KCI Tanggapi Pernyataan Menkumham soal Larangan Kelola Royalti

KCI menganggap apa yang sudah dilakukannya sesuai dengan UU Hak Cipta.

oleh Aditia Saputra diperbarui 10 Feb 2019, 05:00 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2019, 05:00 WIB
KCI
KCI melakukan kerjasama dalam pengelolaan atas lagu-lagu Korea yang dikuasakan kepada KOSCAP (The Korean Society of Composers Authors and Publishers)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan tak akan mengizinkan lagi Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk mengelola royalti lagu dan musik. Hal ini seiring dengan dilantiknya Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) beberapa waktu yang lalu. Sebelumnya, Yasonna Laoly melantik sembilan Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2019-2024.

Atas dilantiknya LMKN, Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) melalui kuasa hukumnya, Meitha Wila Roseyani menilai pernyataan itu menimbulkan kerancuan.

"Pemerintah dengan LMKN sesuai pasal 89 UU Hak Cipta menjadikan satu-satunya lembaga resmi pengelolaan Hak Cipta bidang lagu dan musik yang mendapat kewenangan menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait. Jadi sesuai UU Hak Cipta, LMK-LMK sudah tidak boleh lagi melakukan pengelolaan royalti adalah pernyataan yang sangat keliru dan menyesatkan,” ujar kuasa hukum KCI, Meitha di Jakarta, Rabu (6/2/2019)

Pihaknya meminta, pernyataan Menteri Yasonna perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kerancuan dan kekacauan di masyarakat khususnya bagi para users.

Pasalnya, kewenangan LMK untuk mengelola Royalti justru lahir dari UU Hak Cipta, yaitu pasal 87 dan 88 Undang-Undang No. 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang secara jelas dan tegas mengatur mengenai LMK dan kewenangannya untuk dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang telah memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait.

Dalam hal ini LMK wajib memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Izin Operasional yang dikeluarkan oleh Menteri (Menkumham), antara lain; harus berbadan hukum nirlaba (Yayasan), mendapatkan Kuasa dari minimal 200 (dua ratus) pencipta, untuk dapat menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta dan sampai sekarang pasal 87 dan 88 tersebut belum pernah diubah ataupun dicabut, sehingga kewenangan LMK untuk mengelola royalti dalam hal ini, KCI tetap ada. 

"Justru kewenangan LMKN-lah yang patut dipertanyakan karena secara nyata LMKN tidak memiliki izin operasional dan tidak pernah mendapatkan kuasa dari para pencipta,” tegas Meitha.

 

Izin

KCI Berikan Royalti ke Presiden SBY Rp 16.600.000
Pemberian royalti bersamaan dengan ulangtahun SBY, 9 September lalu di kediaman Presiden di Puri Cikeas, Bogor.

Dilanjutkannya, Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) adalah salah satu LMK yang telah memiliki izin operasional sejak 28 Oktober 2015, dan telah menerima kuasa dari para pencipta yang sekaligus sebagai anggota sebanyak 3007 pencipta. Dan sejak YKCI berdiri sejak 1990 telah melakukan kegiatan menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta dan sampai saat ini tidak pernah ada masalah.

Awal permasalahan muncul ketika terbit Permenkumham No 29 tahun 2014 yang terbit tepat satu hari setelah UUHC diundangkan. "Permenkumham yang seharusnya hanya mengatur mengenai Izin Operasional LMK disalahgunakan dengan cara memunculkan lembaga baru yaitu LMKN. Padahal tidak ada amanat Undang-undang yang memerintahkan menteri untuk membentuk LMKN yang memiliki kewenangan yang sama dengan LMK yaitu menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti, namun tanpa adanya syarat yang harus dipenuhi, tidak jelas bentuk badan hukumnya, tidak ada kuasa dari para pencipta atau hak terkait, dan tidak ada Izin Operasionalnya sebagimana diatur dalam Pasal 88 UUHC,” lanjutnya.

Oleh sebab itulah, lanjut Meitha, klienya telah mengajukan Hak Uji Materiil (HUM) kepada Mahkamah Agung pada 5 Desember 2018. "Namun ternyata di tengah kami mengajukan HUM ternyata Termohon (Menkumham) telah mengubah Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang kami jadikan Objek Permohonan."

Uji Materiil

 

Usai melantik sembilan Komisioner LMKN, Yasonna menegaskan, LMKN sesuai pasal 89 UU Hak Cipta adalah satu-satunya lembaga resmi pengelolaan Hak Cipta bidang lagu dan musik yang mendapat kewenangan menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait.

Maka Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) tidak boleh lagi melakukan pengelolaan royalti pencipta dan pemilik hak terkait.

“Sesuai UU Hak Cipta, LMK-LMK sudah tidak boleh lagi melakukan pengelolaan royalti,” tegas Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Terkait adanya keinginan sejumlah LMK yang akan melakukan Uji Materiil UU Hak Cipta ke Mahkamah Agung (MA), Yasonna mempersilakannya.

“Silakan saja kalau mau Uji Materiil ke MA,” tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya