Liputan6.com, Surabaya - Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Pol Hermawan menuturkan, pihaknya masih terus menyelidiki terkait insiden di asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya pada 16-17 Agustus 2019.
"Kami sudah mendatangkan enam orang yang menjadi saksi dari luar pagar atau warga sekitar, yang melihat dua orang warga Papua melakukan pengerusakan tiang bendera, tapi saksi tersebut tidak melihat wajahnya," tutur Luki mendampingi Gubernur Khofifah usai pertemuan dengan rombongan anggota DPR RI Dapil Papua di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu, 21 Agustus 2019.
"Dua orang mematahkan tiang bendera. Setelah itu masuk ke dalam asrama. Tapi saksi tidak melihat wajahnya sama sekali. Namun saksi tahu bahwa orang itu masuk ke dalam asrama," Luki menambahkan.
Advertisement
Baca Juga
Luki menuturkan, dari penyidikan kepada 42 penghuni asrama Papua di Surabaya, dan hasil interogasi saat berada di Polrestabes Surabaya, seluruh mahasiswa Papua semuanya mengaku tidak mengetahui insiden.
"Dan sampai saat ini kami memang belum mendapatkan cukup bukti untuk segera memproses penyidikan terkiat dengan perusakan tiang bendera merah putih," ucap Luki.
Luki menegaskan, dampak dari rentetan peristiwa di asrama Mahasiswa Papua tersebut, muncul indormasi yang tidak benar di media sosial.
"Kami sedang mendalami tentang informasi rasis dan yang lain-lain, karena pendekatan digital, kami butuh waktu. Namun, pemeriksaan terkait pengerusakan tiang bendera terus berlanjut," ujar Luki.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Bertemu Stafsus Presiden, Risma Cerita Mahasiswa hingga PNS Asal Papua
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) menerima kunjungan Ketua Masyarakat Adat Tanah Papua sekaligus Staf Khusus (Stafsus) Presiden untuk wilayah Papua, Lenis Kogoya. Pertemuan itu berlangsung di rumah dinas wali kota, Jalan Sedap Malam Surabaya sekitar pukul 19.45 WIB, Selasa, 21 Agustus 2019.
Pertemuan berlangsung sekitar dua jam itu, juga dihadiri perwakilan mahasiswa Papua serta Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS).
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh canda itu, Risma banyak bercerita tentang adik-adik mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di Surabaya.
Selama ini, para mahasiswa Papua di Surabaya sering dilibatkan dalam berbagai kegiatan event besar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Seperti acara Surabaya Cross Culture hingga perayaan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS).
"Adik-adik ini (mahasiswa Papua) sering mereka ikut kegiatan tari-tarian di Balai Kota, sering datang juga kalau kita ada acara. Kalau kita ada kunjungan tamu dari Papua, mereka (adik-adik) juga ikut datang,” kata dia.
Dia menuturkan, selama ini hubungan masyarakat Surabaya dengan warga asli Papua berjalan baik, bahkan seperti saudara. Terlebih, Risma sudah menganggap adik-adik dari Papua yang tinggal di Surabaya seperti anaknya sendiri.
Selama menempuh pendidikan di Surabaya, para mahasiswa Papua juga diberikan fasilitas dalam upaya mengembangkan bakat dan minat. Seperti pelatihan komputer dan bahasa Inggris.
"Mereka jauh dari orang tua, karena itu saya selalu sampaikan ke anak-anak itu agar menjadi orang yang sukses. Orang tuamu di sana pingin anaknya jadi. Mesti kalau ketemu anak-anak saya selalu sampaikan itu," tutur dia.
Di sisi lain, Pemkot Surabaya juga sering menerima kunjungan mama-mama Papua. Mereka berkunjung ke Surabaya untuk belajar seputar pemberdayaan ekonomi dan program-program wirausaha.
"Mereka mama-mama Papua itu datang dari berbagai wilayah untuk belajar di Surabaya, mulai dari tanam sayur, bikin baju, sampai bikin bakso ikan," kata dia.
Advertisement
Banyak Warga Papua Sukses di Surabaya
Tidak hanya itu, Wali Kota Risma mengaku, warga Papua yang tinggal dan menetap di Surabaya juga biasa berbaur dengan masyarakat sekitar dan juga terlibat dalam kegiatan di kampung.
Selain itu, banyak juga warga asli Papua yang sukses di Surabaya dan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya.
"Ada Kabag Humas itu asli dari Papua, dua Camat di Surabaya juga asli Papua, terus ada Kepala Bidang Satpol PP juga dari Papua. Masyarakat di Surabaya ini multi etnis, ada dari Ambon, Aceh, Pontianak, Padang, NTB, kita tidak pernah membeda-bedakan semua ada di Surabaya,” ujar dia.