Liputan6.com, Jakarta Beberapa tahun belakangan, Disney sedang getol mendaur ulang film-film animasi klasiknya dalam bentuk live action. Setelah Maleficent, Cinderella, dan Jungle Book, kini giliran Beauty and The Beast yang dihadirkan dalam bentuk hidup.
Keluar dari bentuk animasinya, akankah kisah ‘setua waktu’ tentang si Cantik yang jatuh cinta pada si Buruk Rupa ini semagis aslinya?
Advertisement
Baca Juga
Rasanya tak perlu terlalu banyak menghabiskan ruang untuk menulis sinopsis tentang Beauty and The Beast versi baru ini. Toh, sebenarnya tak ada perubahan yang terlalu signifikan dalam edisi live action ini bila dibandingkan dengan film aslinya yang rilis tahun 1991 silam.
Jadi kalau Anda berharap akan ada perubahan seradikal Magnificent, misalnya, maka siap-siap saja untuk kecewa. Bahkan sejumlah dialog pun ditampilkan persis, semacam carbon-copy dengan film aslinya.
Setidaknya, masih ada cukup banyak detail dalam film ini yang dipelintir sedemikian rupa sehingga cukup membawa penyegaran di film ini. Terutama, mengenai sosok dan latar belakang Belle, yang dalam film ini dimainkan oleh Emma Watson.
Seperti film aslinya, Belle adalah sosok kutu buku yang dianggap aneh di mata penduduk kotanya. Namun kini, ia ditampilkan sebagai seorang inovator—menciptakan mesin cuci demi punya waktu lebih untuk bisa melahap buku yang telah berkali-kali ditamatkannya.
Kostum Bella juga sedikit diubah. Gaun sehari-harinya didesain lebih ‘macho’, dengan satu sisi gaunnya ditarik ke atas, memperlihatkan celana panjang yang ia kenakan sebagai dalaman. Belle yang ini bahkan sudah pakai sepatu boots.
Namun dengan semua revolusi di film ini, Belle ternyata tetaplah Belle, seorang putri klasik Disney. Yang diam-diam terbuai dengan cerita klasik tentang pangeran yang memesona. Dan tentu saja, seorang pangeran pada akhirnya akan mengubah hidupnya.
Faktor X Bernama Emma Watson
Setengah kehebohan tentang Beauty and The Beast, rasanya muncul berkat pemilihan Emma Watson sebagai Belle. Banyak penggemar yang penasaran seperti apa Emma Watson saat menjadi seorang putri Disney.
Memerankan seorang kutu buku yang cerdas dan pemberani, rasanya bukan satu hal yang sulit dilakukan Emma. Apalagi sosok Belle sejatinya memiliki banyak kesamaan dengan Hermione yang bertahun-tahun ia perankan.
Hanya sayangnya, jalinan asmara antara Belle dan Beast—yang diperankan Dan Stevens—terjadi secara instan. Tak terlalu banyak eksplorasi atas hal sebenarnya sangat krusial ini. Ini sangat disayangkan karena membuat romansa keduanya terasa terjadi secara ujug-ujug dan prematur.
Salah satu hal yang tak terbantahkan dari Beauty and The Beast adalah kedahsyatan production value dalam film ini. Mulai dari desain kostum hingga CGI di film ini, semua digarap dengan begitu mendetail.
Terutama detail nuansa barok yang tergambar begitu jelas pada arsitektur istana Beast. Begitu pula dengan detail yang diihadirkan pada Cogsworth dan Lumiere. Setidaknya, faktor ini membuat Beauty and The Beast yang rilis hari ini, Jumat (17/3/2017) tak kehilangan daya magisnya.
Advertisement