Liputan6.com, Jakarta - Investasi di pasar saham dinilai memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan investasi pada instrumen konvensional seperti emas dan tanah. Untung atau rugi investor di pasar saham bergantung pada harga saham yang dimilikinya.
Gambaran sederhananya, jika investor menjual sahamnya di atas harga beli, investor tersebut untung. Sebaliknya, jika investor menjual sahamnya di bawah harga beli, maka investor tersebut rugi. VP Distribution and Marketing, Ashmore Asset Management Indonesia, Monicha Augustia menjelaskan, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham.
Baca Juga
"Pertama pasti faktor fundamental. Ini bisa dilihat dari laporan keuangan yang bisa diunduh dari website IDX. Bisa dilihat dari sisi kas, pendapatan dan laba," kata dia dalam Money Buzz, Selasa (11/7/2023).
Advertisement
Yang kedua dari segi aksi korporasi perusahaan, antara lain merger dan akuisisi, rights issue, dividen payout, atau stock split. Biasanya, perusahaan akan mengumumkan rencana aksi dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), lengkap beserta tujuan dari aksi tersebut.
Beberapa ada yang melakukan aksi korporasi untuk memperkuat bisnis atau ekspansi, beberapa juga ada yang melakukan aksi korporasi untuk menyelesaikan utang-piutang.
"Jadi kebijakan yang diambil manajemen seperti apa. Arah perusahaan ke depannya bagaimana. Apakah akan melakukan ekspansi yang lebih atau mungkin kontraksi karena perlambatan ekonomi, atau mungkin ada aksi korporasi seperti. Selain itu penting untuk memperhatikan proyeksi kinerja perusahaan di masa depan bisa dilihat dari beberapa rasio finansial, rasio utang, EPS, dan PBV," imbuh Monicha.
Asal tahu saja, bursa telah melakukan penerbitan Peraturan Bursa Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus yang berlaku pada 9 Juni 2023 dan Peraturan Bursa Nomor II-X tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus.
Â
Penerapan Harga Saham Rp 1
Bersamaan dengan terbitnya beleid tersebut, Bursa memberlakukan penerapan harga saham terendah Rp 1 per saham. Dengan begitu, saham yang sebelumnya parkir di posisi Rp 50 per saham alias saham gocap, bisa saja menyentuh ke bawah level tersebut, tak terkecuali perusahaan yang baru debut.
"Sebanyak perusahaan yang listing, Pak Nyoman dan tim itu juga banyak yang menolak perusahaan yang listing. Jadi memang kita berusaha menjaga. Tapi memang terus terang, harga buka kontrol bursa. Harga terjadi karena supply dan demand," imbuh Iman, mengutip pemberitaan Liputan6.com sebelumnya.
Bursa sendiri sudah mengimbau kepada perusahaan tercatat agar memperhatikan keberlanjutan perusahaan lewat kinerja yang bagus. Sebab, Iman mencermati bahwa harga saham tidak serta merta mencerminkan kinerja perusahaan. Dalam hematnya, bisa saja saham gocap memiliki kinerja fundamental yang bagus.
Namun, karena informasi itu tidak terdistribusi dengan baik kepada publik, maka harga sahamnya juga tak banyak bergerak.
"Memang ada beberapa perusahaan harganya memang bisa Rp 50 tapi kinerjanya sebenarnya bagus, tetap profitable dan bagi hasil. Ini memang kita terus melakukan perbaikan-perbaikan atas kondisi tersebut. Tapi Bursa perlu support stakeholder bersama-sama dengan OJK dan underwriter atau perusahaan sekuritas untuk juga melakukan pengawasan," tutur Iman.
Advertisement
Bukan Cuan, Kesalahan Investasi Ini Bisa Bikin Boncos
Sebelumnya, investasi menjadi salah satu cara menghimpun pundi-pundi untuk masa depan. Salah satu instrumen atau alat investasi yang bisa dijajal yakni produk pasar modal, antara lain saham, reksa dana, dan obligasi. Namun, untuk mendapatkan imbal hasil yang maksimal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
VP Distribution and Marketing, Ashmore Asset Management Indonesia, Monicha Augustia menjelaskan, ada beberapa kesalahan yang mungkin dilakukan investor dalam investasi.
Pertama, yakni terkait risiko. Mengutip investor kenamaan, Warren Buffett, risk come for not knowing what you doing. Maksudnya, seseorang atau calon investor sebaiknya mengetahui tujuan dari investasinya agar dapat menentukan strategi yang paling sesuai.
Di sisi lain, mengetahui tujuan investasi dapat membantu investor menentukan waktu atau time horizon untuk mencapai tujuan investasi tersebut. Misalnya, seseorang ingin berinvestasi untuk dana pendidikan. Maka dapat dihitung berapa nilai investasi yang akan dilakukan, menyesuaikan tenggat waktu yang dibutuhkan untuk menghimpun dana pendidikan itu.
"Jadi penting banget untuk tahu tujuannya apa, supaya dari situ baru kita pikirkan strateginya, seperti instrumen apa yang akan dipilih dan juga jangka waktu investasinya," kata Monicha dalam Money Buzz, Selasa (11/7/2023).
Kesalahan kedua yang acap dilakukan investor utamanya pemula adalah kurang realistis. Hal ini seiring tren FOMO atau fear of missing out, di mana seseorang memiliki kekhawatiran jika ketinggalan sesuatu yang sedang populer. Sehingga tak jarang mereka hanya tergiur imbal hasil besar dan mengabaikan faktor risiko. Padahal, imbal hasil investasi berbanding lurus dengan risiko.
Pentingnya Kedisiplinan
Maksudnya, semakin tinggi imbal hasil investasi yang ditawarkan, semakin tinggi pula potensi risikonya. Sebaliknya, investasi dengan imbal hasil lebih rendah juga cenderung memiliki tingkat risiko yang lebih minim. Masih setali dengan tren FOMO, kesalahan lain dalam investasi yang mungkin terjadi adalah kurangnya analisis.
Investor mungkin saja termakan tren untuk mengikuti strategi tertentu dengan motif ingin segera mendapat hasil instan. Monicha mengatakan, sikap tersebut biasanya juga dibarengi dengan pola konsumtif. Di mana seseorang cenderung ingin segera membelanjakan hasil investasi jangka pendek.
Padahal, menurut Monicha, investasi mestinya dilakukan untuk waktu yang lebih panjang dengan tujuan tidak sekedar untuk konsumtif.
"Mindset jangka pendek, generasi sekarang semuanya serba instan. Jadi kadang nggak sabar. Lihat untung dikit, hura-hura. Padahal the beauty of investing itu kalau terus dilakukan secara disiplin dalam jangka waktu yang panjang supaya compound interest nya, bunga impactnya eksponensial," ujar Monicha.
Advertisement