Liputan6.com, Jakarta Pernahkah kamu mendengar lagu yang liriknya dibuka dengan kalimat, "Kita mesti telanjang, dan benar-benar bersih"? Sekilas, lagu tersebut menimbulkan persepsi macam-macam. Namun sang penyanyi, Ebiet G. Ade, menciptakan lagu tersebut di kala ia prihatin dengan bencana meletusnya Gunung Galunggung.
Ya, lagu berjudul "Untuk Kita Renungkan" itu hanyalah satu dari sekian banyak mahakarya milik Ebiet G. Ade, seorang penyanyi kawakan yang lirik-liriknya selalu mengajak para pendengarnya untuk merenung melalui tema alam, lingkungan, bahkan cinta.
Selain lirik, Ebiet G. Ade juga berhasil memadukan lagu-lagu ciptaannya dengan nada dan komposisi musik yang indah dan menyentuh. Suara lirihnya yang khas pun berhasil membuat para pendengar larut hingga tenggelam ke dalam lagu-lagunya.
Advertisement
Baca Juga
Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Layak Disorot Generasi Sekarang
Maka tak salah jika pemilik nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far ini patut disorot oleh generasi sekarang. Terutama bagi mereka yang sekadar mendengarkan lagu sebagai hiburan semata.
Lantas, seperti apakah sosok Ebiet G. Ade selama berkiprah? Jejak kehidupan seperti apa yang pernah dilaluinya? Menghimpun dari berbagai sumber, mari kita menelusuri kembali sosok seorang musikus kawakan Ebiet G. Ade.
Advertisement
Awal Karier
Lahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far, Ebiet G. Ade yang merupakan anak seoran PNS dan pedagang ini, memiliki minat seni sejak usia muda. Di usia 17 tahun, tepatnya pada tahun 1971, Ebiet yang besar di Yogyakarta sudah bergaul dengan banyak seniman di Kota Gudeg itu.
Bersahabat dengan Emha Ainun Najib dan sejumlah penyair serta penulis ternama di Yogyakarta, Ebiet awalnya serius dalam hal membuat dan membacakan puisi.
Namun karena ia tak bisa mendeklamasikannya secara baik, Ebiet akhirnya menyampaikan puisi bersama iringan alat musik gitar yang dipelajari dari kakaknya dan mendiang Kusbini.
Barulah setelah itu suami Koespudji Rahayu Sugianto ini serius menekuni dunia musik. Pria yang lahir di Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia, pada 21 April 1954 ini memulai debutnya pada 1979 di bawah Jackson Record setelah berkali-kali ditolak label rekaman lain.
Album Camellia 1 sampai 4
Album Camellia I menjadi awal mula Ebiet G. Ade dikenal sebagai penyanyi. Sejumlah puisi yang pernah dibuatnya, dijadikan lagu. Namun lagu Camellia I mejadi perhatian pihak label dan masyarakat kala itu.
Lagu Camellia I merupakan wujud dari masa-masa sulit Ebiet selama hidup di Yogyakarta yang digambarkan dalam bentuk karakter seorang wanita khayalan bernama Camellia. Ebiet juga memasukkan lagu Jakarta I, kisah tentang dirinya yang datang ke Jakarta untuk bermusik sambil kuliah namun berjalan tak sesuai rencana.
Menariknya, di tahun yang sama Ebiet meluncurkan album lanjutan berjudul Camellia II. Ayah empat anak ini menjagokan lagi "Berita Kepada Kawan" yang terinspirasi dari bencana gas beracun Kawah Sinila di Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, yang memakan banyak korban jiwa.
Dari sinilah Ebiet kemudian dikenal sebagai pencipta lagu-lagu yang sarat dengan renungan. Bahkan, lagu "Berita Kepada Kawan" menjadi lagu tema di sejumlah liputan bencana alam televisi.
Tahun berikutnya, tepatnya 1980, lulusan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ini merilis album Camellia III yang direkam di FIlipina dan Camellia 4 yang menjadi penutup dari tetralogi album Camellia.
Di album keempat itu, Ebiet menyayat hati pendengar dengan lagu "Titip Rindu buat Ayah". Lagu tersebut bercerita tentang hubungan Ebiet dengan ayahnya yang kurang harmonis lantaran ia dipaksa menjadi guru agama.
Namun setelah ia memberanikan diri untuk berdiskusi berdua, Ebiet menyadari bahwa sang ayah hanya ingin yang terbaik bagi anaknya.
Advertisement
Lagu-Lagu Musibah dan Bencana
Setelah menutup empat album berjudul Camellia, Ebiet G Ade mulai meluncurkan album-album dengan judul lain. Menariknya, ketika merilis dua album di tahun 1982, terdapat lagu-lagu lain yang terinspirasi dari musibah dan bencana.
Lagu "Sebuah Tragedi 1981" yang ada di album Langkah Berikutnya, terinspirasi dari musibah KMP Tampomas II di perairan Masalembo pada 27 Januari 1981.
Lalu di album Tokoh-Tokoh, lagu fenomenal "Untuk Kita Renungkan" juga sering diputar pada tayangan liputan bencana alam di televisi. Lagu ini tercipta karena meletusnya Gunung Galunggung, Jawa Barat pada 1982 yang asapnya menyelimuti Kota Bandung.
Lagu bertema bencana kembali dibuat Ebiet melalui lagu "Masih Ada Waktu" di album Sketsa Rembulan Emas yang rilis pada 1988. Lagu ini terinspirasi dari Tragedi Bintaro 1987 dan juga kerap diputar ketika terjadi bencana atau musibah.
Rekaman di Amerika dan Mendirikan Label Sendiri
Ebiet G Ade pernah melakukan rekaman di Amerika Serikat di bawah Capitol Records saat masih bernaung di Jackson Records untuk album zaman yang rilis pada 1985. Sayangnya pada tahun 1986 setelah merilis album Isyu!, Jackson Records tutup.
Berbekal pengalamannya di dunia rekaman selama tujuh tahun, Ebiet G Ade pun mendirikan label rekaman sendiri di bawah nama EGA Records yang diambil dari inisial namanya. Album seperti Menjaring Matahari, Sketsa Rembulan Emas, dan Seraut Wajah pun diluncurkannya sendiri.
Advertisement
Rehat dan Kembali di Era 1990-an
Ebiet G Ade sempat memutuskan rehat dari dunia musik pada tahun 1990 lantaran gelisah dengan kondisi Indonesia. Namanya kembali di tahun 1995 dengan album yang lagu-lagunya menjadi hit, "Kupu-Kupu Kertas".
Tak tanggung-tanggung, sejumlah musikus kawakan ikut mengerjakan abum ini. Mulai dari mendiang Billy J. Budiardjo, Erwin Gutawa, Ian Antono, dan Purwacaraka. Berkat lagu "Kupu-Kupu Kertas" Ebiet menang penghargaan sebagai Penyanyi Terbaik di ajang Anugerah Musik Indonesia pada 1997.
Pada tahun yang sama, Ebiet kembali merilis album Cinta Sebening Embun yang isinya lagu-lagu lama. Namun begitu, lagu "Cinta Sebening Embun" di album ini diaransemen ulang oleh Adi Adrian KLa Project.
Selanjutnya, Ebiet G Ade berkolaborasi dengan Purwacaraka dan Embong Rahardjo di album Aku Ingin Pulang. Album berisi lagu-lagunya dengan iringan gamelan dirilisnya pada 1998 dengan judul Gamelan.
Era 2000-an
Pada era 2000-an, Ebiet G Ade sempat vakum dari dunia musik setelah merilis album Balada Sinetron Cinta dan Bahasa Langit.
Namun pada 2004, Ebiet muncul untuk menggalang dana korban Tsunami Aceh. Ia menjadi satu dari 57 musikus yang terlibat dalam album amal berjudul Kita Untuk Mereka.
Pada 2007 Ebiet kembali dengan album In Love: 25th Anniversary yang menjadi perayaan ulang tahun pernikahannya yang ke-25. Selanjutnya, ia merilis album Masih Ada Waktu dan Tembang Country 2. Ebiet G Ade juga kembali pada 2013 dengan album Serenade.
Advertisement
Asal Mula Nama Ebiet G Ade
Nama Ebiet G Ade didapatnya ketika Abid Ghoffar semasa SMA, mengikuti kursus bahasa Inggris. Gurunya yang orang asing kesulitan memanggil dengan ejaan "Abid".
Sang guru lalu memanggil nama muridnya itu dengan pelafalan bahasa Inggris, "Ebiet", yang akhirnya diketahui oleh orang-orang sekitarnya termasuk teman-temannya hingga menjadi nama panggilannya.
Ketika Ebiet bergabung dengan label rekaman Jackson Record, ia menggunakan penulisan "Ebiet" untuk publikasi lagu-lagunya yang diproduseri Jackson Arief.
Ebiet pun menambahkan namanya menjadi "Ebiet G AD", singkatan dari nama belakangnya, Ghoffar dan nama ayahnya, Aboe Dja'far. Penggunaan nama ini hanya sebentar sampai ia menuliskan nama populernya dengan "Ebiet G. Ade".
Keluarga dan Pendidikan
Ebiet G Ade adalah anak bungsu dari 6 bersaudara. Ayahnya, Aboe Dja'far, adalah seorang PNS. Sementara ibunya, Saodah, adalah pedagang kain. Ebiet memiliki cita-cita sejak kecil ingin menjadi insinyur, dokter, dan pelukis.
Lulus SD, orangtua Ebiet memasukkannya ke PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Banjarnegara. Namun ia tidak betah dan pindah ke Yogyakarta. Ebiet lalu bersekolah di di SMP Muhammadiyah 3 dan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.
Selama di Yogyakarta, Ebiet sempat aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia), namun rencananya untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada kandas lantaran ia tak memiliki biaya. Ebiet lalu merantau ke Jakarta dengan rencana kuliah sambil bermusik. Namun rencananya tak terlaksana hingga akhirnya ia berfokus sebagai penyanyi di bawah label rekaman Jackson Record.
Pada 4 Februari 1982, Ebiet Menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto yang dikenal dengan nama Yayu Sugianto, kakak dari penyanyi Iis Sugianto. Pernikahan mereka dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki dan 1 anak perempuan.
Anak-anak Ebiet adalah Abietyasakti "Abie" Ksatria Kinasih, Aderaprabu "Adera" Lantip Trengginas, Byatriasa "Yayas" Pakarti Linuwih, dan Segara "Dega" Banyu Bening. Adera dan Segara mengikut ayahnya terjun di dunia musik. Sementara Abie berperan sebagai menjadi manajer ayahnya.
Advertisement
Prestasi
Di sepanjang karier, Ebiet G. Ade telah meraih banyak penghargaan di dunia musik Tanah Air. Misalnya saja ajang penghargaan BASF Awards, Anugerah Musik Indonesia 1997 sebagai penyanyi solo dan balada terbaik, serta AMI Sharp Award 2000 untuk lagu terbaik. Pada 2002 ia menang penghargaan di Singapura melalui Planet Muzik Awards.
Tak hanya di dunia musk, Ebiet G Ade juga mendapat penghargaan lingkungan hidup pada 2005 dan juga Penghargaan Peduli Award Forum Indonesia Muda pada 2006 sebagai apresiasi atas kepeduliannya terhadap alam dan lingkungan.
Calon Legenda Musik
Melihat kiprah di dunia musik dan jejak hidupnya yang penuh prestasi dan dedikasi, tak salah bila di masa depan, seorang musikus kawakan Ebiet G Ade layak menyandang gelar sebagai Legenda Musik Tanah Air.
Advertisement