Film berjenis baku tembak di medan perang memang telah menjadi salah satu genre favorit para penikmat film bioskop. Tahun ini, sebuah adaptasi kisah nyata bertajuk Lone Survivor dirilis di seluruh dunia beberapa waktu lalu.
Kisah dalam Lone Survivor diangkat dari sebuah misi gagal salah satu pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat (Navy SEAL) yang diberi tema Operation Red Wings. Garis besar ceritanya sendiri diangkat dari buku nonfiksi Lone Survivor karya Marcus Luttrell dan Patrick Robinson.
Dalam misi yang dijalankan pada 28 Juni 2005 itu, empat orang anggota regu bernama SEAL Team 10 melakukan pengintaian dan pengawasan untuk melacak dan menghabisi pemimpin Taliban Ahmad Shah selama perang di Afghanistan.
Mendapat pengarahan dari sutradara Peter Berg, Lone Survivor sukses menggambarkan suasana perang di Afghanistan yang sedang memanas kala itu. Lokasi yang bertempat di Meksiko dan Afghanistan, berhasil menggambarkan keindahan negeri yang kaya akan minyak itu.
Rombongan aktor Mark Wahlberg, Taylor Kitsch, Emile Hirsch, Ben Foster, dan Eric Bana tampil memukau hingga mereka sanggup membawakan tokoh-tokoh pejuang Amerika yang rela mengorbankan nyawanya demi mensukseskan misi utama.
Sesuai judulnya, Lone Survivor mengetengahkan tokoh prajurit Marcus Luttrell (Mark Wahlberg) setelah ia berhasil selamat sendirian dari serangan para tentara Taliban. Ditinggal tewas oleh rekan-rekannya, ia pun ditolong oleh warga Afghanistan yang melakukan kerjasama diplomasi dengan pihak Amerika.
Film ini diawali dengan adegan persiapan yang biasa dilakukan tentara Amerika sebelum melakukan misinya. Beberapa video dokumentasi juga turut ditayangkan sembari menambah dramatisasi di dalamnya.
Tegangnya aksi keempat prajurit saat sedang mencari targetnya digambarkan secara apik dengan melibatkan para pemain berusia uzur dan muda yang memiliki darah Timur Tengah. Adegan-adegan tersebut menjadi kekuatan awal bagi film ini.
Disusul kemudian saat para pemainnya menggambarkan kembali suasana baku tembak tim SEAL Team 10 dengan para tentara Taliban yang terasa mencekam. Bahkan, ketegangan pun memuncak kala sebagian besar tokohnya harus mengorbankan nyawa demi bisa menyelamatkan anggota regu yang lain.
Klimaks film ini semakin memuncak saat regu dari markas datang namun gagal menolong mereka. Sehingga, nuansa film pun semakin memanas. Pada akhirnya, dramatisasi perang saudara di dalam wilayah Afghanistan pun menjadi penutup yang seru dan mengharukan.
Keharuan terus digenjot oleh tim pembuat film setelah beberapa foto dan video dokumentasi tokoh aslinya dipajang di bagian credit film. Sehingga, para penonton yang menyaksikan pastinya terharu dengan cara tersebut.
Sebelum Lone Survivor menutup penayangannya di Indonesia, ada baiknya para penggemar film perang yang belum sempat menyaksikannya untuk segera datang ke bioskop demi merasakan suasana seru dan haru di dalamnya pada akhir pekan ini.(Rul)
Kisah dalam Lone Survivor diangkat dari sebuah misi gagal salah satu pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat (Navy SEAL) yang diberi tema Operation Red Wings. Garis besar ceritanya sendiri diangkat dari buku nonfiksi Lone Survivor karya Marcus Luttrell dan Patrick Robinson.
Dalam misi yang dijalankan pada 28 Juni 2005 itu, empat orang anggota regu bernama SEAL Team 10 melakukan pengintaian dan pengawasan untuk melacak dan menghabisi pemimpin Taliban Ahmad Shah selama perang di Afghanistan.
Mendapat pengarahan dari sutradara Peter Berg, Lone Survivor sukses menggambarkan suasana perang di Afghanistan yang sedang memanas kala itu. Lokasi yang bertempat di Meksiko dan Afghanistan, berhasil menggambarkan keindahan negeri yang kaya akan minyak itu.
Rombongan aktor Mark Wahlberg, Taylor Kitsch, Emile Hirsch, Ben Foster, dan Eric Bana tampil memukau hingga mereka sanggup membawakan tokoh-tokoh pejuang Amerika yang rela mengorbankan nyawanya demi mensukseskan misi utama.
Sesuai judulnya, Lone Survivor mengetengahkan tokoh prajurit Marcus Luttrell (Mark Wahlberg) setelah ia berhasil selamat sendirian dari serangan para tentara Taliban. Ditinggal tewas oleh rekan-rekannya, ia pun ditolong oleh warga Afghanistan yang melakukan kerjasama diplomasi dengan pihak Amerika.
Film ini diawali dengan adegan persiapan yang biasa dilakukan tentara Amerika sebelum melakukan misinya. Beberapa video dokumentasi juga turut ditayangkan sembari menambah dramatisasi di dalamnya.
Tegangnya aksi keempat prajurit saat sedang mencari targetnya digambarkan secara apik dengan melibatkan para pemain berusia uzur dan muda yang memiliki darah Timur Tengah. Adegan-adegan tersebut menjadi kekuatan awal bagi film ini.
Disusul kemudian saat para pemainnya menggambarkan kembali suasana baku tembak tim SEAL Team 10 dengan para tentara Taliban yang terasa mencekam. Bahkan, ketegangan pun memuncak kala sebagian besar tokohnya harus mengorbankan nyawa demi bisa menyelamatkan anggota regu yang lain.
Klimaks film ini semakin memuncak saat regu dari markas datang namun gagal menolong mereka. Sehingga, nuansa film pun semakin memanas. Pada akhirnya, dramatisasi perang saudara di dalam wilayah Afghanistan pun menjadi penutup yang seru dan mengharukan.
Keharuan terus digenjot oleh tim pembuat film setelah beberapa foto dan video dokumentasi tokoh aslinya dipajang di bagian credit film. Sehingga, para penonton yang menyaksikan pastinya terharu dengan cara tersebut.
Sebelum Lone Survivor menutup penayangannya di Indonesia, ada baiknya para penggemar film perang yang belum sempat menyaksikannya untuk segera datang ke bioskop demi merasakan suasana seru dan haru di dalamnya pada akhir pekan ini.(Rul)