Liputan6.com, Jakarta - Sikap adil dari pria yang berpoligami, sangat diperlukan bagi istri-istrinya. Begitulah curhatan Meggy Wulandari, istri kedua Kiwil terkait pernikahan mereka. Selama 14 tahun membina rumah tangga dengan Kiwil, Meggy Wulandari tak merasakan keadilan sepenuhnya.
Menurut Meggy, dalam berpoligami tak ada keadilan yang mutlak. Meskipun, banyak diberitakan tentang istri-istri yang akrab satu sama lain, istri kedua Kiwil ini belum mempercayainya.
"Karena keadilan itu cuma milik Allah. Kesempurnaan itu hanya milik Allah. Jadi, kalau ada yang bilang poligami itu katanya akur ini-lah ada contohnya aku. Aku enggak percaya. Kenapa aku enggak percaya? Pasti ada konflik. Karena manusia itu tidak akan pernah bisa adil. Karena keadilan itu punya Allah," ujar istri kedua Kiwil, Meggy Wulandari ditemui di Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Senin (28/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Tak ingin ucapannya dianggap pepesan kosong belaka, Meggy memberikan contoh sebagai bukti manusia sulit untuk berbuat adil. Yang paling mudah terlihat bagaimana seorang ibu mendidik anak-anaknya.
"Kita sama anak saja, anak pertama sama anak kedua, ada bedanya kalau boleh jujur. Pasti beda. Kita selalu mencari kebenaran, 'ah kamu masih kecil, masih ini'. Apalagi kalau sama perempuan sama istri, pasti ada bedanya. Dia (suami) selalu punya alasan, jadi kalau bagi aku, jadi manusia jangan pernah merasa seperti Tuhan ya, para lelaki pelaku poligami," kata Meggy Wulandari.
Boleh asal Adil...
"Buat laki-laki, bilang saya bisa adil, saya bisa membagi porsinya dengan adil, enggak mungkin, bapak-bapak para pelaku poligami. Karena keadilan itu yang hakiki hanya milik Allah. Makanya kita disyaratkan poligami boleh tapi asal adil, tapi manusia tidak bisa adil," imbuhnya.
Advertisement
Poligami
Meski begitu, Meggy tak pernah melarang orang untuk berpoligami. Terlebih agama tak melarang laki-laki untuk melakukan itu. Yang terpenting, kata Meggy, setiap wanita yang dipoligami, harus siap menerima kenyataan hidup berbagi cinta dengan wanita lain.
" Jadi di sini qadarallah-nya adalah si istrinya, mau tidak menerima segala kekurangan suaminya kalau tidak bisa berbuat adil? Karena kalau tidak bisa berbuat adil, maka menjadi zalim karena istrinya sakit hati," jelas Meggy Wulandari.