Mungkin Kita Perlu Waktu Rilis Trailer Resmi, Angkat Tema Duka hingga Masalah Klasik Keluarga

Mungkin Kita Perlu Waktu akan tayang di bioskop pada 15 Mei 2025.

Liputan6.com, Jakarta Keluarga selalu menjadi topik menarik untuk diangkat dalam bentuk film, yang terbaru lewat Mungkin Kita Perlu Waktu. Karya teranyar Teddy Soeriaatmadja (Lovely Man, Something in the Way) ini menampilkan tentang rasa duka dalam keluarga.

Trailer film produksi Kathanika Films, Adhya Pictures, dan Karuna Pictures ini baru saja dirilis. Dalam durasi hampir dua menit, ditampilkan cuplikan sebuah keluarga yang semakin renggang akibat sebuah peristiwa traumatis.

Kepergian Sara (Naura Hakim); sulung dalam keluarga, menjadi pukulan besar bagi keluarga. Sejak saat itu adik Sara, Ombak (Bima Azriel) depresi dan menjalani hidup dengan pahit.

“Apa yang kamu takutin?” tanya seorang psikolog bernama Nana (Asri Welas) kepada Bima.

Remaja laki-laki ini menjawab ketus, “Ya, saya nggak tau, di sini yang psikolog Kak Nana, kan? Kak Nana harusnya lebih tau dong!”

Di sisi lain, sang Ayah, Restu (Lukman Sardi) mati-matian menjaga keutuhan keluarga. Adapaun istrinya, Kasih (Sha Ine Febriyanti), justru terus-menerus marah dengan keadaan. 

Terang saja, situasi ini membuat Ombak tak merasa nyaman di rumah. Ia mendapatkan semangat dari teman dekatnya, Aleiqa (Tissa Biani), sekaligus sang psikolog.

Lima Tahap Berduka

Dalam pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com pada Senin (21/4/2025), sutradara Teddy Soeriaatmadja menjelaskan bahwa alur dan masing-masing karakter di film ini merepresentasikan lima tahap berduka atau five stages of grief.

"Ada karakter yang fasenya denial, dia merasa baik-baik saja, ada karakter yang fasenya anger, dia merasa marah dengan kondisinya, ada karakter yang fasenya depresi, dia merasa terpuruk dan putus asa. Itu semua manusiawi sekali, dan ini yang mau kita gambarkan, bahwa setiap manusia punya kapasitas memproses trauma yang berbeda-beda.” tutur Teddy.

Masalah Klasik Keluarga

Selain tentang luka akibat kehilangan, film ini juga menyuguhkan dinamika hubungan keluarga umum yang bermuara pada problem klasik: masalah komunikasi.

Mulai dari hubungan Restu dan Kasih yang memiliki pola komunikasi buruk meski sudah menikah puluhan tahun. Alhasil, mereka kerap saling berasumsi.

Ada juga hubungan orang tua dan anak, yang meski tinggal serumah dan sering makan bersama, tapi tetap saja tidak tahu cara berkomunikasi yang baik satu sama lain.

Produksi Liputan6.com