Selain Gang Dolly, Ini Lokalisasi yang Risma Tutup (1)

Sebelum Gang Dolly, Tri Rismaharini telah menutup beberapa lokasi prostitusi lain di Surabaya. Berikut rangkumannya.

oleh Liputan Enam diperbarui 17 Okt 2019, 04:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2019, 04:00 WIB
20160209-Ilustrasi-PSK-iStockphoto
Ilustrasi Pekerja Seks Komersial (PSK). (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Ingat peristiwa penutupan Gang Dolly? Penutupan lokasi prostitusi di Surabaya, Jawa Timur itu mengundang banyak perhatian pihak.

Banyak protes dan penolakan mewarnai usaha penutupan Gang Dolly. Akhirnya, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) berhasil menutup area kegiatan prostitusi itu pada 18 Juni 2014.

Selain Gang Dolly, Risma juga menutup beberapa area prostitusi di Surabaya. Kini beberapa  lokasi tersebut sudah beralih menjadi rumah warga atau tempat usaha.

Berikut cerita penutupan area prostitusi yang dilakukan Risma sebelum Gang Dolly yang Liputan6.com rangkum dari Kisah, Perjuangan, dan Inspirasi Tri Rismaharini karya Ervina Pitasari, ditulis Kamis (17/10/2019):

1. Dupak Bangunsari

Dupak Bangunsari adalah area prostitusi yang akhirnya ditutup oleh Risma pada 2012.  Penutupan ini juga menuai protes dan penolakan dari beberapa pihak, walau tidak sebanyak Gang Dolly.

Dupak Bangunsari sudah ada sejak tahun 1960-an. Letaknya berdekatan dengan Pelabuhan Tanjung Perak. Hal ini membuat banyak orang yang mampir ke lokasi ini setelah melakukan perjalanan laut. 

Lokasi Bangunsari juga tak jauh dengan pemukiman penduduk. Wisma terbanyak yang ada di sana kala itu berada di RW IV Kelurahan Dupak. Persentase wisma mencapai 80 persen. Hal ini membuat warga untuk menempelkan tulisan “Rumah Tangga” agar tidak dimasuki lelaki hidung belang.

Warga setempat sebenarnya sudah resah dengan ada Dupak Bangunsari sejak awal terbentuk. Usaha untuk menutup area prostitusi tersebut sudah dilakukan oleh warga sejak tahun-70an. 

Terdapat beberapa usaha yang warga lakukan atas keresahannya terhadap Dupak Bangunsari sejak 70-an. Warga setempat membangun masjid besar di antara lokalisasi tersebut yang mendapat bantuan dari lembaga agama. Selain itu, didirikan pula sekolah agama untuk anak sekolah yang tumbuh di area tersebut. 

Selama bertahun-tahun juga, para pemuda setempat melakukan kegiatan sosial dengan maksud mengurangi jumlah prostitusi.  Kegiatan sosial ini dilakukan secara damai tanpa kekerasan.

Usaha tersebut menghasilkan buah yang baik. Hubungan antara warga dan PSK serta mucikari berlangsung baik. Sedikit demi sedikit, warga mulai sadar da ntidak memperpanjang kontrak wisma dengan mucikari. 

Ketika Risma mengunjungi lokasi tersebut untuk berdiskusi perihal penutupan, warga seakan mendapatkan kunci terakhir bagi harapannya. Akhirnya pada 21 Desember 2012, Dupak Bangunsari ditutup. Bila di total, terdapat 163 PSK di 61 wisma dan 50 muncikari yang kemudian ditangani serta dialihprofesikan. 

Setelah lokasi prostitusi itu ditutup, Pemkot Surabaya sosialisasi terhadap pihak yang terdampak. Pemkot memberikan kompensasi dana kepada seluruh PSK dan muncikari yang telah kehilangan pekerjaannya. 

Selain itu, warga juga diberikan pelatihan keterampilan. Kini lokasi tersebut diisi oleh pemandangan baru. Berbagai usaha produksi warga seperti makanan kemasan, keset, jilbab dan lain-lain memenuhi lokasi tersebut.

 

 

*** Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Lokasi Prostitusi Tambaksari

Ilustrasi prostitusi
Ilustrasi Foto

2. Tambaksari

Area prostitusi yang ditutup selanjutnya adalah Tambaksari. Area ini berlokasi di Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan. Kala itu terdapat 90 wisma dan 20 kafe yang menjadi kegiatan prostitusi serta 268 PSK dan 114  orang muncikari.

Tak berbeda jauh dengan lokasi prostitusi Dupak Bangunsari, sebenarnya warga sudah ingin menutup area prostitusi Tambaksari sejak lama. Banyak pemuka agama serta tokoh masyarakat yang diundang secara rutin oleh pengurus RW. 

Tak hanya itu siraman rohani baik pada PSK dan muncikari juga rutin dilakukan satu kali seminggu. Pengurus RW juga membuat sejumlah peraturan terkait kegiatan prostitusi. Bila aturan dilangggar, pengurus RW beserta warga akan menutup wisma sebagai sanksi.

Penutupan lokasi prostitusi ini resmi dilakukan pada 28 April 2013. Sebelum resmi ditutup, Risma melakukan pendekatan ke seluruh pihak terkait. 

Pertemuan Risma dengan warga dan PSK membuahkan hasil positif. Mereka sepakat untuk menutup lokasi prostitusi dan menggantinya dengan bisnis lain.

Seiring berjalannya waktu banyak wisma yang menyatakan berhenti operasi. Wisma tersebut kemudian berganti menjadi rumah tempat tinggal yang ditandai dengan plat bertuliskan “Rumah Tangga”. 

Akhirnya 96 muncikari dan 352 PSK menyanggupi untuk menutup usaha. Selain itu, 23 PSK memilih untuk pulan ke daerah asal sesuai dengan alternatif lain yang diberikan Pemkot. 

Setelah penutupan Pemkot memberikan berbagai pembinaan dari LSM serta Dinas Sosial agar para PSK dan muncikari dapat membuka usaha baru. Risma juga sempat memberikan dua mesin cuci baru yang akhirnya berkembang menjadi usaha penatu yang dikelola PSK. 

Tak dilepas begitu saja, razia gabungan masih sering dilakukan di Tambaksari. Razia ini untuk memastikan agar tidak ada warga, muncikari, atau PSK yang masih tejebak di sana.

 

(Bersambung)

 

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya