GRP Kantongi Pinjaman USD 60 Juta dari IFC

Permintaan baja global diperkirakan akan meningkat 30% pada tahun 2050, dan sebagian besar dari peningkatan tersebut akan dipenuhi oleh Asia.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 07 Sep 2024, 06:16 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2024, 17:26 WIB
Emiten baja PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP)
Emiten baja PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP)

Liputan6.com, Jakarta Produsen baja, PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) menandatangani perjanjian pembiayaan hingga USD 60 juta dengan International Finance Corporation (IFC). Pinjaman tersebut akan ditujukan untuk menambah produksi baja perusahaan.

Ini adalah investasi pertama IFC di sektor baja Asia dalam lebih dari satu dekade. Kemitraan antara GRP dan IFC, lembaga pembangunan terbesar di dunia yang berfokus pada sektor swasta di negara-negara berkembang, akan membantu GRP meningkatkan produksi baja rendah karbon berkualitas tinggi di pabrik seluas 200 hektar di Jawa Barat.

"Melalui kemitraan dengan IFC ini, GRP akan terus menetapkan standar baru untuk dekarbonisasi produksi baja di Asia. Investasi penting ini mengakui kepemimpinan awal GRP sebagai salah satu produsen baja rendah karbon pertama di Asia. Industri baja sangat penting bagi kemakmuran Asia dan dunia, tetapi kita harus cepat melakukan dekarbonisasi untuk mempertahankan kemakmuran ini bagi generasi mendatang. Jika perusahaan baja tidak beradaptasi dengan transisi hijau, aset mereka bisa menjadi tidak bernilai. Keberlanjutan selalu menjadi panduan GRP ke depan," ujar Kimin Tanoto, Chairman of Executive Committee GRP.

Pabrik ini akan menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata global. Selain pinjaman ini, IFC juga telah menandatangani Advisory Engagement Letter dengan GRP untuk membantu mengembangkan dan menerapkan strategi dekarbonisasi serta mendukung upaya GRP mengurangi emisi gas rumah kaca yang sejalan dengan standar internasional.

Dukungan ini mencakup menjajaki berbagai opsi pendanaan untuk mendukung keputusan GRP menonaktifkan Blast Furnace yang baru dibangun namun belum pernah dioperasikan, serta meningkatkan efisiensi energi teknologi EAF dan menilai opsi dan teknologi proses hilir yang baru.

Permintaan baja global diperkirakan akan meningkat 30% pada tahun 2050, dan sebagian besar dari peningkatan tersebut akan dipenuhi oleh Asia.

Produksi baja Indonesia sendiri telah meningkat lebih dari 90% sejak tahun 2019, dan diperkirakan akan terus meningkat tahun ini. Oleh karena itu, investasi IFC di GRP datang pada waktu yang tepat, seiring dengan ambisi Indonesia untuk menjadi produsen baja global dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.

 

 

 

Rendah Karbon

Investasi ini juga membantu GRP mencapai target mereka untuk emisi nol bersih pada tahun 2050.Industri baja adalah salah satu penyumbang terbesar terhadap krisis iklim global, bertanggung jawab atas 8% emisi gas rumah kaca dunia.

Jika tidak ditangani, sektor ini bisa menghabiskan seperempat dari anggaran karbon dunia untuk menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celcius pada tahun 2050.GRP telah menggunakan teknologi produksi baja rendah karbon (EAF) sejak tahun 2016, menjadikannya salah satu produsen baja rendah karbon paling berpengalaman dan maju di Asia.

Walaupun beberapa produsen lain kini menggunakan EAF, GRP adalah satu-satunya pabrik terintegrasi dari hulu ke hilir di Asia yang menggunakan baja rendah karbon.

Investasi senilai USD 60 juta dari IFC juga akan membantu memperkuat kasus bisnis baja rendah karbon di seluruh dunia, termasuk mengeksplorasi produk baja bernilai tinggi yang sesuai dengan teknologi EAF GRP dan bisa diterapkan di seluruh industri baja global.

"Kemitraan kami dengan GRP adalah langkah besar dalam mendukung dekarbonisasi industri di Indonesia, dan ini menandai investasi baja pertama IFC di Asia dalam lebih dari satu dekade," kata Euan Marshall, IFC Country Manager untuk Indonesia dan Timor Leste.

"Kami senang bisa memberikan dukungan investasi dan konsultasi untuk membantu GRP mengembangkan bisnis yang berkelanjutan secara komersial dan lingkungan."

 

Ekspor

GRP berencana memanfaatkan kemitraan dengan IFC untuk meningkatkan daya saing mereka dalam mengekspor baja rendah karbon ke Uni Eropa, dibandingkan produsen baja tradisional.

Selain itu, GRP juga ingin mengeksplorasi peluang baru untuk menggantikan baja impor di Indonesia yang dihasilkan dari negara-negara dengan emisi CO2 per ton yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja rendah karbon GRP.

Kelvin Fu, Chief Transformation Officer GRP, menambahkan, pengumuman hari ini dengan IFC adalah pengakuan kuat atas visi GRP untuk merevolusi industri baja, tidak hanya di Asia tapi juga di dunia.

"Bersama-sama, kita menunjukkan apa yang mungkin dicapai. Saya bangga bahwa kemitraan ini memperkuat kemampuan kita untuk memproduksi baja rendah karbon, mengeksplorasi peluang pasar baru, terutama di Eropa, dan memastikan posisi GRP sebagai pemain utama dalam masa depan ekonomi dan lingkungan Indonesia. Dengan teknologi canggih dan aliansi strategis, kita tidak hanya memenuhi standar lingkungan global, tetapi juga melampauinya," jelas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya