“Meskipun begitu, kebijakan pemerintah China yang mengembangkan sektor-sektor prioritas industri masa depan seperti kendaraan listrik, EBT (energi baru dan terbarukan), otomasi, dan semikonduktor, dinilai menjadi peluang yang menarik bagi investor untuk masuk ke pasar China,” tutur dia.

2.Langkah antisipatif Bank Indonesia

Menanggapi kebijakan agresif The Fed, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) ke level 4,25 persen.

“Langkah ini dilakukan untuk menjaga ekspektasi inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, menjaga daya tarik rupiah, dan menjaga selisih antara suku bunga Indonesia dengan AS di zona positif,” kata dia.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Diversifikasi Aset

Ilustrasi investasi, investasi saham (Photo by Tech Daily on Unsplash)
Ilustrasi investasi, investasi saham (Photo by Tech Daily on Unsplash)

3.Diversifikasi aset

Krizia mengatakan, di tengah kondisi saat ini, diversifikasi untuk membangun portofolio yang resilien dapat menjadi strategi yang baik bagi para investor untuk mengoptimalkan potensi keuntungan sekaligus meminimalisir risiko.

Diversifikasi bisa dilakukan dari berbagai sisi, seperti diversifikasi kelas aset, diversifikasi pasar atau geografis, diversifikasi mata uang, maupun diversifikasi sektor.

Kawasan Asia yang beragam menawarkan potensi diversifikasi bagi investor. Pelonggaran restriksi aktivitas, pembukaan kembali perjalanan internasional yang mendukung aktivitas ekonomi dan tekanan inflasi yang cenderung lebih rendah, dapat menjadi bantalan di tengah kondisi makroekonomi global yang penuh tantangan.

“Bagi investor yang ingin melakukan diversifikasi investasi di pasar saham luar negeri (offshore), silakan manfaatkan reksa dana saham syariah offshore, misalnya pada kawasan Asia Pasifik. Investasi di kawasan Asia Pasifik memberikan peluang untuk menikmati keuntungan dari diversifikasi geografis, mata uang, dan investasi pada saham-saham unggulan,” kata dia.

 


Alasan Diversifikasi

(Foto: Ilustrasi investasi saham. Dok Unsplash/Austin Distel)
(Foto: Ilustrasi investasi saham. Dok Unsplash/Austin Distel)

Ia menuturkan, potensi imbal hasilnya pun lebih optimal daripada sekadar disimpan dalam bentuk tabungan dolar AS.

“Salah satu reksa dana saham yang fokus pada kawasan Asia Pasifik yaitu reksa dana Manulife Saham Syariah Asia Pasifik Dolar AS (MANSYAF),” kata dia.

Krizia mengatakan, saat ini portofolio MANSYAF terdiri dari saham-saham perusahaan Asia berskala global dengan pendapatan mancanegara yang tersebar di bursa-bursa negara-negara di Asia Pasifik seperti China (termasuk Hong Kong), Korea, India, Australia, termasuk Indonesia.

Ia menilai, di tengah kondisi yang volatil seperti saat ini, pasar saham di kawasan Asia Pasifik dan Indonesia tetap memiliki peluang yang menarik.

“Dengan melakukan diversifikasi, kita dapat meningkatkan imbal hasil portofolio secara keseluruhan lewat kinerja yang lebih stabil dari waktu ke waktu. Sebagai investor, dalam membuat keputusan investasi tentunya kita harus selalu mempertimbangkan tujuan investasi, jangka waktu investasi, dan disesuaikan dengan profil risiko masing-masing,” ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya