9,48 Juta Kelas Menengah Turun Kelas Jadi Miskin, Sektor Apa Saja Paling Tekor?

BPS mencatat sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah rentan 'turun kasta' ke kelas menengah rentan hingga kelompok rentan miskin.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 04 Sep 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2024, 06:00 WIB
IHSG Dibuka di Dua Arah
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 WIB, IHSG masih naik, namun tak lama kemudian, IHSG melemah 2,3 poin atau 0,05 persen ke level 5.130, 18. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kelompok kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah rentan 'turun kasta' ke kelas menengah rentan hingga kelompok rentan miskin.

Padahal, data BPS juga menunjukkan kelompok kelas menengah di Indonesia saat ini didominasi oleh masyarakat yang berada di usia produktif. Yakni generasi Y alias millennial, Gen Z, dan juga generasi post Gen Z atau generasi alpha.

Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi menilai sektor yang paling berdampak dari penurunan jumlah kelompok kelas menengah adalah sektor konsumsi siklikal, sektor ritel, sektor properti, dan sektor otomotif.

"Dari sektor konsumsi siklikal yang di dalamnya seperti barang elektronik, fashion, dan hiburan lainnya akan terkena dampaknya karena produk-produk mereka biasanya sering dikonsumsi oleh kelas menengah yang memiliki daya beli tinggi. Hal tersebut juga dialami oleh sektor ritel," kata Lanjar kepada Liputan6.com, Rabu (4/9/2024).

Sektor Properti Tertekan

Sektor properti yang fokus pada segmen menengah ke atas mungkin juga akan alami penurunan permintaan untuk perumahan, apartemen atau properti komersial. Untuk sektor otomotif, Penurunan daya beli kelas menengah juga dapat mengurangi penjualan kendaraan LCGC, MVP dan SUV yang biasa dibeli oleh kelas menengah.

"Dampak ke emiten, yang pasti penurunan penjualan dan pendapatan, peningkatan inventory barang-barang yang belum terjual, pada akhirnya akan memotong belanja modal atau capex untuk ekspansi dan yang terakhir margin dari keuntungan jelas menurun," jelas Lanjar.

Di sisi lain, sektor-sektor tersebut juga cukup sensitif dengan kebijakan suku bunga acuan. Menurut lanjar, sektor-sektor yang terdampak penurunan jumlah kelas menengah, bisa jadi masih menarik jika suku bunga acuan turun. Sebaliknya, jika suku bunga masih parkir di level atas, maka sektor-sektor tersebut juga masih tertekan.

"Masih menarik jika suku bunga acuan BI Rate diturunkan.. karena dapat membantu cost of fund dari konsumen maupun produsen. Jika dengan tetap suku bunga tinggi seperti saat ini akan menjadi tantangan yang cukup berat untuk prospek saham emiten tersebut," imbuh Lanjar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sektor Ritel

Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan saham di penghujung tahun ini ditutup langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Senada, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera, Andhika Cipta Labora menilai penurunan jumlah kelas menengah berdampak utamanya pada sektor ritel.

Hal itu menjadi masuk akal lantaran turunnya kelas ekonomi artinya kemampuan atau daya beli masyarakat juga turun.

"Kinerja emiten akan menurun dampak dari menurunnya daya beli masyarakat. Untuk sektor retail saat ini karena harga sudah turun, sehingga sudah murah dan menarik untuk dikoleksi dalam jangka panjang," kata Andhika.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya