Liputan6.com, Jakarta - BlackRock memperingatkan melemahnya yen membuat investor asing menjauh dari saham Jepang. Nikkei 225 Stock Average telah melonjak 14% tahun ini, mengungguli rekan-rekan globalnya.
Namun, bagi investor berbasis dolar Amerika Serikat, keuntungannya menyusut menjadi sedikit di atas 3% setelah yen jatuh ke level terendah dalam 34 tahun terhadap dolar AS. Angka tersebut jauh di bawah kenaikan S&P 500 sebesar 9,5% dan imbal hasil Indeks Hang Seng berbasis dolar sebesar 11%.
Kepala investasi aktif Jepang di BlackRock Inc, Yue Bamba mengatakan, berinvestasi dalam saham Jepang menjadi lebih sulit jika mata uangnya terus melemah.
Advertisement
"Ketika Anda berbicara dengan investor global tentang Jepang, FX pasti menjadi perhatian utama semua orang,” kata Bamba dikutip dari Yahoo Finance, Senin (13/5/2024).
Pelemahan yen telah meningkatkan keuntungan bagi eksportir, yang secara tradisional menjadi pendorong bagi saham-saham Jepang. Namun, Nikkei 225 telah turun lebih dari 6% dari rekor tertingginya di tengah kekhawatiran mata uang tersebut menjadi beban bagi belanja konsumen domestik dan biaya impor perusahaan.
Kinerja yen di masa depan lebih bergantung pada tindakan Federal Reserve AS dibandingkan Bank of Japan, menurut Bamba. Yen mungkin secara bertahap melemah hingga kisaran 170 terhadap dolar jika The Fed tidak menurunkan suku bunganya. Alternatifnya, level 130 hingga 135 “sepenuhnya bisa dibayangkan” jika ada penurunan suku bunga.
Pemerintah Jepang kemungkinan telah melakukan intervensi setidaknya dua kali di pasar dalam beberapa minggu terakhir untuk menopang penurunan yen.
"Pihak berwenang di Tokyo mungkin akan melanjutkan upaya mereka untuk mendukung mata uang tersebut karena pelemahan yen yang berkepanjangan karena hal ini tidak baik bagi negara atau biaya hidup,” pungkas Bamba.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Bursa Saham Asia Melemah pada 13 Mei 2024
Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Senin (13/5/2024).Pergerakan bursa saham Asia Pasifik terjadi di tengah investor menilai data inflasi China pada April yang lebih kuat dari perkiraan.
Mengutip CNBC, indeks harga konsumen China naik 0,3 persen year on year (YoY), mengalahkan perkiraan Reuters di kisaran 0,2 persen.
Indeks harga produsen turun 2,5 persen YoY, lebih dari perkiraan 2,3 persen.
Selain itu, pekan ini, data ekonomi Jepang menjadi perhatian. Jepang akan merilis produk domestik bruto (PDB) kuartal I yang diprediksi alami kontraksi tahunan 1,5 persen, menurut polling Reuters. Hal ini dapat menganggu rencana Bank of Japan untuk menaikkan suku bunga.
Selain itu, inflasi India juga akan rilis awal pekan ini. Berdasarkan polling Reuters, inflasi India melambat menjadi 4,8 persen pada April dari Maret sebesar 4,85 persen.
Indeks Nikkei 225 di Jepang merosot 0,39 persen, sedangkan indeks Topix tergelincir 0,39 persen. Indeks Kospi Korea Selatan susut 0,20 persen dan indeks Kosdaq turun 1,05 persen.
Di sisi lain, indeks ASX 200 melemah terbatas 0,12 persen. Indeks Hang Seng di Hong Kong turun 0,52 persen. Indeks CSI 300 terpangkas 0,7 persen.
Di wall street, indeks Dow Jones mencatat kinerja positif. Indeks Dow Jones menguat 0,32 persen. Indeks S&P 500 bertambah 0,16 persen dan indeks Nasdaq melemah.
Data sentimen konsumen yang dirilis pada Jumat pagi menunjukkan peningkatan besar dalam inflasi sehingga menghambat antusiasme investor.
Angka awal indeks sentimen konsumen Universitas Michigan pada Mei berada di posisi 67,4, jauh di bawah perkiraan Dow Jones sebesar 76 dan menandai angka terendah dalam enam bulan.
Advertisement
Bursa Saham Jepang Catat Kinerja Terbaik di Asia pada 2023
Sebelumnya, Jepang mencatat kinerja terbaik di bursa saham Asia Pasifik pada 2023. Indeks Nikkei 225 naik 28 persen, mencapai level yang belum pernah terlihat sejak 1989.
Dikutip dari CNBC, ditulis Sabtu (30/12/2023), indeks Nikkei 225 membukukan rekor tertinggi pada akhir 1989 seiring gelembung real estate dan saham. Ketika krisis itu terjadi, Jepang terjerumus dalam periode perlambatan ekonomi, yang sering disebut sebagai lost decade di Jepang. Namun, kali ini berbeda.
Harga real estate di seluruh negeri belum melonjak seperti pada akhir 1980-an. Jepang telah mengalami perubahan struktural pada 2023.
Perusahaan-perusahaan telah mencatat kinerja yang lebih baik, sebagian karena melemahnya yen sehingga membuat produk menjadi lebih kompetitif.
Nikkei juga melaporkan, korporasi membelanjakan lebih banyak pada 2023. Investasi modal oleh perusahaan-perusahaan Jepang mencapai rekor 31,6 triliun yen atau sekitar USD 221,03 miliar pada tahun fiskal 2023.
Laporan tersebut mengatakan, investasi ke Jepang yang merupakan dua pertiga dari keseluruhan investasi perusahaan Jepang akan alami persentase pertumbuhan dua digit untuk tahun kedua berturut-turut. Investasi luar negeri juga meningkat 22,6 persen, pertumbuhan dua digit selama tiga tahun berturut-turut.
Diminati Investor Asing
Minat investor asing juga berperan mendorong kinerja indeks Nikkei yang lebih baik. Hal ini didukung oleh pandangan bullish investor sekaligus miliarder Warren Buffett terhadap saham di Jepang.
Investor asing telah menemukan peluang di Jepang berkat pelemahan yen dan potensi kenaikan yang lebih tinggi pada saham,
Head of Macroeconomic Pictet, Dong Chen menuturkan pada Juni, perusahaan-perusahaan global melakukan diversifikasi rantai pasokan dari China. Hal ini dapat menguntungkan Jepang terutama di sektor kelas atas yang lebih padat teknologi seperti semikonduktor.
"Semua hal ini mengarah ke arah yang benar, kami pikir ada alasan untuk bersikap lebih positif secara struktural terhadap Jepang dibandingkan sebelumnya,” ia menambahkan.
Advertisement