Liputan6.com, Jakarta Saham perbankan mengalami tekanan dalam beberapa waktu terakhir. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, kondisi ini tidak terlepas dari aksi jual investor asing yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal.
"Penurunan IHSG dan harga saham perbankan terjadi seiring dengan aksi jual investor asing, yang dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan ketidakpastian pasar keuangan yang masih berlanjut," ujar Dian dalam dalam konferensi pers Hasil RDKB OJK, ditulis Rabu (5/3/2025).
Advertisement
Baca Juga
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penguatan ekonomi Amerika Serikat serta kebijakan tarif yang diterapkan di negara tersebut turut menahan proses desinflasi. Hal ini berdampak pada ekspektasi penurunan Fed Fund Rate yang lebih terbatas, sehingga suku bunga tinggi diperkirakan akan bertahan lebih lama.
Advertisement
Selain faktor global, tekanan terhadap saham perbankan juga dipengaruhi oleh kondisi pasar domestik yang masih belum stabil serta penurunan daya beli masyarakat. Meskipun demikian, Dian menegaskan bahwa industri perbankan tetap optimis dalam menghadapi tantangan ini.
"Dari hasil survei terakhir, perbankan tetap fokus pada kinerja fundamental yang solid dan tata kelola yang baik agar kepercayaan investor, baik domestik maupun internasional, tetap terjaga," jelasnya.
Fundamental Perbankan Masih Kuat
OJK juga terus mendorong industri perbankan untuk meningkatkan transparansi dan komunikasi yang proaktif dengan investor, baik retail maupun institusi. Upaya ini bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan informasi (asymmetric information) serta memastikan persepsi pasar sejalan dengan kondisi riil industri perbankan.
"Sebetulnya, perbankan kita masih berada dalam kondisi yang sangat baik secara fundamental. Namun, ada perbedaan antara persepsi pasar dan realitas yang ada. Ini adalah sesuatu yang wajar dalam dinamika pasar modal," tambah Dian.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa perbankan tetap menjadi pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Mengingat ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada sektor perbankan (bank-driven economy), maka kinerja industri ini perlu terus dijaga agar tetap stabil dan berkontribusi pada perekonomian.
"OJK bersama perbankan, kementerian, dan lembaga terkait akan terus memantau kondisi ini serta memastikan bahwa kinerja perbankan yang selama ini sangat baik dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan," pungkas Dian.
Kinerja Perbankan
Kinerja industri perbankan pada Januari 2025 menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan profil risiko yang tetap terjaga. Kredit perbankan mencatatkan pertumbuhan 10,27% year-on-year, melanjutkan tren double-digit growth dari bulan sebelumnya yang sebesar 10,39%, dengan total kredit mencapai Rp7.782 triliun.
"Kinerja intermediasi perbankan terus menunjukkan tren positif, dengan pertumbuhan kredit yang tetap kuat dan risiko yang terkendali," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Hasil RDKB OJK, Selasa (4/3/2025).
Dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh 5,51% year-on-year, meningkat dari 4,48% pada Desember 2024, dengan total dana mencapai Rp8.879,2 triliun. Giro menjadi kontributor terbesar dalam pertumbuhan tersebut.
Advertisement
Likuiditas dan Kualitas Kredit Tetap Terjaga
Likuiditas perbankan tetap memadai, dengan Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 114,86% dan 26,03%, meningkat dari Desember 2024 yang sebesar 112,87% dan 25,59%. Rasio ini tetap berada di atas ambang batas minimal yang ditetapkan, yaitu 50% untuk AL/NCD dan 10% untuk AL/DPK.
Sementara itu, rasio Non-Performing Loan (NPL) gross tercatat sebesar 2,18%, dengan NPL net di level 0,75%. Loan at Risk (LAR) mengalami tren penurunan menjadi 9,72%, dibandingkan dengan Desember 2024 yang sebesar 9,28%.
"Secara umum, kualitas kredit tetap terkendali, meskipun ada sedikit kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, dibandingkan Januari 2024, rasio NPL gross dan LAR mengalami penurunan yang cukup signifikan," jelas Dian.
Tingkat profitabilitas perbankan yang diukur melalui Return on Assets (ROA) berada di level 2,34%, sedikit menurun dibandingkan 2,69% pada Desember 2024. Namun, rasio permodalan (CAR) terus meningkat, mencapai 27,05% dari sebelumnya 26,69%.
"Rasio permodalan yang tinggi menunjukkan perbankan memiliki bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah ketidakpastian ekonomi," tambah Dian.
