Liputan6.com, Jakarta - Penghimpunan dana melalui Securities Crowdfunding (SCF) terus mengalami tren peningkatan. Sejak pemberlakuan ketentuan SCF hingga 25 Oktober 2024, telah terdapat 17 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 650 penerbitan Efek.
Pada periode tersebut, terdapat 166.515 pemodal, dan total dana SCF yang dihimpun dan teradministrasi di KSEI sebesar Rp 1,26 triliun. Ketua Umum Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI), Nandana Pawitra menjelaskan baik pelaku usaha maupun pihak pemodal didominasi kalangan muda utamanya generasi (gen) Z.
"Pemodal hampir 70 persen itu dari Gen Z. Kemudian penerbit juga sama seperti itu, UMKM yang notabene 65 juta (pengusaha), banyak anak-anak muda di dalamnya,” kata Nandana kepada wartawan, Kamis (21/11/2024).
Advertisement
Securities Crowdfunding (SCF) merupakan model pembiayaan berbasis teknologi yang memungkinkan UMKM di Indonesia untuk mendapatkan dana dari masyarakat umum melalui platform digital. Konsep ini memberikan alternatif bagi pelaku usaha untuk memperluas skala bisnisnya, yang seringkali sulit mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan konvensional.
"Dengan meningkatnya literasi keuangan di Indonesia, kami berharap SCF dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital, khususnya dalam membantu UMKM berkembang lebih pesat. Acara ini juga menjadi kesempatan bagi regulator, pemodal, dan stakeholder lainnya untuk memperkuat jaringan dan meningkatkan pemahaman bersama terkait potensi SCF," ujar Nandana.
Setelah melalui proses yang dinamis, pada 11 November 2020, ALUDI mendapat pengakuan resmi sebagai asosiasi penyelenggara dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pengawasan Pasar Modal. Pengakuan ini dituangkan dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-60/D.04/2020 Tentang Pengakuan Terhadap Perkumpulan Sebagai Asosiasi Penyelenggara Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
Kehadiran SCF
Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan jangka panjang bagi UMKM, telah hadir Securities Crowdfunding (SCF). SCF merupakan metode pengumpulan dana dengan skema patungan yang dilakukan oleh pemilik bisnis atau usaha untuk memulai atau mengembangkan bisnisnya.
Nantinya, investor bisa membeli dan mendapatkan kepemilikan melalui Saham, surat bukti kepemilikan utang (Obligasi), atau surat tanda kepemilikan bersama (Sukuk). Saham dari usaha tersebut diperoleh sesuai dengan persentase terhadap nilai besaran kontribusinya.
Dengan SCF, investor dan pihak yang membutuhkan dana dapat dengan mudah dipertemukan melalui suatu platform (sistem aplikasi berbasis teknologi informasi) secara online.
Investor akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk dividen atau bagi hasil dari keuntungan usaha tersebut yang dibagikan secara periodik. Informasi saja, SCF telah memiliki payung hukum dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diatur dalam Peraturan OJK yakni POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding).
Advertisement
Mau Pakai Pendanaan dari SCF? Cek Dulu Legalitasnya
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah genjot pemanfaatan layanan urun dana atau securities crowdfunding (SCF) untuk permodalan UMKM atau perusahaan rintisan (startup). Sayangnya, informasi dan literasi mengenai instrumen ini belum merata.
Kondisi itu dimanfaatkan oleh sejumlah entitas untuk meraup cuan lewat investasi ilegal mengatasnamakan kegiatan SCF. OJK melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan sejumlah entitas ilegal yang berkaitan dengan layanan urun dana.
"Kegiatan (SCF) ini diduplikasi atau dilakukan secara ilegal oleh beberapa entitas. Memang mereka juga menawarkan melalui berbagai platform. Oleh karena itu, bagi masyarakat kita yang ingin investasi melalui SCF, cek dulu platform yang mempunyai izin dari OJK," tutur Ketua SWI OJK Tongam L Tobing dalam webinar Literasi Keuangan Indonesia Terdepan - LIKE IT #3, Kamis (1/9/2022).
SWI sendiri telah menghentikan sejumlah entitas penyelenggara SCF tanpa izin OJK. Antara lain:
- PT Tanijoy Agriteknologi Nusantara yang menghubungkan Mitra Tani dan pendana
- PT Infishta Digital Indonesia (inFishta), penyalur dana untuk proyek produksi perikanan
- PT Vestifarm Agro Indonesia (VESTIFARM.COM), penyalur dana untuk proyek budidaya petani
- PT Generasi Berdampak Indonesia (PANAK.ID), penyaluran dana untuk proyek investasi bidang peternakan dengan menghubungan peternak, pasar, dan pemilik modal
- PT Akses Group Indonesia / PT Intiga Ventura Bersama (Invezin / Invez.ID), menjembatani kebutuhan pendanaan
- PT Berbagi Bintang Teknologi (Stasashi), menghubungkan investor lokal dan founder startup. Namun pendanaan dikirimkan ke rekening Stasashi terlebih dulu
- PT Griya Danaku Digital Investama (Pramadana.ID), menghubungkan investor dan property asset manager
- PT Urunmodal Dot Com, menghubungkan investor dan pemilik usaha UMKM. Pendanaan dikirimkan ke rekening pribadi pengurus terlebih dulu- PT Bersama Milik Bangsa (Punyabersama.ID), menghubungkan investor dan pemilik usaha waralaba atau franchise
Beri Edukasi
Meski begitu, Tongam mengakui penghentian usaha atau pemblokiran hanya berlaku untuk jangka pendek. Entitas-entitas serupa lainnya bisa saja bermunculan lebih banyak dengan nama baru. Untuk itu, pihaknya gencar melakukan edukasi untuk memitigasi dari sisi demand atau dalam hal ini masyarakat.
“Ada beberapa perusahaan yang sudah kita blokir. Tapi memang blokir ini masih bersifat jangka pendek. Kita blokir hari ini nanti sore jadi nama besok bikin baru lagi ya ini berkejaran. Kami yakin, dengan tereduksinya masyarakat, semakin sempit ruang gerak mereka,” imbuh Tongam.
Informasi saja, saat ini OJK mencatat 11 penyelenggara dengan 266 penerbit. Dana yang berhasil dihimpun sebesar Rp 567,45 miliar dari 120.442 pemodal. Sebelas penyelenggara yang saat ini tercatat di OJK antara lain, PT Santara Daya Inspiratama (Santara) dengan dana dihimpun sebesar Rp 147,85 miliar. Kemudian PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare) Rp 117,64 miliar, dan PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana) Rp 57,44 miliar.
Lalu PT Numex Teknologi Indonesia (LandX) dengan dana dihimpun senilai Rp 204,06 miliar, PT Shafiq Digital Indonesia (SHAFIQ) Rp 36,12 miliar, PT Dana Investasi Bersama (FundEx) Rp 1,07 miliar, serta PT LBS Urun Dana (LBS Urun Dana) Rp 1,3 miliar.
Sementara tiga lainnya, yakni PT Likuid Dana Pratama (Ekuid), PT Dana Rintis Indonesia (Udana), PT Fintek Andalan Solusi Teknologi belum mencatatkan dana dihimpun.
Advertisement