Saham Amazon Makin Lesu Terseret Inflasi hingga Suku Bunga

Saham Amazon telah jatuh tajam pada 2022 di tengah aksi jual saham teknologi yang lebih luas.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 20 Des 2022, 13:14 WIB
Diterbitkan 20 Des 2022, 13:14 WIB
Logo Amazon
(Doc:Laura Muriel)

 

Liputan6.com, Jakarta - Harga saham Amazon lesu yang dipicu pandemi COVID-19. Saham Amazon kembali jatuh ke posisi perdagangannya ketika COVID-19 mulai mematikan ekonomi AS.

Pada Senin, 19 Desember 2022, saham e-retailer turun 3,4 persen menjadi USD 84,92 atau sekitar Rp 1,32 juta (asumsi kurs Rp 15.576 per dolar AS ) pada penutupan terendah sejak 16 Maret 2020.

Mengutip CNBC, saham Amazon telah jatuh tajam pada 2022 di tengah aksi jual teknologi yang lebih luas terkait dengan melonjaknya inflasi, ekonomi yang memburuk, dan kenaikan suku bunga.  

Untuk pertama kalinya dalam hampir dua dekade, indeks Nasdaq Composite yang padat teknologi akan kalah dari S&P 50 dalam tahun berturut-turut. Triliunan dolar Amerika Serikat (AS) telah terhapus dari saham teknologi. 

Saham Amazon telah anjlok 49 persen pada 2022 dan sedang mengalami tahun terburuk sejak kehancuran dot-com pada 2000, ketika perusahaan kehilangan 80 persen nilainya. Di antara perusahaan teknologi bernilai tertinggi, Meta mengalami tahun terburuk, turun 66 persen, diikuti oleh Tesla sebesar 57 persen dan kemudian Amazon.

Ini merupakan pembalikan yang nyata dari 2020, ketika saham Amazon menguat di tengah permintaan online yang belum pernah terjadi sebelumnya. Amazon melihat serbuan pesanan dari konsumen pada puncak pandemi, karena banyak yang menghindari perjalanan ke toko fisik dan beralih ke web untuk barang-barang penting dan tidak penting.

Tahun lalu, ceritanya mulai berubah, karena perusahaan e-commerce memperhitungkan perbandingan year on year yang sulit dan ekonomi mulai dibuka kembali, membuat banyak orang kembali ke toko fisik.  

 

Tantangan

The Spheres, Kantor Baru Amazon
Logo The Spheres pada pembukaan kantor baru Amazan tersebut di Seattle, Amerika Serikat, Senin (29/1). The Spheres didesain oleh kantor arsitek NBBJ dan akan menjadi bagian tur kampus Amazon. (JASON REDMOND / AFP)

Pada awal 2022, biaya yang lebih tinggi terkait dengan inflasi, kendala rantai pasokan, dan perang di Ukraina menimbulkan tekanan lebih lanjut pada Amazon dan perusahaan teknologi lainnya.

Untuk Amazon, tantangannya lebih dalam. Itu juga bersaing dengan pertumbuhan yang melambat dalam bisnis ritel intinya, dan perusahaan terpaksa mengurangi ekspansi bersejarahnya setelah pandemi.

CEO Amazon, Andy Jassy telah memulai tinjauan luas atas pengeluaran perusahaan, mengakibatkan beberapa program ditutup dan pembekuan perekrutan seluruh tenaga kerja korporatnya. Bulan lalu, perusahaan mulai merumahkan ribuan karyawan sebagai bagian dari gelombang PHK yang diperkirakan akan berlanjut hingga tahun depan.

Rasa sakitnya sepertinya tidak akan segera hilang. Amazon menakuti investor pada Oktober ketika memproyeksikan penjualan antara USD 140 miliar dan USD 148 miliar untuk kuartal saat ini, mewakili pertumbuhan hanya 2 persen hingga 8 persen.  Hal itu jauh di bawah perkiraan rata-rata analis sebesar USD 155,15 miliar, menurut Refinitiv.

Bos Amazon Andy Jassy Umumkan PHK Bakal Berlanjut hingga 2023

Andy Jassy, CEO Amazon Baru Pengganti Jeff Bezos. YouTube/SiliconANGLE theCUBE
Andy Jassy, CEO Amazon Baru Pengganti Jeff Bezos. YouTube/SiliconANGLE theCUBE

Sebelumnya, Amazon berencana untuk melanjutkan kebijakan untuk  memberhentikan karyawan pada tahun depan. Hal itu diumumkan langsung oleh CEO Amazon, Andy Jassy dalam memo kepada para karyawan.

Pada pekan ini, perusahaan mulai memberitahu karyawan di beberapa divisi, mereka akan diberhentikan. Perusahaan juga menawarkan beberapa karyawan opsi untuk mengundurkan diri secara sukarela. Melansir CNBC, Jumat (18/11/2022), Amazon bermaksud untuk memberhentikan sekitar 10 ribu karyawan.

Menurut sumber yang tidak bisa disebutkan namanya, pemangkasan karyawan dilakukan karena Amazon memperhitungkan perkembangan ekonomi yang memburuk. Di mana hal itu telah memperlambat pertumbuhan di beberapa divisi, bersamaan dengan membengkaknya jumlah karyawan selama pandemi COVID-19.

Amazon melaporkan 798.000 karyawan pada akhir 2019. Namun, perusahaan memiliki 1,6 juta karyawan penuh dan paruh waktu pada 31 Desember 2021, meningkat 102 persen. Jassy mengatakan PHK akan berlangsung hingga 2023 karena perusahaan masih dalam proses perencanaan operasi tahunan, dan para pemimpin bisnis masih menentukan perlunya PHK lebih lanjut. Amazon sendiri telah menyetop perekrutan karyawan baru.

Diberitakan sebelumnya, pengurangan karyawan ini menjadi yang terbesar dalam sejarah perusahaan. Selain Amazon, PHK besar-besaran saat ini memukul sektor teknologi dengan keras setelah bertahun-tahun mengalami pertumbuhan yang tak terkendali. Seperti Induk Facebook Meta minggu lalu memberhentikan 13 persen stafnya, sementara Twitter, Shopify, Salesforce dan Stripe juga telah mengumumkan aksi serupa.

 

 

Amazon Dikabarkan Bakal PHK 10.000 Karyawan Mulai Pekan Ini

AWS
CEO Amazon Web Services (AWS), Andy Jassy, pada saat gelaran AWS di Las Vegas, Amerika Serikat. (Liputan6.com/ Andina Librianty)

Sebelumnya, Amazon bakal memberhentikan sekitar 10.000 karyawan perseroan dan peran teknologi mulai pekan ini. Kabar tersebut mendorong saham Amazon turun sekitar 2 persen pada Senin, 14 November 2022.

Rencana pemangkasan karyawan tersebut dilaporkan the New York Times dikutip dari CNBC, Selasa (15/11/2022).Secara terpisah, the Wall Street Journal juga mengutip sumber yang mengatakan perusahaan berencana memberhentikan ribuan karyawan.

Pengurangan karyawan itu akan menjadi yang terbesar dalam sejarah perusahaan dan terutama akan berdampak pada organisasi perangkat, divisi ritel, dan sumber daya manusia (SDM) Amazon, menurut laporan itu.

PHK yang dilaporkan akan mewakili kurang dari satu persen tenaga kerja global Amazon dan tiga persen karyawan korporatnya.

Laporan tersebut mengikuti pengurangan jumlah karyawan di perusahaan teknologi lainnya. Meta mengumumkan pekan lalu kalau memberhentikan lebih dari 13 persen stafnya atau lebih dari 11.000 karyawan.

Twitter memberhentikan sekitar setengag dari tenaga kerjanya setelah Elon Musk akuisisi Twitter senilai USD 44 miliar atau sekitar Rp 683,80 triliun (asumsi kurs Rp 15.541 per dolar AS).

Amazon melaporkan 798.000 karyawan pada akhir 2019 tetapi memiliki 1,6 juta karyawan penuh dan paruh waktu pada 31 Desember 2021, meningkat 102 persen. The New York Times mengatakan, jumlah total PHK “tetap cair” dan bisa berubah.

Seorang perwakilan dari Amazon tidak segera menanggapi permintaan komentar. 

Musim belanja liburan sangat penting bagi Amazon, dan biasanya perusahaan telah meningkatkan jumlah karyawannya untuk memenuhi permintaan. 

 

Saham Amazon Tertekan

Plang Wall Street di dekat Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)
Dalam file foto 11 Mei 2007 ini, tanda Wall Street dipasang di dekat fasad terbungkus bendera dari Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)

Namun, Andy Jassy yang mengambil alih sebagai CEO pada Juli 2021 telah berada dalam mode pemotongan biaya untuk hemat biaya saat perseroan hadapi penjualan yang melambat dan ekonomi global yang suram.

Amazon telah mengumumkan rencana untuk membekukan perekrutan dalam bisnis ritelnya. Dalam beberapa bulan terakhir, Amazon menutup layanan telehealth-nya, menhentikan proyektor panggilan video unik untuk anak-anak, menutu semua kecuali satu pusat panggilan Amerika Serikat, menghentikan robot pengiriman keliling, menutup rantai yang kinerja buruk dan membatalkan atau menunda beberapa lokasi gudang baru.

Amazon melaporkan laba kuartal III yang mengecewakan pada Oktober 2022 yang takuti investor dan mendorong saham Amazon turun lebih dari 13 persen. Ini menandai pertama kalinya kapitalisasi pasar Amazon turun di bawah USD 1 triliun sejak April 2022.

Aksi jual berlanjut selama berhari-hari setelah laporan kinerja dan hapus hampir semua lonjakan selama pandemi COVID-19.

Saham Amazon turun sekitar 41 persen pada 2022, dan lebih dari 14 persen dalam indeks S&P 500. Saham Amazon berada pada laju terburuk sejak 2008.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya