Asing Terpantau Nett Sell Selama Sepekan, Ini Biang Keroknya

Investor asing terpantau melakukan aksi jual selama pekan ini. Per Kamis, 26 September 2024, asing mencatatkan net sell Rp 2,27 triliun di seluruh pasar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 27 Sep 2024, 18:40 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2024, 18:40 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Investor asing terpantau melakukan aksi jual selama pekan ini. Per Kamis, 26 September 2024, asing mencatatkan net sell Rp 2,27 triliun di seluruh pasar.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai kondisi ini dipicu beberapa hal. Dari dalam negeri, Nafan mengatakan belum ada data ekonomi yang signifikan, yang menjadi daya tarik pasar. Di sisi lain, pasar juga menunggu kepastian kebijakan dan kabinet pemerintah baru Oktober mendatang.

"Pelantikan Presiden Prabowo Subianto 20 Oktober. Nanti kita menantikan itu juga. Bagaimana kebijakan ekonomi Prabowo, yang akan men-driven sentimen positif buat market. Market ingin tahu khususnya program-program ekonomi," kata Nafan kepada Liputan6.com, Jumat (27/9/2024).

Terkait susunan kabinet, pasar mencermati apakah tokoh yang dipilih merupakan perwakilan partai politik (parpol) atau dari profesional. Namun di luar itu, Nafan menilai selama menteri yang dipilih memiliki kapabilitas di bidangnya, mestinya masih bisa menjadi sentimen positif.

Beralih ke data makro, Nafan memperkirakan data ekonomi Indonesia pada kuartal III yang akan dirilis BPS, menunjukkan pelemahan dibanding kuartal II. Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2024 ditopang oleh momentum Ramadan dan Idul Fitri yang mereda pada kuartal III.

"Jadi energinya pada kuartal III tidak akan se-optimum jika dibandingkan dengan kuartal II. Malah relatif turun. Jadi ini juga kelihatannya kalau menurut saya juga termasuk sentimen yang mengalami market kita," imbuh Nafan.

Di sisi lain, secara historikal Nafan mencermati IHSG pada September memang langganan nangkring di zona merah dalam delapan tahun terakhir. Namun pada kuartal IV atau sekitar Oktober-Desember, IHSG berada di teritori positif. "Mudah-mudahan di tahun ini masih bisa memungkinkan," imbuh Nafan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Teritori Positif

IHSG Ditutup Menguat
Karyawan melintasi layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Harapan IHSG berada di teritori positif pada sisa tahun ini bertumpu pada rilis kinerja keuangan emiten yang diperkirakan cukup progresif baik dari sisi top line maupun bottom line. Sisanya, tergantung pada data ekonomi makro dan kebijakan suku bunga acuan.

Sementara dari luar, sentimen yang membayangi aliran dana asing adalah kebijakan stimulus Tiongkok. Berbeda dengan AS, Nafan menilai efek kebijakan stimulus Tiongkok tidak memiliki efek domino.

"Tiongkok menggelontorkan stimulus sekitar 800 miliar yuan ke pasar modal agar bisa menjadi lebih liquid, sehingga diakumulasi oleh para institusi di sana. Sehingga inflow akhirnya tercipta di market Tiongkok. Cuma masalahnya Indonesia ini anomali,"

"Ternyata kita yang mengalami outflow-nya. Berarti sebenarnya stimulus yang dilakukan oleh Tiongkok ini hanya untuk meningkatkan likuiditas market di Tiongkok saja," kata Nafan.

 


Stimulus Tiongkok

IHSG Ditutup Melemah ke Level 6.679
Beralih ke bursa asing, bursa saham Asia kompak berada di zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nafan mengatakan, stimulus Tiongkok kali ini bahkan diragukan efektivitasnya. Hal itu berkaca pada kebijakan serupa yang pernah dilakukan Tiongkok saat pandemi. Namun hasilnya, ekonomi negeri tirai bambu itu tak juga membaik signifikan.

Masalah utamanya, Tiongkok sendiri sedang mengalami perang dagang dengan negara Uni Eropa dan AS. Di mana kedua negara itu memberlakukan trade barrier terhadap produk Tiongkok, sehingga kinerja ekspor Tiongkok tidak optimal.

"Lainnya kalau dari global, paling kita menantikan statement dari pejabat The Fed. Mudah-mudahan tetap dovish. Kalau tetap dovish, bagus untuk pasar," pungkas Nafan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya