Garin Nugroho Sebut Kecepatan Produksi Film Indonesia Susut 40 Persen Akibat Pandemi Covid-19

Selain Garin Nugroho, Chief Content Officer Vidio, Tina Arwin, menyampaikan ulasan terkait perang harga OTT dan dukungan buat film Indonesia.

oleh Wayan Diananto diperbarui 02 Feb 2021, 18:40 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2021, 18:40 WIB
Garin Nugroho. (Foto: Instagram @garin_film)
Garin Nugroho. (Foto: Instagram @garin_film)

Liputan6.com, Jakarta Pandemi Covid-19 yang meluas di Tanah Air berdampak ke berbagai sektor termasuk film Indonesia. Garin Nugroho memaparkan ini dalam webinar “Indonesia Bangga OTT Apps Dalam Negeri” yang digelar Selasa (2/2/2021).

“Kecepatan produksi terhambat sekitar 40 persen karena harus protokoler Covid-19, PSBB sesuai aturan, izin, dan sebagainya,” urai sutradara Kucumbu Tubuh Indahku. Ditutupnya bioskop sejak Maret 2020 membuat sejumlah film yang siap tayang banting setir ke platform digital atau OTT.

Bahkan sejumlah OTT menayangkan webseries atau serial baru yang dibintangi artis papan atas. Garin menilai maraknya webseries karena permintaan pasar meninggi. Di sisi lain, sumber daya manusia yang mengerjakannya belum 100 persen siap.

 

Kultur Penulisan Skenario Serial

Cinema XXI. (Foto: Koleksi Cinema XXI)
Cinema XXI. (Foto: Koleksi Cinema XXI)

“Kultur bikin seri dalam penulisan skenario, sistem industri, belum memadai untuk mengisi konten OTT lokal Indonesia,” Garin mengulas. Jika tak segera ditangani, pasar banal yang mirip kasus sinetron di televisi akan berulang.

“Karya-karya yang tidak cukup dihargai meski dikonsumsi begitu banyak dan mengalami kejenuhan di pasar yang luar biasa,” sambungnya. Dikhawatirkan, tingginya kebutuhan mengisi konten membuat cara produksi serial kurang profesional karena mengejar waktu dan menekan biaya.

OTT dan Sistem Berkebun

Garin Nugroho. (Foto: Instagram @garin_film)
Garin Nugroho. (Foto: Instagram @garin_film)

Garin Nugroho mengandaikan kualitas konten OTT bagai sistem berkebun. Selain menghasilkan banyak tanaman sehat, tanahnya pun mestinya tidak cepat kering akibat kebanyakan pupuk. Fenomena lain yang menyita perhatian publik, perang harga langganan antar OTT.

Kali pertama menyapa Indonesia, Disney+ Hotstar misalnya, pasang harga 299 ribu rupiah per 12 bulan. Chief Content Officer Vidio, Tina Arwin, menyatakan pihaknya mencoba tidak masuk ke perang harga.

 

Basis Terbesar Koneksi Internet

Salah satu serial orisinal Vidio. (Foto: Instagram @vidiodotcom)
Salah satu serial orisinal Vidio. (Foto: Instagram @vidiodotcom)

“Sekali kita bekerja sama dengan telko, bukannya bagaimana. Mereka tetap partner terbesar, partner utama setiap platform OTT. Tanpa telko kita tidak bisa memasuki pasar ini karena mereka basis terbesar untuk koneksi internet kita,” terangnya.

Sementara ini, kata Tina, Vidio masih di 29 ribu rupiah per bulan. Vidio menawarkan plaket platinum, yang memungkinkan pelanggan bisa menonton olahraga, original series, film, dan lain-lain. Di sisi lain, pada 2021, baru ada dua film Indonesia yang tayang di bioskop.

Film Menyeberang ke OTT

Garin Nugroho. (Foto: Instagram @garin_film)
Garin Nugroho. (Foto: Instagram @garin_film)

Diprediksi, makin banyak film lokal yang menyeberang ke OTT. Terkait fenomena ini, Tina menyatakan pihaknya suportif dan ingin ada film lokal yang tayang premier di Vidio.

“Kami ingin jadi platform yang suportif. Di Emtek kami punya produser, ada Screenplay, Sinemart, dan lain-lain. Setiap pembelian film saya harus menjustifikasi apa film ini cocok dengan penonton Vidio. Persaingan OTT ketat namun kembali lagi ke kualitas filmnya,” tutupnya.

Selain Garin dan Tina, webinar ini menampilkan narasumber lain yakni Ilhamka Nizam (Vice President of Stro), Marcomm of Okeflix, Emha Al Bana, dan Kepala Pokja Media Baru dan Arsip Film dan Musik, Tubagus Andre.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya