Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina sepanjang 2022 mengantongi laba sebesar Rp 56,6 triliun. Raihan ini dinilai menjadi bukti keberhasilan program efisiensi yang dijalankan perusahaan tersebut.
"Pertamina patut diapresiasi. Dengan meraih laba, berarti mereka telah melakukan kegiatan luar biasa, salah satunya efisiensi di berbagai sektor,” ujar dia melansir Antara di Jakarta.
Baca Juga
Menurut dia, tidak mudah untuk meraih laba pada kondisi saat ini, apalagi meningkat sekitar 86 persen dari tahun sebelumnya. Keberhasilan tersebut, karena Pertamina menerapkan kebijakan yang tepat.
Advertisement
"Terlebih, selain efisiensi, Pertamina juga menerapkan digitalisasi sehingga bisa mengurangi kerugian dan penyalahgunaan BBM. Jika Pertamina tidak menerapkan berbagai strategi, rugi juga ,"katanya.
Komaidi menyatakan, fakta bahwa Pertamina menerapkan strategi bisnis yang tepat karena tahun-tahun sebelumnya juga mampu meraih hasil positif. Termasuk pada 2020, saat pandemi Covid-19.
Ketika itu, tambahnya, banyak perusahaan migas dunia mengalami kerugian, sebaliknya, Pertamina justru berhasil meraih laba sebesar Rp14 triliun.
Di tengah hantaman triple shocks berupa anjloknya harga minyak, jatuhnya permintaan minyak, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, Pertamina justru memperlihatkan kinerja menggembirakan.
Namun demikian, menurut Komaidi, ke depan Pertamina harus tetap berhati-hati menghadapi berbagai tantangan, termasuk terkait transisi energi.
Selain itu, Pertamina lebih bijak dalam menetapkan portofolio investasi, termasuk di sektor energi fosil dan energi baru terbarukan (EBT). Terlebih, karena diperkirakan energi yang bersumber dari fosil masih dibutuhkan hingga 30-50 tahun ke depan.
‘’Saya kira isu-isu resesi dan ekonomi global, pelemahan mata uang, dan lainnya sudah biasa dihadapi oleh Pertamina. Namun persoalan transisi energi tergolong isu baru," katanya.
Pakai Artificial Intelligent, Pertamina Hasilkan Cost Optimization hingga USD 3,27 Miliar
PT Pertamina (Persero) berhasil mencatatkan pendapatan terbesar sepanjang sejarah yaitu mencapai USD 84,89 miliar atau setara Rp 1.263 triliun di tahun 2022. Pendapatan yang moncer Pertamina ini didukung oleh kegiatan digitalisasi terintegrasi dari hulu hingga hilir yang mampu menghasilkan cost optimization sampai USD 3,273 Juta selama periode 2021-2022.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan, PT Pertamina (Persero) beserta seluruh anak usaha telah menerapkan digitalisasi. Hal ini memegang kunci pengelolaan secara terintegrasi.
Pada periode 2022, dengan pemanfaatan teknologi, sektor hulu Pertamina mampu meningkatkan lifting migas sebesar 15 persen dan produksi migas hingga 8 persen.
“Kami memiliki sekitar 65 blok dengan 27 ribu sumur yang harus dimonitor setiap hari. Tidak mungkin kalau tidak dilakukan secara digitalisasi yang terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Nicke dalam keterangan tertulis, Rabu (7/6/2023).
Di lini bisnis pengolahan, Pertamina juga mampu meningkatkan kenaikan intake sebesar 6 persen dan yield valuable 2 persen. Dengan digitalisasi, dapat dilakukan predictive maintenance untuk mencegah unplanned shutdown dan pemeliharaan kilang makin optimal.
“Kami harus memastikan kilang beroperasi sesuai rencana. Dari database dan artificial intelligent kami dapat mengetahui jika ada kerusakan pada kilang,” ujarnya.
Di sektor hilir, khususnya digitalisasi SPBU Pertamina menerapkan minimum inventory stok BBM tanpa mengurangi ketersediaan produk BBM untuk masyarakat. Hal ini sangat membantu dalam pengelolaan keuangan.
“Sepanjang kami jaga dan monitor betul agar tidak terjadi kelangkaan, sehingga uang yang tersimpan dalam inventory dapat dikurangi. Kami atur betul inventory setiap SPBU seperti apa,” tambahnya.
Advertisement
Penyalahgunaan BBM dan LPG
Nicke menambahkan digitalisasi juga berhasil mengurangi losses dan penyalahgunaan BBM dan LPG bersubsidi. Dengan data, pihaknya dapat memitigasi terjadinya penyelewengan sehingga akan lebih mudah diatasi.
Digitalisasi, menurut Nicke, saat ini dapat mengubah operating model atau cara bekerja, yang akhirnya dapat memberikan value dalam bentuk cost optimization yang meliputi cost efficiency, cost avoidance, dan revenue enhancement.
“Tiga hal ini pada dua tahun terakhir, 2021 dan 2022, nilainya mencapai USD 3,27 miliar. Cost optimization ini menjadi penyumbang terbesar dari peningkatan kinerja Pertamina untuk tahun 2022,” katanya.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.