Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan-perusahaan China menarik minat investor dengan rekor pembayaran dividen dan pembelian kembali atau buyback saham. Hal ini terjadi di tengah reformasi tata kelola perusahaan yang ketat.
Mengutip CNBC, Rabu (12/2/2025), tahun lalu, perusahaan-perusahaan China yang tercatat membayar dividen 2,4 triliun yuan atau USD 328 miliar. Jumlah dividen itu sekitar Rp 5.357 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.334).
Advertisement
Baca Juga
Demikian berdasarkan data dari Komisi Regulasi Sekuritas China atau China Securities Regulatory Commission (CSRC). Selain itu, perusahaan-perusahaan juga gelar buyback saham senilai 147,6 miliar yuan atau sekitar Rp 329,95 triliun (asumsi satu yuan 2.235 terhadap rupiah), tertinggi sepanjang masa.
Advertisement
Goldman Sachs prediksi distribusi kas perusahaan-perusahaan China dapat mencapai 3,5 triliun yuan pada 2025, dan mencapai rekor tertinggi. Hal itu disampaikan Analis Goldman Sachs Kinger Lau dalam catatan yang diterbitkan pada awal Februari.
Sementara itu, Analis HSBC Herald van der Linde menyuarakan sentimen serupa mengenai prospek dividen tertinggi yang pernah tercatat.
“Saya pikir itu akan terus berlanjut. Perusahaan tidak tahu di mana harus menyimpan uangnya. Mereka tidak mendapatkan terlalu banyak dari saham, jadi mereka mengembalikannya kepada pemegang saham. Ini adalah perubahan pola pikir yang sangat besar,” ujar dia.
Lebih dari 310 perusahaan diperkirakan telah membagikan dividen yang melebihi 340 miliar yuan pada Desember 2024 dan Januari 2025. Ini menandai lonjakan sembilan kali lipat dalam jumlah perusahaan yang membayar dividen dan meningkat 7,6 kali lipat dalam total pembayaran dibandingkan periode sama tahun lalu, demikian disebutkan CSRC.
Data Goldman Sachs juga menunjukkan hasil dividen pada saham China naik menjadi 3 persen, level tertinggi dalam hampir satu dekade.
Saham China dengan hasil dividen tinggi mengungguli saham di pasar negara berkembang Asia sekitar 15%, menurut data indeks.
Prioritas bagi Pemerintah
Van der Linde menuturkan, Pemerintah China telah aktif mendorong perusahaan untuk membayar pengembalian pemegang saham yang lebih tinggi dengan memberikan insentif pajak.
Meningkatkan pengembalian pemegang saham menjadi prioritas bagi Dewan Negara dan CSRC pada 2024. Oktober 2024, bank sentral Tiongkok meluncurkan program pinjaman ulang bertarget sebesar 300 miliar yuan untuk membantu perusahaan tercatat dan pemegang saham utama membeli kembali saham. Pada April 2024, regulator juga memperkuat standar pencatatan saham, menekan penjualan saham yang melanggar hukum, dan memperkuat regulasi pembayaran dividen.
Pada Agustus tahun lalu, 677 perusahaan tercatat melaporkan rencana dividen tunai, naik dari 500 pada periode yang sama tahun lalu pada 2023, data dari Asosiasi Perusahaan Publik China menunjukkan.
Sementara itu, dalam catatan Allianz Global Investors, perusahaan milik negara terutama menjadi terdepan. Seiring lonjakan pembayaran dividen dan buyback saham. Beberapa perusahaan terkemuka termasuk PetroChina dengan imbal hasil dividen sekitar 8 persen dan CNOOC Group dengan imbal hasil 7,54 persen.
“Hal ini sangat didorong oleh Beijing dalam upaya meningkatkan efisiensi perusahaan,” ujar Chairman Rayliant Global Advisors, Jason Hsu.
Advertisement
Langkah Pemerintah China
Ia menambahkan, pemerintah China juga menyediakan suku bunga pinjaman menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan China untuk membiayai peningkatan dividen. Perusahaan swasta juga meningkatkan pembayaran tunao. Raksasa e-commerce JD.com menyetujui pembelian kembali saham senilai USD 5 miliar selama tiga tahun pada September di atas imbal hasil dividen 1,9 persen.
Khususnya untuk perusahaan berkapitalisasi besar, investor dapat mengandalkan lebih banyak rekor pembayaran dividen, terutama dari raksasa BUMN, kata Hsu kepada CNBC.
Namun, rasio pembayaran dividen Tiongkok, yang mengukur dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dibandingkan dengan laba bersih perusahaan, masih tertinggal dari beberapa negara Asia lainnya.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Reuters dan LSEG, rasio pembayaran dividen Tiongkok mencapai 52,58% hingga akhir Januari. Meskipun lebih tinggi dari Jepang sebesar 36,12% dan Korea Selatan sebesar 27,6%, angka tersebut masih tertinggal dari Australia sebesar 89,2% dan Singapura sebesar 78,13%, dan negara-negara lainnya.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)