Bank Syariah Indonesia Catat Penurunan Restrukturisasi COVID-19 Jadi Rp 13,6 Triliun

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI mencatatkan angka restrukturisasi pembiayaan nasabah terdampak pandemi Covid-19 mencapai Rp 13,6 triliun hingga Maret 2023.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 28 Apr 2023, 17:21 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2023, 14:50 WIB
Konfrensi pers paparan kinerja kuartal I 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kamis (27/4/2023). (Foto: Bank Syariah Indonesia)
Konfrensi pers paparan kinerja kuartal I 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kamis (27/4/2023). (Foto: Bank Syariah Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI mencatatkan angka restrukturisasi pembiayaan nasabah terdampak pandemi Covid-19 semakin menurun. Hingga akhir Maret 2023, nasabah restrukturisasi Covid-19 tersebut menjadi Rp13,6 triliun. 

Direktur Manajemen Risiko BSI, Tiwul Widyastuti mengatakan, BSI memiliki nasabah restrukturisasi Covid-19 sekitar Rp 13,6 triliun. Dari jumlah tersebut terdapat 41,2 persen portofolio yang masih mendapat perlakuan khusus karena ketentuan baru dari OJK. 

"Kemarin ada POJK baru, di mana terdapat perpanjangan khusus untuk sektor tertentu dan wilayah tertentu serta untuk pembiayaan UMKM. Kemudian yang sisanya 26,6 persen itu masih melanjutkan periode restrukturisasi program yang dia dapatkan dilanjutkan dengan kita tetap monitoring," kata Tiwul dalam konferensi pers, dikutip Jumat (28/4/2023).

Ia menuturkan, terdapat 8,4 persen restrukturisasi yang telah kembali kemampuan bayarnya sehingga dikategorikan normal. Kemudian, ada 32,6 persen yang sudah berakhir tapi belum pulih sehingga perlu dilakukan restrukturisasi kembali, akan tetapi, tidak menggunakan ketentuan POJK baru melainkan program internal Bank Syariah Indonesia.

"Tapi, Insya Allah seluruh nasabah restrukturisasi baik Covid maupun non Covid well managed bahkan kita cluster itu sebagai salah satu kunci keberhasilan kita makannya persentase nasabah restrukturisasi terus menurun," imbuhnya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan hingga 31 Maret 2024. OJK menilai saat ini ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi, utamanya disebabkan normalisasi kebijakan ekonomi global oleh Bank Sentral AS (the Fed), ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ke depan tidak terhindarkan sebagaimana diprakirakan oleh berbagai lembaga internasional.

 

Pandemi COVID-19 yang Terkendali

FOTO: Pelayanan Bank Syariah Indonesia Usai Diresmikan Jokowi
Aktivitas pekerja di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) resmi beroperasi dengan nama baru mulai 1 Februari 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di sisi lain, pemulihan perekonomian nasional terus berlanjut seiring dengan lebih terkendalinya pandemi dan normalisasi kegiatan ekonomi masyarakat.

Sebagian besar sektor dan industri Indonesia telah kembali tumbuh kuat. Sekalipun demikian, berdasarkan analisis mendalam dijumpai beberapa pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect). 

Sehubungan dengan perkembangan tersebut dan menyikapi akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan pada Maret 2023, OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024, sebagai berikut:

  • Segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor;
  • Sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum; 
  • Beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.

Kebijakan ini dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan. Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi Covid-19 masih berlaku sampai Maret 2023.

Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur. 

OJK akan terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan.

Dalam kaitan itu, OJK tetap meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul. OJK juga akan merespon secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. 

 

 

 

Bos Bank Syariah Indonesia Ramal Tren Pembiayaan Kuartal II 2023 Masih Terjaga

FOTO: Pelayanan Bank Syariah Indonesia Usai Diresmikan Jokowi
Pekerja melayani nasabah di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). Dirut BSI Hery Gunardi menjelaskan bahwa integrasi tiga bank syariah BUMN yakni Bank BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri telah dilaksanakan sejak Maret 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) melihat tren pembiayaan pada kuartal II 2023 masih cerah. Ini mengingat adanya euforia masyarakat terhadap momentum Lebaran 2023.

Direktur Utama BSI Hery Gunardi menilai tren pembiayaan kuartal II 2023 masih berpeluang untuk meningkat. "Bulan April ini kalau dilihat hari kerjanya pendek banyak libur dan mudah-mudahan dengan hari kerja yang terbatas, kami melihat ada euforia karena Lebaran ini permintaan untuk pembiayaan juga meningkat," kata Hery dalam konferensi pers Bank Syariah Indonesia, Kamis (27/4/2023).

Menurut ia, masyarakat Indonesia terbiasa ingin memiliki motor baru, mobil baru, rumah baru atau melakukan renovasi rumah saat momentum Lebaran. Hal itu bisa meningkatkan belanja yang sifatnya konsumtif sebanyak dua sampai tiga kali. 

Dengan demikian, pembiayaan dari sisi hasanah card gold, konsumer, mitraguna meningkat. Walaupun hari kerjanya pendek.  "Tapi kami yakin pertumbuhan pembiayaan tetap bisa terjaga seperti bulan-bulan lalu semoga dengan hari kerja terbatas masih bisa menjaga pertumbuhan loan growth BSI dengan double digit," kata dia.

Di sisi lain, Direktur Manajemen Risiko BSI, Tiwul Widyastuti mengatakan, BSI memiliki nasabah restrukturisasi Covid-19 sekitar Rp 13,6 triliun. Dari jumlah tersebut terdapat 41,2 persen portofolio yang masih mendapat perlakuan khusus karena ketentuan baru dari OJK. 

"Kemarin ada POJK baru, di mana terdapat perpanjangan khusus untuk sektor tertentu dan wilayah tertentu serta untuk pembiayaan UMKM. Kemudian yang sisanya 26,6 persen itu masih melanjutkan periode restrukturisasi program yang dia dapatkan dilanjutkan dengan kita tetap monitoring," kata Tiwul. 

Ia menuturkan, terdapat 8,4 persen restrukturisasi yang telah kembali kemampuan bayarnya sehingga dikategorikan normal. Kemudian, ada 32,6 persen yang sudah berakhir tapi belum pulih sehingga perlu dilakukan restrukturisasi kembali, akan tetapi, tidak menggunakan ketentuan POJK baru melainkan program internal BSI.

"Tapi, InsyaAllah seluruh nasabah restrukturisasi baik Covid maupun non Covid well managed bahkan kita cluster itu sebagai salah satu kunci keberhasilan kita maka-nya persentase nasabah restrukturisasi terus menurun," imbuhnya.

 

Kinerja Keuangan Kuartal I 2023

Konfrensi pers paparan kinerja kuartal I 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kamis (27/4/2023). (Foto: Bank Syariah Indonesia)
Konfrensi pers paparan kinerja kuartal I 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kamis (27/4/2023). (Foto: Bank Syariah Indonesia)

Sebelumnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau disebut BSI terus menunjukkan kinerja keuangan yang solid. Pertumbuhan pembiayaan yang impresif, mencapai lebih dari 20 persen menjadi salah satu pendorong kinerja positif Bank Syariah Indonesia.

Direktur Utama BSI Hery Gunardi menyampaikan perseroan berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja positif dan sehat sepanjang Januari-Maret 2023 didukung oleh kesinambungan yang solid antara pendanaan dan pembiayaan. Pada kuartal I 2023, perseroan berhasil mencatatkan perolehan laba bersih mencapai Rp 1,46 triliun, tumbuh 47,65 persen secara year on year (yoy). 

"Alhamdulillah, BSI dapat menunjukkan kinerja yang bagus, meningkat tajam, solid sampai kuartal I 2023," kata Hery dalam paparan kinerja kuartal I 2023 BSI, Kamis (27/4/2023).

Dia bilang, dengan BSI meraih kinerja yang menggembirakan sepanjang kuartal I tahun ini, dan secara berkesinambungan pihaknya memperkuat fungsi intermediasi guna mendukung momentum pertumbuhan positif ekonomi. BSI mengklaim dapat menjaga keberlanjutan pertumbuhan ini dengan fokus pada aspek likuiditas terutama pertumbuhan dana murah, serta menjaga kualitas aset.

Dari sisi pendanaan, BSI mampu mengoptimalisasi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dengan pencapaian sebesar Rp 269,26 triliun, tumbuh 12,88 persen secara year on year. 

Angka ini didominasi oleh tabungan Wadiah yang mencapai Rp43,53 triliun. Saat ini total tabungan mencapai Rp 115,12 triliun dan menjadikan BSI berada di peringkat ke-5 tabungan secara nasional. 

Pencapaian ini memberikan pengaruh positif terhadap rasio Cost of Fund (CoF) BSI menjadi 1,97 persen, karena tabungan wadiah yang memberikan impact effisiensi pengurangan biaya bagi hasil.

 

Pembiayaan BSI

ATM PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS)
ATM PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS)

Adapun pembiayaan, BSI mencatat pertumbuhan impresif dua digit yakni 20,15 persen secara yoy menjadi Rp213, 28 triliun. Pada periode tersebut, kualitas pembiayaan BSI terjaga dengan baik, tercermin dari NPF Gross di level 2,36 persen. 

Perseroan fokus pada pembiayaan jangka panjang, prudent dan mendiversifikasi alternatif pembiayaan yang sesuai segmen nasabah. Dengan demikian risiko pembiayaan dapat dimitigasi dengan baik sesuai dengan jenis pembiayaannya.

Hery menambahkan, pertumbuhan laba perseroan diiringi dengan meningkatnya aset BSI yang saat ini mencapai Rp313,25 triliun, tumbuh 15,47 persen secara yoy. Selain itu, juga ditopang oleh pertumbuhan bisnis yang sehat dari segmen retail dan wholesale serta didukung oleh peningkatan dana murah, kualitas pembiayaan yang baik, efisiensi dan efektivitas biaya dan fee based income (FBI).

“Kinerja perseroan tumbuh lebih baik juga didukung oleh strategic response yang tepat dan front loading di awal tahun ini, sehingga semua segmen bisnis tumbuh dan meningkat secara pasti,” imbuhnya.

Hingga Maret 2023, total pembiayaan BSI mencapai Rp213,28 triliun, dengan porsi pembiayaan yang didominasi oleh pembiayaan konsumer sebesar Rp110,62 triliun, tumbuh 24,04 persen secara yoy. Lalu disusul pembiayaan wholesale sebesar Rp58,16 triliun, tumbuh 17,29 persen secara yoy, dan pembiayaan mikro sebesar Rp19,32 triliun, tumbuh 24,32 persen secara yoy.

 

Aset BSI

Konfrensi pers paparan kinerja kuartal I 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kamis (27/4/2023). (Foto: Bank Syariah Indonesia)
Konfrensi pers paparan kinerja kuartal I 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kamis (27/4/2023). (Foto: Bank Syariah Indonesia)

Dengan aset yang tumbuh 15,47 persen secara yoy menjadi Rp313,25 triliun, BSI juga mencatat rasio keuangan yang solid, tumbuh dan terintermediasi dengan baik. Rasio ROE (Return of Equity) BSI sebesar 18,16 persen. Sementara itu, rasio ROA (Return of Asset) sebesar 2,48 persen dan rasio BOPO (Biaya Operasional) menjadi 69,65 persen. Artinya, dari sisi biaya BSI mencatat efektifitas dan efisiensi.

Per Maret 2023, jumlah customer based BSI mencapai 18,4 juta nasabah. Artinya, BSI dipercaya sebagai bank yang mampu memberikan benefit yang baik bagi nasabah dan stakeholders-nya secara luas.

Selain berhasil mengoptimalisasi penghimpunan dana murah melalui tabungan Wadiah, BSI juga mencatat peningkatan fee based income yang didorong dari berbagai channel, yakni BSI Mobile, Cash Management dan transaksi digital. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, fee based income BSI Mobile mencapai Rp64 miliar, tumbuh 5 persen secara yoy.

Layanan digital BSI dikemas ke dalam BSI Mobile yang didesain sebagai one stop solution sebagai sahabat finansial, sahabat sosial dan sahabat spiritual. Cara ini terbukti efektif yang saat ini jumlah pengguna BSI Mobile mencapai 5,18 juta pengguna, naik sebesar 37 persen secara yoy. Jumlah ini terus meningkat seiring dengan preference masyarakat dengan gaya hidup syariah. 

"Kami optimis bahwa peluang ekonomi syariah menjadi market leader sangat besar, ditambah potensi market yang mulai melihat bahwa perbankan syariah kompetitif, resilience terhadap goncangan dan juga didukung digitalisasi yang semakin memudahkan masyarakat berinteraksi dengan bank syariah,” papar Hery.

 

Penyaluran Zakat

Kinerja Keuangan BSI Solid, Pembiayaan Tumbuh Lebih dari 20 Persen
(Ki-Ka) Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi (tengah) bersama dengan Direktur Information Technology BSI Achmad Syafii, Direktur Retail Banking BSI Ngatari, Direktur Finance & Strategy BSI Ade Cahyo Nugroho, Direktur Risk Management BSI Tiwul Widyastuti dan Direktur Compliance & Human Capital BSI Tribuana Tunggadewi berbincang pada konfrensi pers Paparan Kinerja Triwulan I BSI di Kantor BSI, Jakarta (27/4/2023). (Liputan6.com)

Dalam waktu dekat, BSI tengah menjajaki kerjasama dengan sejumlah stakeholders sehingga instrumen keuangan syariah mampu diadopsi dan dielaborasi dengan lembaga keuangan lainnya. Berbicara tentang target dan strategi perusahaan di tahun ini, BSI akan tetap fokus pada lini bisnis yang terbukti memberikan impak positif di antaranya konsumer, wholesale dan UMKM. 

BSI juga terus berperan aktif dalam implementasi keuangan keberlanjutan. Hingga Maret 2023, BSI telah menyalurkan pembiayaan keuangan berkelanjutan dengan nilai Rp51,46 triliun atau 24,13 persen dari total pembiayaan BSI. 

Selain itu BSI juga turut melakukan Green Economy dengan program penempatan Mesin Penukar Botol/ Reverse Vending Machine. Pada 2022 pemasangan mesin ini berada di 23 titik lokasi di Jabodetabek & Bali. Sampai dengan kuartal I 2023 ada penambahan 10 titik lokasi pemasangan dengan perkiraan pengurangan jejak karbon sebesar 21 Ton CO2.

Dari sisi penerapan prinsip environmental, social and governance (ESG), BSI terus mengimplementasikan green economy dan ekonomi berkelanjutan yang diimplementasikan melalui berbagai program socioeconomic seperti Desa BSI yang berjumlah 10 Desa di seluruh Indonesia dengan penerima manfaat sebanyak 3.066 orang dan total penyaluran sebesar Rp5,4 miliar.

Kemudian program spiritual, antara lain Program Manajemen & Inovasi Masjid serta Program Da’i dengan total penyaluran sebesar Rp2,6 miliar. BSI juga memiliki Program Beasiswa dan bantuan Kesehatan masyarakat dengan total penyaluran Rp10,8 miliar serta Charity & Environment berupa Program lingkungan hidup (Pengurangan Sampah Plastik), Program bantuan kebencanaan dan sosial lainya dengan total penyaluran sebesar Rp14,4 miliar. 

BSI juga telah menyalurkan zakat pada 2022 sebesar Rp173 miliar yang terdiri dari zakat perusahaan & karyawan kepada Baznas di Istana Negara. Nilai zakat perusahaan ini merupakan yang terbesar di Indonesia. Dengan naiknya kontribusi zakat ini, BSI sebagai bank syariah terbesar di Indonesia dapat semakin memberikan nilai lebih bagi masyarakat dan penerima zakat sesuai asnaf.

 

 

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya