Liputan6.com, Los Angeles - Sebuah film sah dianggap gagal andai dinilai buruk oleh pengamat dan anjlok di box office. Kegagalan biasanya berasal dari faktor para sineas yang kurang serius dalam menggarapnya. Akan tetapi, ada beberapa film yang gagal secara kualitas maupun box office karena campur tangan studio dengan mengganggu prosesnya.
Sebelum menuju ke ranah studio, memang ada kalanya sebuah film dicap gagal atau hancur karena naskah yang kurang bisa dinikmati. Ada juga faktor yang berasal dari kurang mampunya sutradara dalam mengarahkan para bintang dan kru untuk bisa menunaikan tugasnya dengan baik.
Â
Advertisement
Baca Juga
Akan tetapi, pihak studio kadang kelewat batas dan keterlaluan dalam mengintervensi tim produksi film. Ada beberapa produser dan petinggi studio yang tak memahami pola kerja sutradara. Beberapa studio bahkan melakukan penyuntingan yang kurang tepat hingga meminta pengambilan adegan yang tak perlu. Selain itu, masih banyak lagi masalah di beberapa film yang berasal dari pihak studio.
Alhasil, para penonton pun kecewa, dan sebagian besar pengamat memberikan rating rendah terhadap film-film tersebut. Padahal, ada beberapa judul yang digarap oleh sutradara film-film sukses. Namun, intervensi studio membuat mereka terlihat amatir.
Pada akhirnya, beberapa studio merilis versi Director's Cut. Di situ, terlihat hasil kerja keras murni sang sutradara serta apa yang mereka inginkan melalui film arahannya tersebut. Lantas, apa saja film-film yang dianggap gagal karena intervensi studio? Simak enam judul yang sering disebutkan oleh para pecinta film di halaman berikut.
Cleopatra
Cleopatra
Pembuatan film Cleopatra nyaris membuat 20th Century Fox bangkrut. Hal itu disebabkan pengeluaran yang tak terkendali untuk produksi film kolosal ini. Lebih parah lagi, para pengamat memberi rating yang tak terlalui tinggi untuk Cleopatra.
Banyak yang kecewa dengan hasil Cleopatra karena sangat jauh dari apa yang dibayangkan para penonton saat masih dipromosikan. Pihak studio diketahui juga melakukan intervensi terhadap seluruh proses produksi. Bahkan, mereka memecat para produser dan kru penting yang berpotensi memajukan film ini.
Perselingkuhan antara aktris Elizabeth Taylor dan aktor Richard Burton yang terekspos, membuat studio memutuskan untuk menyingkat dua film hanya menjadi satu bagian. Artinya, banyak materi yang telah diambil gambarnya lalu dibuang.
Pihak eksekutif lalu memerintahkan untuk memangkas filmnya dari enam jam menjadi hanya tiga jam. Sehingga, bioskop bisa menampilkan lebih banyak pemutaran dalam sehari demi memaksimalkan keuntungan.
Advertisement
The Golden Compass
The Golden Compass
Banyak fans film berjenis fantasi yang berharap The Golden Compass bisa menjadi penerus kesuksesan The Lord of the Rings dan Harry Potter. Sayangnya, pada kenyataannya eksekutif dari studio New Line Cinema tak setuju dengan cara kerja sutradara Chris Weitz yang dianggap diktator.
Akibatnya, mereka malah membawa cerita yang dewasa secara relatif serta memotong semua materi gelap. Hingga akhirnya, film ini dinilai sangat dangkal. Weitz aslinya membuat film ini berjalan selama tiga jam dengan ending yang gelap, mencerminkan novel aslinya.
Akan tetapi, studio menolak keras. Mereka mengubah ending cerita, memotong materi 45 menit dan mengambil ulang beberapa adegan yang tak terhitung jumlahnya. Lebih lucu lagi, studio ingin mengekor keberhasilan Lord of the Rings dengan memasukkan dua pemain film tersebut, Christopher Lee dan Ian McKellen untuk peran kecil.
Film ini menjadi kelebihan anggaran yang justru berujung pada rendahnya rating serta kegagalan secara komersial. Andai studio membiarkan Weitz melakukan dengan caranya, The Golden Compass mungkin telah menghasilkan miliaran dolar hingga menjadi franchise tersendiri.
The Amazing Spider-Man 2
The Amazing Spider-Man 2
Usai dihajarnya Spider-Man 3 dengan kritik yang pedas dan tak dilanjutkan ke film keempat, para pemain satu persatu meninggalkan proyek ini. Sony pun ingin mendaur ulang franchise demi menggambarkan cerita seorang anak remaja yang beranjak dewasa.
Mereka merasa proyek baru sang manusia laba-laba sangatlah penting. Alhasil, tercetuslah The Amazing Spider-Man sebagai judul barunya yang tergolong sukses di pasaran. Studio lalu dengan percaya diri membuat sekuelnya.
Sayangnya, The Amazing Spider-Man 2 tak bisa menandingi kesuksesan film pertama. Banyak alasan yang membuat filmnya dianggap gagal. Salah satunya adalah terlalu banyaknya penjahat yang tampil sebagai musuh besar Spider-Man.
Bahkan, banyak yang menganggap ceritanya tidak sesuai dengan tema filmnya. Suara kekecewaan datang dari berbagai penjuru. Andrew Garfield pun langsung menyalahkan pihak studio karena terlalu ikut campur dengan menuntut perubahan serta mengacak-acak unsur cerita sesuai keinginan mereka.
Advertisement
Alien 3
Alien 3
Lagi-lagi film yang dianggap gagal datang dari 20th Century Fox. Alien 3 pernah menjadi bahan intervensi studio oleh karena gaya penyutradaraan David Fincher. Kondisi yang dialami Fincher serta para pekerja di dalamnya, dianggap cukup mengerikan namun memaksa mereka untuk bertahan.
Fox juga memanfaatkan calon sutradara Renny Harlin dan Vincent Ward untuk memaksa Sigourney Weaver bergabung. Akan tetapi, studio akhirnya memilih David Fincher karena dianggap memiliki sedikit pengalaman dan mudah dikendalikan.
Fincher pun tidak begitu saja memenuhi proses syuting untuk adegan yang dituntut oleh Fox. Apalagi, semua tuntutan sangat mustahil dilakukan olehnya. Fox akhirnya tak mengizinkan Fincher berada di ruang editing.
Studio juga dengan sengaja tidak melakukan tes screening demi memperbaharui penyuntingan film sesuai dengan cara yang mereka inginkan. Bahkan, dokumentasi tentang proses pembuatannya ikut di-edit sebelum masuk ke dalam DVD Alien Quadrilogy.
X-Men Origins: Wolverine
X-Men Origins: Wolverine
X-Men Origins: Wolverine menjadi bulan-bulanan di kalangan fans dan juga pengamat dengan hasilnya yang kurang baik di box office. Ditambah lagi, terdapat kebocoran yang melanda filmnya seminggu sebelum tayang di bioskop. Di balik suksesnya akting Hugh Jackman sebagai Wolverine, ternyata film ini menyimpan cerita kurang menyenangkan dari balik layar.
Eksekutif Fox memutuskan bahwa peran Ryan Reynolds sebagai Deadpool harus diturunkan agar tidak menimpa akting Hugh Jackman sebagai karakter utamanya. Deadpool lalu dijadikan sebagai eksperimen genetik dengan wujud yang jauh dari komiknya. Mulutnya pun dijahit agar tidak melontarkan lelucon-lelucon konyol.
Sutradara Gavin Hood juga sering bertengkar dengan mantan eksekutif terkenal Fox, Tom Rothman, yang sering membawa suasana panas di lokasi syuting. Hood juga pernah pergi beberapa hari selama jadwal syuting.
Film ini aslinya hendak memiliki tema yang sangat gelap dengan menggali latar belakang Wolverine sebagai tentara. Bahkan awalnya bakal ada pertarungan Wolverine melawan gangguan stress karena trauma serta keterlibatannya dengan Weapon X. Eksekutif studio langsung tak setuju dengan naskah tersebut dan ingin ceritanya lebih bersahabat untuk keluarga.
Alhasil, banyak beberapa aspek kekerasan yang dipotong secara penuh. Terlebih lagi, perbedaan pendapat antara sutradara Gavin Hood dan eksekutif Tom Rothman menurunkan semangat produksi film. Para sineas akhirnya terpaksa mengurangi durasi dan dominasi Deadpool, agar tidak menenggelamkan Wolverine.
Advertisement
Fantastic Four
Fantastic Four
Buruknya kualitas dan rating versi awal film Fantastic Four (2005) dan Fantastic Four: Rise of the Silver Surfer (2007), membuat 20th Century Fox mendaur ulang film superhero adaptasi komik Marvel ini untuk rilis tahun 2015. Filmnya pun dibuat menjadi lebih modern ketimbang dua versi awal.
Sayangnya, banyak fakta mengerikan seputar pembuatan film ini yang juga sama parahnya dengan peraihan di box office serta komentar pedas dari fans. Salah satu yang masih segar di ingatan adalah konflik antara sutradara Josh Trank dengan pihak studio.
Josh Trank pernah mengumbar kicauan di akun Twitter resminya yang isinya mengemukakan bahwa hasil film Fantastic Four yang ia tangani sangat jauh dari keinginannya. Secara tersirat, ia mengatakan bahwa versinya tanpa intervensi studio bisa lebih fantastis dan berpotensi mendulang rating tinggi.
Bahkan, terdapat fakta bahwa durasi Fantastic Four ikut dipotong. Trank ingin filmnya berjalan selama 2 jam 20 menit, sementara studio memangkasnya menjadi 1 jam 30 menit.
Setelah Josh Trank merampungkan versinya pada 2014, studio tak puas dan tidak suka dengan cara kerja sang sutradara. Mereka lalu menuntut pengambilan ulang gambarnya yang dilakukan awal 2015. Perbedaan kreatif terjadi ketika Fox berpikir film versi Josh Trank dianggap terlalu keras.
20th Century Fox mengintervensi filmnya sampai pada tahap berubahnya penyusunan film versi Josh Trank secara drastis. Salah satu perubahan yang paling kentara adalah dipotongnya tiga adegan aksi paling ditunggu-tunggu penggemar. Salah satunya melibatkan pertempuran The Thing melawan satu pasukan.
Â