Sukses

Midway: Bukan Pameran Akting Terbaik, Hanya Parade Perang Yang Bikin Bergidik

Di tangan Roland Emmerich, Midway menjelma jadi presentasi perang dari darat-laut-udara, harga diri negara, dan tentu saja drama para pelakunya.

Liputan6.com, Jakarta Midway menampilkan salah satu perang besar dalam sejarah Asia Pasifik. Lebih dari sekadar menggambarkan dahsyatnya perang, Midway memaparkan adu strategi dua negara berpengaruh di dunia. Ini soal Jepang, salah satu macan Asia paling cerdas. Juga Amerika Serikat, dengan reputasi sebagai negara adi daya.

Di tangan Roland Emmerich, Midway menjelma jadi presentasi perang dari darat-laut-udara, harga diri negara, dan tentu saja drama di antara pelakunya. Midway mahakarya Roland Emmerich, tapi ada catatan di sana-sini yang mesti dikaji.

Sebenarnya, Midway bukan materi baru. Mengingat, kisah Midway pernah diusung ke layar lebar oleh Jack Smight pada 1976. Kala itu, Midway menuai kontroversi lantaran memuat sejumlah footage adegan perang dari sumber lain. Konon, tanpa izin.

Dihujani kritik pedas dari para kritikus dan pencinta film, Midway di era generasi bunga masih bisa mengeruk pendapatan kotor 43,2 juta dolar AS atau 604,8 miliar rupiah. Tak mau mengulang kesalahan pendahulunya, Roland Emmerich memvisualisasikan perang di Midway dengan detail lebih riil sekaligus dramatis.

Sebelum Perang Dunia 2 Pecah

Kisah Midway bermula beberapa bulan sebelum Perang Dunia 2 pecah. Petinggi militer Jepang, Isoroku Yamamo (Etsushi), menemui intelijen AS, Edwin Layton (Patrick). Pertemuan itu menghasilkan sejumlah poin, salah satunya, posisi Jepang tak akan membahayakan negara mana pun kecuali jika suplai minyak mereka diusik.

Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbor. Ini membuat hubungan Jepang-AS memanas. Laksamana Chester W. Nimitz (Woody), pemimpin armada laut AS di Pasifik, menghubungi Edwin Layton (Patrick).

Hasil analisis Edwin dan tim mengerucut pada prediksi bahwa Jepang tak lagi mengincar Pearl Harbor. Mereka bergerak ke Laut Coral. Tim Edwin menerjemahkan pesan internal Jepang berisi pergerakan ke tempat berkode AF. Edwin yakin yang dimaksud AF itu Midway.

Merespons hasil analisis ini, AS mengerahkan armada terbaik untuk mengantisipasi polah Jepang. Mereka adalah Dick Best (Ed), Wade McClusky (Luke), Jimmy Doolittle (Aaron), hingga Bruno Gaido (Nick). Dick Best sebenarnya dilema mengingat harus meninggalkan istri (Mandy) dan anak.

EnamPlus