Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengenakan sanksi administratif kepada sejumlah pelaku usaha di pasar modal. Tercatat, ada denda yang dipungut sebesar Rp 3,6 miliar selama April 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengungkapkan sanksi denda itu dijatuhkan kepada para pelanggar. Ini jadi langkah penegakan hukum di sektor pasar modal.
Baca Juga
Dia juga mengatakan, sanksi denda Rp 3,6 miliar itu dijatuhkan kepada 4 pihak. Di antaranya, 3 manajer investasi dan 1 emiten.
Advertisement
"Dalam rangka penegakan hukum di pasar modal, pada bulan April 2024, OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 3,6 miliar dan/atau perintah tertulis kepada 3 manajer investasi dan 1 emiten atas kasus pelanggaran di bidang pasar modal," ujar Inarno dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan April 2024, Senin (13/5/2024).
Ini menjadi pelengkap tindakan penegakan hukum sepanjang Januari-April 2024. Inarno mengatakan, pada periode tersebut, OJK juga telah mengenakan denda sebesar Rp 22,37 miliar kepada sejumlah pihak.
"Selama tahun 2024 OJK telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di pasar modal kepada 55 pihak yang terdiri dari sanksi administratif berupa denda Rp 22,375 miliar, 14 perintah tertulis, 1 pencabutan izin orang perseorangan dan 2 peringatan tertulis," bebernya.
Bos OJK: Kinerja Sektor Jasa Keuangan Stabil
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja sektor jasa keuangan di Indonesia terbilang stabil. Mengingat ada gejolak ekonomi yang terdampak dari memanasnya geopolitik global.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, kinerja tersebut masih terpantau stabil. Hal ini merupakan ringkasan dari Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) per April 2024.Â
"RDK menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dnegan kinerja intermediasi yang kontributif," ucap Mahendra dalam Konferensi Pers RDK Bulanan April 2024, Senin, 13 Mei 2024.
Â
Ditopang Likuiditas dan Modal yang Kuat
Dia mengatakan, kondisi tersebut didukung oleh kondisi likuiditas yang memadai dan tingkat permodalan yang kuat. Meski, di tengah ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik.
"Serta trajectory penurunan inflasi yang berada di bawah ekspektasi pasar sehingga menimbulkan tekanan di pasar keuangan internasional," jelasnya.
Dia menjelaskan, PDB Amerika Serikat tumbuh melambat 1,6 persen secara kuartalan dibandingkan sebelumnya yang tumbuh 3,4 persen. Ini jadi penurunan terendah dalam 2 tahun terakhir.
Sementara itu, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BOE), dihadapkan pada dilema antara pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang masih tinggi di kawasan eropa.Â
"Namun, pasar mengekspektasikan baik ECB maupun BOA akan memilih menurunkan suku bunga untuk mendorong ekonomi masing-masing," kata dia.
Sementara itu, kinerja ekonomi Tiongkok dinilai berada di atas ekspektasi pasar. Meskipun hal tersebut masih dibayangu pelemahan permintaan domestik. Sehingga pemerintah Tiongkok cenderung masih menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.
Â
Advertisement
Kinerja Ekonomi Indonesia
Berbeda dengan kondisi internasional tadi, Mahendra menyebut inflasi inti mengalami peningkatan. Ini mengindikasikan pemulihan permintaan dalam periode pemilu dan bulan ramadan.
Sektor manufaktur juga mengalami peningkatan kinerja didorong oleh naiknya volume pesanan dan produksi baru. Penguatan tersebut terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024 menjadi 5,11 persen dari tahun ke tahun dibandingkan pertumbuhan pada kuartal IV-2023 sebesar 5,04 persen.Â
"Pertumbuhan terutama didorong oleh peningkatan konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga yang singkatannya LNPRT yang tumbuh 24,3 persen dan konsumsi pemerintah yang tumbuh 19,9 persen," urainya.
"Ke depan perlu dicermati potensi normalisais pertumbuhan ekonomi seiring berakhirnya periode pemilu dan ramadan dan di tengah berlanjutnya normalisasi komoditas yang menekan pertumbuhan ekspor," pungkasnya.
Â
OJK Beri Sanksi ke 45 Pihak di Pasar Modal, Termasuk Denda Rp 17,27 Miliar
Sebelumnya, sepanjang periode Januari hingga Maret 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di pasar modal kepada 45 pihak.
Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, keuangan derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, dalam Konferensi Pers RDK Bulanan Maret 2024, Selasa (2/4/2024).
"Dalam rangka penegakan hukum di pasar modal selama 2024 OJK telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di pasar modal kepada 45 pihak," kata Inarno.
Adapun sanksinya terdiri dari sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 17,275 miliar, 13 perintah tertulis, 1 pembekuan izin perseorangan dan 1 pencabutan orang perseorangan, 2 peringatan tertulis.
Kemudian, OJK juga mengenakan sanksi administratif berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp 15,742 miliar kepada 179 pelaku Jasa Keuangan di pasar modal, dan 25 peringatan tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan, serta mengenakan 2 sanksi administratif berupa peringatan tertulis atas selain keterlambatan.
Disisi lain, Inarno menyampaikan bahwa masih ada 123 pipeline penawaran umum dengan perkiraan nilai pendanaan mencapai Rp 59,68 triliun.
"Antusiasme penghimpunan dana di pasar modal juga masih terlihat, dari nilai penawaran umum sebesar Rp 48 triliun dengan emiten baru tercatat sebesar 15 emiten hingga 28 Maret 2024. Sementara itu, masih terdapat 123 pipeline penawaran umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 59,68 triliun," pungkasnya.
Â
Advertisement